Jumat, April 19, 2024

Negeri di Ujung Tanduk dan Surat Cinta untuk Jokowi

Mustaqim Aji Negoro
Mustaqim Aji Negoro
Mahasiswa Sejarah UGM. Tukang tidur yang banyak bermimpi.

Beberapa waktu belakangan, kita dibuat muntab oleh datangnya berbagai berita mengenai permasalahan yang sedang melanda negeri. Mulai dari tindakan rasisme terhadap teman-teman dari Papua di Surabaya, berlarut-larut dan tak jelasnya penyelesaian RUU PKS oleh DPR, kekerasan terhadap para petani yang sedang membela hak atas tanahnya oleh pihak militer di Urutsewu, kebakaran hutan di Riau dan Kalimantan yang begitu menyesakkan, hingga yang terakhir, disetujuinya rancangan revisi UU KPK inisiasi DPR oleh presiden.

Rasa-rasanya menyikapi apa yang sedang terjadi hari-hari ini, memang kita sedang dihadapkan pada realitas untuk tidak lagi percaya pada apa-apa yang sedang diusahakan negara dan para elite di dalamnya. Kita seperti sedang dibohongi dan ditinggalkan beramai-ramai dari pokok permasalahan yang ada.

Sebagai contoh misal, sampai sekarang saya masih tak habis pikir bagaimana bisa pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggapi keluh-kesah teman-teman dari Papua yang ada diejawantahkan hanya sebatas pada persoalan mengenai tuntutan-tuntutan di bidang infrastruktur fisik dan pembangunan ekonomi semata, dengan penggunaan cara-cara yang masih represif pula.

Sekali lagi, pembangunan infrastuktur fisik itu penting dan pemerataan ekonomi juga tak kalah pentingnya. Akan tetapi, wacana utama yang disuarakan oleh teman-teman dari Papua tak sekedar itu. Ada hal lain yang lebih substansial sebagai seorang warga negara yang mereka suarakan, yakni keterjaminan hak-hak dasar dan penghormatan atas diri mereka sebagai seorang manusia.

Dan respons apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggapinya? Saya lihat tak ada sedikit pun usaha, pernyataan, ide atau gagasan untuk menanggapi segala macam protes, gejolak, dan tuntutan yang ada ini dengan melihat sisi keberadilan sosialnya, kemanusiaan, dan pengentasan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di sana.

Upaya yang terakhir dilakukan oleh Presiden Jokowi pun tak kalah absurdnya menurut pandangan saya, yakni dengan retorika mengundang beberapa perwakilan adat dari sana (baca: Papua) ke istana, dengan kesimpulan yang bikin kita semua geleng-geleng kepala, “sekedar permintaan dan keinginan agar/untuk dibangun istana negara disana”. Sesimple dan sesederhana itu.

Itu baru satu masalah, bagaimana dengan dagelan tentang begitu mendadak dan terburu-burunya pembuatan draf revisi UU KPK oleh DPR? Yang kemarin baru disetujui oleh Presiden kita, Joko Widodo?

Mari kita bedah permasalahan ini satu persatu dan mengapa kita harus dan perlu mencurigai keterburuan dan ketergesaan yang menggerakannya. Sejatinya, sebuah draf RUU dari awal hingga akhirnya nanti disahkan menjadi sebuah UU harus terlebih dahulu melalui jalan panjang nan berliku di DPR.

Misalnya saja, draf  RUU pertama-tama harus diusulkan dulu, boleh oleh DPR, DPD, atau Presiden. Yang selanjutnya harus memasuki tahapan penyusunan masuk ke Proyek Legislasi Nasional (Prolegnas) oleh badan legislasi DPR.

Pembahasan mengenai RUU yang ada di rapat paripurna dan masih ada pembicaraan-pembicaraan lain yang bertingkat-tingkat, entah dengan ahli terkait atau dengan mendengar masukan dari masyarakat sebanyak-banyaknya. Hingga akhirnya jadi draf final untuk diserahkan kepada presiden untuk mendapat persetujuan.

Lalu timbul pertanyaan dalam diri kita masing-masing, “lho, kok dalam kasus yang menyangkut proses pembuatan draf revisi RUU KPK kemarin bisa secepat itu jadinya?”

Ya karena permasalahan itu lah—yang seperti saya katakan tadi—patut dicurigai dan dimintai pertanggung jawabannya di sini kepada mereka: “Kok bisa? Mengapa harus secepat dan seterburu-buru itu dibuatnya? Ada urgensi apa di belakangnya? Bukankah seharusnya di DPR sendiri, masih ada banyak RUU lain yang seharusnya lebih diprioritaskan dan dinanti-nantikan pengesahannya oleh masyarakat banyak; pengesahan RUU PKS, misalnya?”

Hal lain yang membuat kita wajib muntab terhadap para anggota dewan yang mengusung dan menyetujui RUU ini adalah, sikap sinis mereka dengan mengatakan tak perlu mendengarkan/mempertimbangkan masukan dan aspirasi dari masyarakat terlebih dahulu. Perilaku yang seperti ini sudah barang tentu mengangkangi kodrat kunci mereka sendiri, yakni sebagai seorang Dewan Perwakilan Rakyat (ingat, masih ada kata “perwakilan” dan “rakyat” di situ!).

Melihat realitas dan segala macam mimpi buruk  yang sedang melanda ini. Saya cuma berharap masih ada iktikad baik dari pihak-pihak terkait yang ada—utamanya presiden—untuk selekas mungkin memperbaiki kesalahan yang sedang dan telah diperbuatnya.

Dan kita sendiri, selaku rakyat sipil awam ini, apa perihal pokok yang harus kita lakukan untuk menghadapi situasi sekarang ini? Jawabannya adalah dengan terus mengawal berbagai macam isu yang sedang berkembang dengan pendekatan kritis lagi logis. Suarakan aspirasi Anda selantang-lantangnya, entah lewat penandatanganan petisi, aksi demonstrasi damai, ataupun hal-hal positif lain yang membangun. Sekarang bukan waktunya untuk diam, apalagi bungkam.

Tidak bisa tidak, dalam kondisi negeri sedang dilanda kemelut dan pengerdilan di mana-mana seperti sekarang. Masyarakat dan rakyat ditutut unruk senantiasa aktif menyuarakan pendapat dan aspirasinya. Kita harus meninggalkan jauh-jauh idea dan sikap cari aman lagi masa bodoh di situasi sekarang. Seperti kata-kata yang diungkapan Dante Alighieri dalam karya terkenalnya: The Inferno, “the darkest place in hell are reserved for those who maintain their neutrality in times of moral crisis”.

Menjadi diam, netral dan duduk dalam kenyamanan bukan pilihan yang tepat lagi bijak untuk dilakukan dalam kondisi “krisis” seperti sekarang!

Jadi, tunggu apalagi? Mari bergerak dan buat elite itu sadar dan bergetar! Ayo bergerak bersama!

Mustaqim Aji Negoro
Mustaqim Aji Negoro
Mahasiswa Sejarah UGM. Tukang tidur yang banyak bermimpi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.