Kamis, April 18, 2024

Implementasi Keuangan Berkelanjutan, Menyelamatkan Hutan Gambut Indonesia

  • Oleh Mahfud Roid Fatoni

Gambut adalah jenis tanah organik yang terbentuk dari vegetasi yang terurai dan terendam air selama berabad-lamanya dan rumah bagi lebih dari 30% cadangan karbon dunia yang tersimpan ditanah. Berdasarkan data Forest Watch Indonesia, luas lahan gambut di Indonesia sekitar 19,3 juta ha (10% dari total luas daratan).

Diperkirakan lahan gambut di Indonesia mengandung 22,5-43,5 gigaton karbon setara emisi 17-33 miliar mobil dalam 1 tahun. Namun, lahan gambut di Indonesia mengalami ancaman perubahan fungsi lahan. Pembangunan industri perkebunan kelapa sawit dan kasus ilegal logging menjadi penyebab utama perubahan fungsi lahan gambut.

Gambar 1 Persebaran Perkebunan Kelapa Sawit Sejak 1995-2015

Austin melakukan penelitian tentang perubahan konversi lahan gambut menjadi kelapa sawit tahun 1995-2000 dan tahun 2010-2015. Deforestasi lahan gambut akibat kelapa sawit di Sumatera menjadi yang paling besar sekitar 669 kha (84,9%) periode 1995-2000 dan periode 2010-2015 hanya 107 kha (18,3%).

Di Kalimantan terjadi peningkatan dari 107 kha (13,6%) periode 1995-2000 menjadi 407 kha (69,6%) periode 2010-2015. Sedangkan, di Papua hanya 2% perubahan alih fungsi gambut menjadi kelapa sawit periode 2010-2015. Akan tetapi, sekalipun Papua mendapatkan proporsi terkecil, peningkatan deforestasi cukup besar yaitu meningkat lima kali lipat, dari 12 kha periode 1995-2000 mejadi 71 kha periode 2010-2015 atau sekitar 66%.

Gambar 2 Proporsi Perubahan Alih Fungsi Lahan Gambut di Sumatera, Kalimantan dan Papua

Sejatinya, produk kelapa sawit (CPO dan turunnya) bukanlah produk “haram”. Yang menjadi permasalahan adalah cara memproduksi sawit di lahan gambut dengan cara merusak ekosistem lahan gambut. Salah satu pemicu kebakaran hutan gambut adalah keringnya lahan tersebut yang disebabkan pengeringan lahan gambut untuk budidaya (pertanian dan perkebunan).

Konsesi dan masyarakat lokal sering melakukannya untuk mendapatkan cara yang cepat dan minim biaya. Seperti PT Prana Indah Gemilang (PIG) yang terbukti membakar lahan gambut dan didenda Rp238 miliar. Angka yang kecil dibandingkan total kerugian akibat kebakaran mencapai Rp221 triliun.

Menjadi masuk akal ketika Parlemen Uni Eropa mengeluarkan kebijakan larangan perdagangan produk CPO yang berasal dari Indonesia. Parlemen Uni Eropa memiliki landasan yang jelas sebagai bentuk implementasi penggunaan renewable energy yang tertuang dalamReport on the Proposal for a Directive of the European Parliament and of the Council on the Promotion of the use of Energy from Renewable Source. Serta, produk CPO dianggap menciptakan deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, memperkerjakan anak hingga pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Namun, peran penting yang banyak dilupakan dibalik deforestasi gambut akibat perubahan alih fungsi lahan gambut adalah lembaga keuangan khususnya perbankan. Lembaga keuangan perbankan seharusnya ikut bertanggung jawab karena menjadi sumber dari operasional perkebunan sawit. Dalam laporan Forest & Finance yang melakukan penilaian kualitas dan ketahanan pembiayaan dan investasi pada lembaga keuangan yang memiliki dampak langsung pada deforestasi hutan.

Dengan menggunakan table kriteria penilaian, dimana 10 poin diberikan jika lembaga keuangan berkomitment dengan tegas dan begitu sebaliknya. Skor dari 35 kriteria ditambahkan menjadi skala 0 sampai 10. Dari setidaknya 54 lembaga keuangan yang dinilai, terdapat 4 bank di Indonesia didalamnya. Yaitu Bank Central Asia, Bank Mandiri, Bank Negera Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia.

Keempat perbankan yang berasal dari Indonesia tersebut memiliki nilai kumulatif dibawah 5. Dan dikategorikan belum mengedepankan unsur ESG (environment, social dan governance). Seperi contohnya dalam kategori environment, Bank Central Asia, Bank Mandiri, Bank Negera Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia secara berturut-turut mendapatkan 0.85, 5.95, 1.7,6.79 untuk sektor perkebunan kelapa sawit.

Gambar 3 Penilaian Layanan Lembaga Keuangan yang Memiliki Dampak pada Hutan Tropis Alami di Asia Tenggara, Afrika Tengah Barat dan di Beberapa Bagaian Amerika Selatan

Hingga saat ini, pemerintah telah melalukan berbagai upaya untuk menjaga ekosistem lahan gambut tetap lestari namun juga tidak mengesampingkan aspek sosial ekonomi masyarakat lokal disekitar lahan gambut. Seperti, pembentukan Badan Restorasi Gambut, POJK Nomor 51/POJK.03/2017 tentang penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik hingga moratorium Inpres Nomor 8 tahun 2018 tentang perbaikan tata kelola sawit. Namun, data-data diatas menjadi bukti implementasi beberapa peraturan dan kebijakan pemerintah belum maksimal.

Terdapat kelemahan dari peraturan dan kebijakan pemerintah dalam mendukung pelestarian lahan gambut adalah lemahnya pengawasan dan penindakan implementasi keuangan berkelanjutan.

Padahal, penerapan keuangan berkelanjutan bisa mejadi potensi yang besar karena terdapat kesadaran kolektif dimasyarakat. Dampaknya perekonomian nasional bisa tumbuh tanpa adanya deforestasi lahan gambut. Hal ini memberikan gambaran bahwa komitmen yang terbentuk antar stakeholder untuk mengembangkan pembiayaan berorientasi lingkungan hanya terealisasikan diatas kertas.

Mahfud Roid Fatoni merupakan pemenang kedua dalam TJF Challenge Citizen Journalism yang merupakan bagian dari acara Peat Party, diselenggarakan oleh Tay Juhana Foundation dan didukung oleh Geotimes. Acara ini dipersembahkan untuk memperingati Hari Gambut Sedunia yang jatuh pada setiap tanggal 2 Juni.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.