Holden Caulfield adalah remaja berusia 16 tahun yang baru saja dikeluarkan dari sekolahnya yang terkenal, Pencey. Alasan Holden minggat dari sekolah itu, karena menurutnya, mata pelajaran yang diberikan tidak sesuai dengan minatnya.
Holden hanya baik dalam pelajaran bahasa Inggris. Di samping itu, Holden ‘membenci’ – kata yang seringkali diucapkan–teman-temannya. Terutama si Bocah Ackley. Ackley adalah murid berusia 18 tahun yang menurut Holden memiliki tampang “menjijikkan” dan membuatnya tidak disukai banyak murid di Pencey.
Selain Ackley, murid lain yang juga dibenci Holden adalah Stradlater. Stradlater mulanya tidak memiliki masalah sepeser pun dengan Holden. Namun semua menjadi menegangkan ketika Stradlater memberitahu Holden bahwa dirinya akan mengencani Jean Gallagher, teman semasa kecil Holden yang memiliki Ayah seorang Pemabuk.
Kebencian Holden kepada Stradlater, muncul dari kecurigaan bahwa Stradlater akan “mengerjai” Gallagher. Karena menurut Hoden, Stradlater adalah murid yang terkenal mesum. Tidak satu pun perempuan yang dapat menampik pesonannya. Selain teman-temannya, Holden juga membenci seorang guru sejarah bernama Spencer.
Holden beranggapan jika Spencer terlalu banyak mencampuri urusan pribadinya. Yang semestinya, Spencer cukuplah mengurusi nilai sejarah Holden. Meski sampai akhir statusnya sebagai murid di Pencey, Holden tetap tidak lulus pada mata pelajaran sejarah.
Holden tidak lulus lantaran pada ujian sekolah, teradapat soal yang meminta supaya murid menjelaskan sejarah Mesir, dan Holden tidak menerangkan itu dengan baik. Bahkan secara sembarangan Holden menuliskan di lembar jawabannya, “rasanya saya tidak tertarik dengan mereka (Mesir) sekalipun apa yang Bapak (Spencer) ajarkan di kelas benar-benar sangat menarik.”
Rangkaian masalah yang menimpanya tersebut, mempertebal keinginan Holden untuk meninggalkan Pencey. Hal itu pun dilakukannya sebelum dirinya resmi dipulangkan pada hari Rabu.
Holden beranjak pergi pada Sabtu malam, sambil berteriak di lorong sekolahannya, “Selamat tidur wahai orang-orang dungu!”. Saat itu Holden memutuskan untuk bertolak ke New York dengan sisa-sisa uang yang dimilikinya. Sepanjang pelariannya inilah, cerita Holden dimulai, dan watak liberalisme diperkenalkan.
Sebelum itu, penilik akan melansir penjelasan Martin Suryajaya tentang Liberalisme. Menurut Martin, dalam tulisannya di Indoprogress.com, Kapitalisme dan Liberalisme memiliki keterikatan dalam corak pergerakannya. Kapitalisme adalah sistem ekonomi, sementara Liberalisme adalah ideologi yang membenarkan kapitalisme.
Dengan kata lain, kapitalisme adalah suatu keadaan, suatu kenyataan ekonomi, sementara Liberalisme adalah keyakinan yang melegitimasi kenyataan tersebut. The Chatcher In The Rye berusaha menampilkan suatu aktivitas semacam itu. Aktivitas yang memungkinkan seorang individu berkehendak (memiliki otoritas) atas pemberdayaan modal (ekonomi) pribadinya tanpa ada intervensi dari negara.
Pada babak awal cerita di dalam buku The Catcher In The Rye karangan J.D. Salinger ini, Holden diperkenalkan sebagai anak yang sinis terhadap realitas di sekitarnya. Bahkan oleh penerjemah, Gita Widya Laksmini, Holden diposisikan sebagai karakter yang tidak jauh dari bahasa-bahasa umpatan.
Seperti “Sialan”, “Benci”, “congek”, “kampungan”. Bahkan tidak jarang mencela kondisi fisik seseorang yang dilihatnya. Holden senantiasa membawa dirinya sebagai anak remaja yang pongah di segala tempat.
Naasnya, sifat Holden yang pongah itu, membuat orang-orang di sekitarnya memasang sikap resisten terhadapnya. Misalkan, saat Holden diperkenalkan dengan seorang pelacur bernama Sunny melalui mucikari bernama Maurice yang bekerja sebagai penjaga lift hotel tempat Holden menginap. Holden bersepakat dengan Maurice supaya ia mengirimkan seorang perempuan ke kamarnya.
Dari yang sebelumnya bernafsu, Holden menjadi berubah pikiran karena merasa kasihan dengan kondisi Sunny yang miskin dan memutuskan memberinya lima dolar tanpa melakukan apapun.
Sunny cukup tersinggung atas perbuatan Holden kepadanya. Ditambah lagi Holden hanya membayar lima dolar, sementara Sunny meminta sepuluh dolar. Akibat perlakuannya ini, Sunny melapor kepada Maurice untuk mengambil hak penuhnya. Mereka mendatangi kamar Holden dan merampok isi dompetnya. Kejadian pada babak ini meninggalkan kesan pertentangan kelas antara borjuis dan proletar.
Di lain kesempatan setelah peristiwa itu, Holden bertemu dengan teman lamanya yang bernama Sally. Mulanya, tidak ada masalah antara Holden dan Sally, hingga mereka selesai menonton sebuah pertunjukan teater.
Namun, seperti halnya yang terjadi antara dirinya dengan Stradlater, Holden tiba-tiba membenci Sally. Holden membenci Sally lantaran Sally telah menolak ajakannya untuk hidup berdua. Holden merasa akan hidup cukup dengan uang yang dimilikinya, dan untuk urusan selanjutnya Holden bisa mencari kerja di tempat-tempat terdekat.
Sally kesal karena ia mengaggap Holden sudah gila. Ia berkata jika Holden dan dirinya masih terlalu kecil untuk membicarakan pernikahan. Sally menyuruh Holden untuk kembali bersekolah.
Namun Holden malah menghardik dengan berkata: “sekolah seperti itu selalu saja penuh sesak dengan pemuda-pemuda yang serba munafik”. Sementara Sally tetap pada pendapatnya: “ada banyak orang yang mendapat manfaat lewat sekolah. Banyak pemuda tidak seperti itu”.
Dari pertemuan Holden dan Sally serta sejumlah tokoh lain yang memiliki pola serupa, kita bisa melihat bagaimana Holden menilai realitas di sekitarnya secara kelewat subjektif. Namun di sisi lain, Holden seringkali menggeneralisir sifat-sifat manusia seolah-olah mereka hidup dalam realitas sosial yang sama.
Boleh dibilang, sifat Holden yang banal ini, sengaja dibangun oleh penulis sebagai bentuk penguatan karakter seorang remaja Amerika abad 20. Di mana pada era itu, liberalisme tumbuh subur di sana.
Sementara cara Holden menjadikan uang sebagai solusi atas segala permasalahan selama melakukan pelarian – ketimbang pulang menemui keluarga–menyiratkan suatu sifat kapitalisme terhadap dirinya.
Latar belakang Holden yang dibesarkan di keluarga borjuis, membuat kehidupannya dikelilingi oleh nuansa-nuansa matrealistik dan menjunjung cara-cara praktis untuk mempertahankan kondisi tersebut. Holden, tentu saja, telah berhasil menjadi representasi dari anak muda Amerika masa itu.
Dan pandangan Holden terhadap realitas, mengarahkan pembaca pada corak ideologi Amerika yang terbentuk karena kemenangan borjuis dari benturan-benturan konflik antar kelas.