Jumat, Maret 29, 2024

Mengapa Cadar Bisa Memperlambat Nikah?

Muhammad Nuruddin
Muhammad Nuruddin
Mahasiswa Dept. Akidah Filsafat, Universitas al-Azhar Kairo, Mesir | Alumnus Pondok Pesantren Babus Salam Tangerang | Peminat Kajian Sufisme, Filsafat dan Keislaman.

Kalau Anda berkunjung ke Mesir, tempat saya menimba ilmu, Anda akan berjumpa dengan sekian banyak mahasiswi Indonesia yang menggunakan cadar layaknya perempuan-perempuan Arab. Kisah Aisyah yang dulu terpampang sebagai tontonan kini sudah menjadi kenyataan yang hampir setiap hari bisa Anda saksikan.

Di mata saya, fenomena ini cukup memilukan. Pasalnya, cadar telah menyulitkan para jomblo untuk melakukan investigasi mendalam atas target-target yang sudah mereka jadikan sasaran.

Gara-gara cadar saya jadi kebingungan untuk nyari calon. Lebih menyedihkan lagi kalau yang memakai cadar itu adalah perempuan dengan rating kecantikan di atas rata-rata. Keindahan wajahnya, yang merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah, tertutupi oleh sehelai kain, yang sejujurnya tidak dianjurkan—apalagi diwajibkan—oleh Agama kita.

Saya cukup kecewa dengan masifnya pemakain cadar ini. Padahal, ketika berada di negeri orang, mestinya kita memperkenalkan budaya negeri sendiri, bukan mengadopsi budaya orang lain.

Soal dalil agama, mayoritas fukaha sendiri memandang bahwa wajah bukanlah aurat. Sampai hari ini saya belum mendengar ada ulama terpercaya yang mewajibkan cadar, kecuali dari kalangan Salafi-Wahabi. Itu artinya, membuka cadar tak akan melahirkan dosa. Sebagaimana memakai cadar juga belum tentu bertuah pahala.

Bahkan, menurut Syekh Ali Gom’a, mantan mufti Mesir, pemakaian cadar bisa menjadi bid’ah manakala diniatkan sebagai syiar ibadah dan syiar beragama (Syiar li al-Ta’abbud wa al-Tadayyun). Anda akan berdosa jika dengan memakai cadar Anda merasa lebih islami, lebih salehah dan lebih terhormat ketimbang orang-orang yang tidak memakai cadar.

Di samping itu, menurut Mazhab Maliki, sebagaimana dikutip oleh beliau dalam buku al-Mutasyaddidûn, memakai cadar juga bisa menjadi makruh (sesuatu yang dibenci) apabila tidak selaras dengan budaya setempat (al-Mutasyaddidun, hlm. 145)

Artinya, kalau dalam satu komunitas masyarakat tertentu kebanyakan wanita itu membuka wajahnya, kemudian Anda tampil beda sendiri dengan mengenakan cadar, maka ketika itu pemakaian cadar menjadi makruh, bukan mubah, apalagi sunnah.

Karena ketika itu pakaian Anda menjadi libâs al-Syuhrah (pakaian ketenaran) yang dilarang oleh Nabi Saw. Cadar itu, pada akhirnya, akan menjadi cerminan ekstremitas dalam beragama (al-Ghuluw fi al-Dîn). Dan itu kurang baik.

Bahkan, dalam satu majlis, Syekh Yusri pernah bilang kalau dalam saat-saat tertentu, cadar itu justru wajib dilepas. Contohnya seperti ketika Anda ihram, transaksi jual beli yang meniscayakan adanya keterbukaan, ujian lisan (kalau Anda seorang mahasiswa), pergi ke bank untuk melakukan transaksi, ketika terjadi pemeriksaan penting oleh pihak berwajib, mengajar anak-anak kecil, dan lain sebagainya.

Mengapa harus dilepas? Untuk menghilangkan kecurigaan dan menepis adanya syubhat. Dalam salat, cadar itu juga makruh dikenakan. Artinya, alih-alih berpahala, cadar yang Anda gunakan dalam salat itu justru tidak dianjurkan—kalau enggan berkata dibenci—dalam Agama.

Kesimpulannya, dalam momen-momen tertentu, memakai cadar itu justru tidak dianjurkan, bukannya melahirkan ganjaran. Jadi jangan dikira dengan menutup wajah Anda menjadi makhluk termulai di sisi yang Mahakuasa. Di sinilah penting belajar. Beragama tidak cukup hanya dengan memupuk semangat kesalehan, tapi juga harus didasarkan pada basis keilmuan yang benar.

Anda perlu tahu, bahwa dulu al-Azhar pernah menerbitkan sebuah buku yang merespon masifnya pemakaian cadar. Buku itu berjudul al-Niqâb ‘adah walaisa ‘ibadah. Arti harfiahnya, cadar itu merupakan adat, bukan ibadah. Sekali lagi bukan ibadah.

Buku itu bukan ditulis oleh orang-orang seperti saya, tapi ditulis oleh ulama-ulama besar al-Azhar, seperti Syekh Ali Gom’a, Syekh Muhammad Sayyid Thanthawi, Syekh Muhammad al-Ghazali, dan juga difatwakan oleh Syekh Ahmad Thayyib, Grand Syekh al-Azhar sekarang, yang dulu pernah menjabat sebagai mufti.

Intinya cadar itu bukan bagian dari Agama. Dia tidak lebih dari sekedar produk budaya, yang kemudian “diagamaisasi” oleh segelintir orang. Karena itu, sebagai orang Indonesia, mestinya kita gunakan saja pakaian yang mencerminkan identitas keindonesiaan kita, bukan mengenakan pakaian yang mencerminkan budaya orang lain.

Untuk apa pakai cadar? Diwajibkan tidak, dianjurkan tidak, menyulitkan iya. Anda takut digodain laki-laki gara-gara tak bercadar? Tapi apakah Anda tidak takut kalau Anda menjadi perempuan tua gara-gara sering menutup muka?

Cadar itu bisa memperlambat nikah. Kalau suatu ketika Anda menjadi perawan tua, kemudian tak ada laki-laki yang mau berkunjung melamar Anda, Anda jangan salahkan takdir, atau menangis di hadapan Tuhan karena tidak kunjung mendapatkan pasangan. Bisa jadi sebab yang memperlambat nikah itu adalah cadar yang Anda pakai. Loh memang apa hubungannya? Apa ada korelasi antara cadar dengan telat nikah?

Anda harus ingat, wahai kaum wanita, wajah yang Anda miliki itu merupakan bagian penting dari tubuh Anda yang menjadi titik awal dari ketertarikan para pria. Di samping itu, wajah juga diciptakan sebagai wasilah untuk saling mengenal. Karena itu Agama membolehkan ia terbuka, dan tidak memandangnya sebagai aurat.

Artinya, kalau Anda memilih untuk menutup wajah, sadar atau tidak, Anda sudah menutup pintu bagi para pria untuk mendekati Anda. Anda mempersulit mereka. Kalau Anda sudah mempersulit mereka, jangan salahkan siapa-siapa kalau kelak Anda menjadi perawan tua.

Bisa jadi Tuhan mentakdirkan Anda berjodoh dengan laki-laki tampan, kaya raya, pintar, terhormat, dan bisa membuat kehidupan Anda lebih baik. Tapi, karena Anda sering menutup wajah Anda, laki-laki itupun Tuhan berikan kepada perempuan yang lain. Bisa jadi loh ya. Bisa jadi. Sebab kita tahu bahwa takdir Tuhan itu sendiri ada yang melibatkan upaya dan ikhtiar manusia.

Dalam bahasa ilmu kalam, takdir seperti itu disebut dengan istilah takdir mu’allaq. Takdir yang digantungkan pada upaya manusia. Dan perlu diingat sekali lagi bahwa Tuhan sendiri tidak meminta Anda untuk menutup wajah. Ulama-ulama terpercaya juga tidak ada yang mewajibkan cadar.

Lalu kenapa Anda harus repot-repot menahan rasa pengap dengan memakai cadar? Apa Anda mau jadi perawan tua, gara-gara sering menutupi wajah yang menjadi ketertarikan awal para pria? Pasti ada yang jawab: Ya nggak gitu jugalah. Jodohkan udah di tangan Allah. Pakai cadar atau nggak pakai cadar, kalau sudah jodoh ya pasti akan dipertemukan.

Betul, saya setuju dengan itu. Tapi ingat, sampai batas tertentu, sebagai manusia Anda diberikan ruang untuk berikhtiar, berupaya dan memilih. Membuka wajah adalah bagian dari ikhtiar. Bisa jadi pada saat tertentu jodoh Anda ditakdirkan untuk datang—dan dia orang baik yang bisa membuat hidup Anda lebih baik. Tapi karena wajah Anda tertutup, jodoh Anda itupun berpaling ke lain orang.

Apa kalian mau begitu? Apa kalian tega mempersulit para jomblo untuk mencapai kemerdekaan yang mereka impi-impikan? Kalau nggak, lepas aja. Ingat, dengan melepas cadar, Anda tidak berdosa. Dan dengan memakai cadar, belum tentu Anda mendapatkan pahala. Yang ada Anda bisa jadi perawan tua. Kalau yang menjadi awal ketertarikan pria saja Anda tutup, bagaimana mungkin mereka mau tertarik kepada Anda?

Muhammad Nuruddin
Muhammad Nuruddin
Mahasiswa Dept. Akidah Filsafat, Universitas al-Azhar Kairo, Mesir | Alumnus Pondok Pesantren Babus Salam Tangerang | Peminat Kajian Sufisme, Filsafat dan Keislaman.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.