Kamis, April 25, 2024

Menanti Komitmen Negara Ramah HAM

Made Bryan Pasek Mahararta
Made Bryan Pasek Mahararta
Indonesia Controlling Community

Komitmen pemerintah dalam menjamin serta memberikan perlindungan hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negaranya masih belum tampak meyakinkan. Bisa dikatakan Visi Indonesia yang menjadi pondasi arah pembangunan pemerintah mendatang dinilai belum terwujudnya negara ramah HAM.

Titik fokus pembangunan sumber daya manusia dapat diartikan Negara perlu menunjukkan jati diri sebagai negara ramah HAM. Secara tidak langsung, kejadian intoleransi dan rasisme yang belakangan marak terjadi sebagai akibat dari minimnya kesadaran masyarakat kita berperilaku sebagai warga negara yang majemuk.

Dalam pidato Visi Indonesia yang disampaikan oleh Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dihadapan ribuan relawan pada 14 juli 2019 silam, setidaknya terdapat lima poin konsentrasi pemerintahan di periode kedua kepemimpinannya.

Adapun kelima visi yang menjadi perhatian besar dalam pemerintahan Jokowi mendatang tersebut antara lain: pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, mempermudah investasi, reformasi birokrasi dan APBN tepat sasaran.

Banyak hal yang akan dihadapi tantangan periode kedua Jokowi, yakni komitmen Nawa Cita yang tertulis dalam kebijakan pemerintah pusat. Pelaksanaan HAM menjadi standar dalam pembangunan 5 tahun mendatang.

Sebut saja akses ketenagakerjaan, kesehatan, pemilikan tanah, dan lain sebagainya. Juga isu lingkungan, sehingga keberpihakan pemerintah terhadap investor ke depan akan banyak disorot bagaimana kontrol masyarakat terhadap jalannya pembangunan sesuai apa yang dikehendaki oleh Presiden Jokowi.

Di sisi yang lain, ada hal yang menjadi kelemahan pemerintahan periode kedua Jokowi dalam menangani persoalan pembangunan manusia dalam konteks negara ramah HAM. Kelima visi yang telah disampaikan tersebut sama sekali tidak mencerminkan keseriusan pemerintah terhadap pemberian jaminan HAM, penegakkan hukum serta lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Sekilas memang tampak gaya kepemimpinan Jokowi di periode kedua condong mengutamakan keberpihakan iklim pertumbuhan ekonomi yang menguat dalam menghadapi tantangan perubahan pembangunan negara secara global.

Tuntutan keberlanjutan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi, mengundang investasi seluas-luasnya, serta pengelolaan anggaran negara yang mendorong terciptanya pertumbuhan investasi menjadi modal utama pemajuan negara dalam konteks ekonomi.

Lalu bagaimana dengan penangan perlindungan hak masyarakat? Sementara kita mengetahui bahwa ada peran dan fungsi oleh pemerintah yang bertanggungjawab terhadap pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia (HAM) yang dapat melibatkan pemerintah daerah sebagai upaya menguatkan penyelesaian persoalan pelanggaran HAM terhadap warga negaranya.

Pemerintah pusat seolah terobsesi mendorong tumbuhnya perekonomian nasional dalam persaingan kompetisi global dengan memberikan ruang yang begitu besar terhadap laju investasi di tanah air. Sementara, perhatian terhadap perlindungan HAM di daerah masih menjadi persoalan besar.

Indonesia masih memiliki berbagai tantangan mengenai perlindungan HAM dan penegakkan hukum, antara lain: penuntasan kasus korupsi, perusakan lingkungan, radikalisme dan ekstrimisme juga terkait kekerasan seksual bagi masyarakat.

Pancasila sebagai falsafah bangsa sudah seharusnya diimplementasikan sejak dini, bukan saja dalam aspek pendidikan karakter seperti kurikulum melainkan juga segala aspek kehidupan sehari-hari seperti ekonomi, politik dan kebudayaan.

Selain itu, komitmen Indonesia dalam mewujudkan dirinya sebagai negara ramah HAM maka dibutuhkan keseriusan bukan saja dari pemerintah pusat melainkan juga dari pemerintah daerah. Konsep Human Right Cities perlu didukung secara masif agar segala bentuk penyelesaian HAM di masyarakat tidak lagi menjadi beban pemerintah pusat.

Mengacu pada prinsip utama dari pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) disebutkan bahwa prinsip non-diskriminasi serta tidak akan meninggalkan siapapun termasuk didalamnya kelompok rentan, antara lain: korban pelanggaran HAM masa lalu, masyarakat adat, dan kelompok minoritas agama, yang menjadi implementasi turunan dari SDGs poin 16 yakni “Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh”.

Maka, sangat dibutuhkan adanya kesadaran serta keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan SDGs yang sesuai dengan prinsip pembangunan inklusif, yaitu turut serta dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

Made Bryan Pasek Mahararta
Made Bryan Pasek Mahararta
Indonesia Controlling Community
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.