Kamis, Maret 28, 2024

Vitalitas Baru Koes Hendratmo

Hamid Basyaib
Hamid Basyaib
Aktivis dan mantan wartawan; menerbitkan sejumlah buku tentang Islam, masalah-masalah sosial, dan politik internasional.

Meski tak mengenalnya secara pribadi, saya memberanikan diri menyapanya ketika kami berjumpa di bandara Sultan Mahmud Badaruddin, Palembang. Pertemuan terjadi di dalam lift, dan ia menyambut sapaan saya dengan hangat dan senyum yang menarik. Saya menyapa sebagai penggemar terhadap bintang yang disukainya; ia memang membawakan “Berpacu dalam Melodi” selama bertahun-tahun dengan sangat baik di TVRI. Siapapun penggantinya harus berjuang keras sekadar untuk mencapai kualitas tak terlalu jauh di bawahnya.

Ia selalu menghormati para tamunya. Ia menghargai ikhtiar mereka dalam mengingat judul lagu-lagu yang intronya dimainkan dengan sangat baik oleh home band Ireng Maulana All Stars; atau menebak judul lagu yang lirik awalnya diucapkan olehnya.

Tanpa pernah membuli tamu-tamunya — suatu adab yang semakin ditoleransi dalam acara-acara hiburan di televisi kita— ia tak pernah alpa melontarkan senyum simpatik dan bersahabat, bahkan terhadap tamu yang terkaannya meleset jauh.

Ia memberi permakluman atas kesalahan itu, kadang mengulasnya sejenak dan membandingkan lagu yang salah-ditebak itu dengan lagu-lagu lain yang mirip. Saya bayangkan: betapa senang hati para penerka yang meleset, karena dengan kesalahan itu mereka justeru diajak berdiskusi kecil oleh seorang tuan rumah yang tak pernah menunjukkan sikap sebagai salah satu penyanyi terbaik di negeri ini.

Terkadang, terhadap peserta yang menebak dengan tepat, — sambil dengan cepat ia simpulkan si penebak punya kemampuan bernyanyi cukup baik — ia memberi “bonus”: melanjutkan nyanyian bersama si pemenang, setidaknya hingga bait ke dua atau ke tiga liriknya. Setelah itu si peserta yang beruntung boleh pulang untuk menyiapkan cerita tentang kegembiraan hatinya bisa berduet dengan “Andy Williams Indonesia.”

Ia tak akan memberi bonus duet itu kepada penebak-tepat yang bakatnya terlihat kurang dari minimal; ia tahu keunggulan kemampuannya hanya akan membanting penyanyi amatir yang malang itu dalam aksi duet.

***

Di dalam lift bandara Palembang, ia menggandeng tangan seorang perempuan yang saya taksir berusia sedikitnya 25an tahun lebih muda dibanding dirinya. Saya segera tahu siapa perempuan itu. Belum lama berselang saya membaca apa yang terjadi pada Koes Hendratmo: ia dikabarkan bercerai dengan sedikit kehebohan dari isterinya, dan ia menikahi perempuan lebih muda.

Saya tidak berbasa-basi ketika saya mengomentari penampilannya.

“Wah, Mas Koes, Anda kelihatan segar, muda dan bersemangat,” saya bilang.

Lalu segera saya lanjutkan dengan senyum dan sedikit menggodanya: “Apakah ini karena perkawinan baru Anda?”

Dugaan saya atas reaksinya meleset. Bukannya sekadar ketawa untuk menanggapi ocehan iseng seorang penggemarnya, ia menanggapi serius: “Oh, iya! Betul sekali. Saya benar-benar merasa ada energi baru dalam hidup. Sebelumnya saya….” Saya tak ingat lagi apa yang dikatakannya — dan kami segera berpisah menuju ruang tunggu masing-masing.

***

Koes Hendratmo bukanlah penyanyi rekaman yang sukses. Ia tampak tak didukung oleh barisan pencipta yang cukup untuk memasok lagu-lagu yang cocok dengan karakter suaranya. Tampaknya ia lebih banyak menyanyi di klub malam, dengan membawakan lagu-lagu Barat. Ia memiliki lidah yang fasih. Pengucapannya akurat — termasuk untuk bahasa Aceh, yang pernah didemonstrasikannya dengan mengajak bercakap-cakap sejenak seorang peserta “Berpacu” dari daerah itu.

Ia seangkatan Djoko Susilo, “Matt Monroe Indonesia” yang wafat muda akibat kecelakaan lalu lintas. Ia sedikit lebih muda dari Kris Biantoro, penyanyi yang juga lebih sukses sebagai pembawa acara. Setidaknya dalam membawakan acara seperti “Berpacu dalam Melodi,” ia mengungguli seniornya itu.

Dengan rambut sangat tebal yang dihiasi kilatan uban di bagian atas kedua telinganya, ia tahu bahwa karakter suara dan kekhasan vibrasinya memungkinkannya memodel Andy Williams, penyanyi Amerika yang membawakan “Love Story” dan “Speaks Softly Love” itu. Dan Koes adalah peniru Williams yang berhasil.

Hari ini ia berhenti berpacu dalam melodi dunia pada usia 78. Semua orang yang pernah mengenalnya, bahkan yang sekadar berjumpa tak sengaja dengannya di sebuah lift, akan segera tahu: Koes Hendratmo adalah seorang yang sangat ramah, selalu tersenyum lepas dan tulus, yang memahami arti dan batas-batas kepatutan seorang penghibur di hadapan publik yang coba dihiburnya.

Hamid Basyaib
Hamid Basyaib
Aktivis dan mantan wartawan; menerbitkan sejumlah buku tentang Islam, masalah-masalah sosial, dan politik internasional.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.