Kamis, November 7, 2024

Sistem Mandiri Eror, Kembali Pakai Emas?

Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq
Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat politik hukum
- Advertisement -

Kejadian eror system Bank Mandiri hampir membuat nasabah mati jantungan. Setelah bekerja begitu kerasnya mengumpulkan pundi-pundi kekayaan lalu menabung di perbankan, dalam hitungan detik lenyap tak tersisa. Bahkan ada pula yang semakin kaya karena saldo bertambah.

Peristiwa erors system terjadi pada Sabtu (20/7/2019) membuat sejumlah nasabah Bank Mandiri kebingungan terjadinya perubahan pada saldo rekening. Sebagian mengecek saldo rekeningnya raib, tetapi sebagian lagi mendapati saldo rekeningnya justru bertambah.

Kejadian tak terduga itu dijelaskan Corporate Secretary Bank Mandiri, Rohan Hafas bahwa telah terjadi error dalam sistem perpindahan proses dari core system ke back up system yang rutin dilaksanakan di akhir hari. Atas kejadian itu, Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo melalui unggahan di akun instagrammya meminta maaf kepada nasabah atas kejadian.

Kejadian pada akhir pekan kemarin memberikan pelajaran amat penting, bahwa teknologi digital tidak dapat menjamin keamanan saldo rekening. Bayangkan saja uang yang kita kumpul tiba-tiba raib sebelum ditarik, entah apa yang akan terjadi kepada para nasabah.

Dahulu kala, sebelum manusia diperkenalkan dengan mata uang kertas, uang kepingan terbuat dari emas dan perak murni jadi alat transaksi, yakni Dinar dan Dirham. Saat itu terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab.

Kala itu dinar dan dirham jadi salah satu cara memperkaya diri. Secara umum, dinar memiliki arti sebagai koin emas seberat 22 karat dengan berat 4.25 gram. Sementara dirham memiliki arti koin perak murni dengan berat 2.975 gram.

Penggunaan emas 22 karat bukan tanpa alasan. Pilihan emas 22 karat dikarenakan kuat secara material sehingga cocok dijadikan mata uang karena sifatnya yang tak mudah rusak. Sementara dalam hal produksi, dinar dan dirham telah melalui proses sertifikasi ISO 17025 yang dikeluarkan oleh KAN (Komite Akreditasi Nasional) dan LBMA (London Bullion Market Association) serta distandardisasi oleh WITO (World Islamic Trade Organization).

Kini dua mata uang itu berfungsi secara universal, di seluruh dunia. Berawal dari ini beredarnya koin-koin yang diotorisasi World Islamic Mint (WIM) dengan empat corak, yaitu koin-koin Kesultanan Sulu di Filipina, Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Ternate di Indonesia, serta Pemerintah Negara Bagian Kelantan di Malaysia. Sementara koin Dinar dan Dirham Amirat Indonesia yang bercorak lama masih tetap berlaku, dan terintegrasi di dalamnya.

Adapun corak koin WIM itu seragam pada satu sisi dengan identitas World Islamic Mint (WIM), sedangkan sisi lain berbeda menurut pencetaknya. Walaupun berbeda di sisi lain, koin WIM memiliki nilai tukar yang sama dan ditetapkan oleh WIM Asia yang berpusat di Kuala Lumpur.

Berdasarkan penjelasan di atas, jelas dinar dan dirham dapat dijadikan alat tukar sebagaimana uang dan diterima secara global. Di Indonesia, keduanya diproduksi PT. Aneka Tambang atau Antam yang mana produksi, standardisasi, hingga pencetakan dinar dan dirham dilakukan melalui unit usaha Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia di PT Antam.

- Advertisement -

Seluruh kriteria sebagai alat tukar sudah terpenuhi, keistimewaan dinar dan dirham belum mampu mengalahkan keistimewaan uang kertas. Di mata masyarakat, uang kertas sudah seperti nafas. Tanpa uang kertas, tidak bisa belanja. Jangan kan uang kertas, trend yang logam mendominasi kelebihan dinar dan dirham.

Kelebihan dinar ialah terbebas dari inflasi, mudah dicairkan, mudah dijual atau dibeli, nilai jual kembali yang tinggi dan hidup yang islami. Sedangkan kelebihan dirham diantaranya berlaku diamanapun, nilainya semakin baik dan tak terpengaruh inflasi.

Salah satu keuntungan menggunakan dinar dan dirham, mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Bahkan masyarakat tidak lagi bergantung pada kondisi ekonomi nasional dan global.

Lantas kenapa dinar dan dirham tidak mampu mengalahkan dominasi uang kertas dan logam? Desain elit global merevolusi perekonomian masyarakat dunia melalui uang kertas sangat signifikan. Dengan dalil itu, masyarakat diperhadapkan dengan pemikiran maju dan berkembang. Akhirnya masa depan ekonomi dunia berada pada nominal uang kertas.

Tidak perlu jauh-jauh, lihat saja krisis moneter di Indonesia membuat uang tidak ada artinya. Bahkan gagal menjaga perekonomian yang ditandai pengurangan satu angka nominal uang. Bayangkan, sehari-hari kita membelanjakan uang Rp100.000 rupiah untuk keperluan dapur skala besar, lalu dikurangi satu atau dua angka dibelakang, tentu menurunkan nilai harga uang kertas Rp100.000. Itu baru satu uang kertas, bagaimana dengan uang kertas lainnya.

Sementara dinar dan dirham tidak dapat diintervensi oleh siapapun. Begitu hitungannya, tidak ada pengurangan atau kelebihan nilai. Kini dinar dan dirham semakin jauh dari peradaban modern. Kedudukan keduanya hanya menjadi pilihan mata uang alternatif. Penyematan dia mata uang itu sebagai warisan Islam bukan berarti membunuh toleransi antar umat beragama.

Di masa kejayaan Islam, saya meyakini dua mata uang tersebut digunakan di berbagai kerajaan dengan berbagai latar belakang agama. Bahkan pada sisi politik, dinar dan dirham dijadikan alat pemenangan atau membayar bala tentara hingga reward bagi loyalis yang berhasil menjalankan perintah rajanya. Tidak ada istilah perubahan nilai, yang ada hanya menambah kepingan tanpa mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat.

Jika saja politik transaksional di Pilpres 2019 menggunakan dinar dan dirham, tentu tidak ada yang mau menerimanya. Karena sisi historis mata uang itu mengandung makna religius. Apalagi untuk dikorupsi, sangat dimungkinkan tidak dilakukan para pejabat dan elit politik. Entah itu terjadi atau tidak, rasa-rasanya pesimis ditengah keyakinan para elit politik yang tak takut Tuhan.

Mungkin itu sekilas kenapa dinar dan dirham masih ketinggalan di era modern. Jika memang ada modernisasi warisan historis, transaksi dinar dan dirham bisa dilakukan lewat perbankan tanpa harus melakukan riba, bukan begitu?

Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq
Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat politik hukum
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.