Senin, Oktober 7, 2024

Mereka yang Merasa Aman dan Terancam

Kebudayaan indonesia yang sopan santun baik dalam berperilaku, berpikir dan cara berpakaian. Namun, hal ini sangat berbanding terbalik dengan kasus kekerasan seksual yang sangat sering terjadi di indonesia, bahkan pelecehan seksual sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat indonesia, karena tingginya kasus pelecehan seksual di Indonesia. Dari data Komnas Perempuan mencatat pada 2014 terdapat 4.475 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan. Angka tersebut meningkat pada 2015 yakni sebanyak 6.499 kasus. Pada 2016 angka tersebut menurun menjadi 5.785 kasus dan pada 2017, ada 2.979 kasus kekerasan seksual di ranah KDRT atau relasi personal dan sebanyak 2.670 kasus terjadi di ranah publik atau komunitas.
 
Laporan tahun 2018, kekerasan seksual di ranah publik mencapai angka 3.528 kasus (26%), di mana kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.670 kasus (76%), diikuti berturut-turut: kekerasan fisik 466 kasus (13%), kekerasan psikis 198 kasus (6%), dan kategori khusus yakni perdagangan manusia 191 kasus (5%), dan kasus pekerja migran 3 kasus. Di Ranah (yang menjadi tanggung jawab) Negara, dari sebanyak 247 kasus adalah kasus kriminalisasi dalam konflik sumber daya alam, termasuk diantaranya penggusuran di wilayah Bali, Jawa Barat, Jakarta, dan Sulawesi Selatan.
 
Data tersebut menunjukkan bahwa kita sedang hidup dalam keadaan yang tidak aman dan sangat terancam, hal ini merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan dan harus menjadi perhatian yang sangat intensif bagi pemerintah dalam menangani kasus pelecehan seksual di indonesia. Perempuan dan anak-anak yang merupakan korban terbesar dan yang selalu menjadi target pelecehan seksual yang terjadi karena masih dianggap mempunyai kekuataan yang lemah, apalagi melihat kebudayaan patriarki yang masih tinggi dalam masyarakat, sehingga sering memandang perempuan dengan sebelah mata. hal ini tentunya akan semakin menganggu perempuan dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya baik ketika ingin memasak, berbelanja, dan ketika sedang naik angkutan umum. Dan juga akan mengancam keberadaan perempuan baik dalam lingkungan rumah, ruang publik, bahkan ruang negara.
 
Pelecehan seksual tentunya sangat berdampak buruk bagi kesehatan si korban baik dari jasmani maupun rohani yang bisa menimbulkan trauma bahkan sampai berujung pada kasus bunuh diri. Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual merupakan tindakan tindakan yang merujuk pada nuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik, yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang.
 
Tindakan ini termasuk siulan, main mata, komentar atau ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi-materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual, sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin hingga menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan. Namun hal ini sangat berbanding terbalik dengan yang terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang masih mengkategorikan tindak pelecehan seksual yang hanya terbatas ketika sudah adanya kontak persetubuhan antara pelaku dan korban.
 
Rumusannya pun mengharuskan ada unsur persetubuhan artinya, jika tidak ada penetrasi dari penis ke vagina, bukan merupakan tindak pidana perkosaan. Pelaku hanya akan terkena tindak pidana jika sudah melakukan persetubuhan secara langsung. ini merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan melihat data kasus pelecehan seksual yang cenderung naik dari tahun ke tahun. merupakan suatu bentuk ketidakadilan yang masih terjadi di indonesia artinya jika pelaku hanya masih mengejek atau bermain mata ataupun menyentuh dibagian tubuh korban yang bermaksud melecehkan korban dan memenuhi hasrat seksualnya, berarti pelaku belum bisa masuk dalam tindak pidana. Tak hanya itu, definisi perkosaan juga dibatasi dengan mengharuskan ada unsur kekerasan fisik, mengesampingkan kekerasan dalam bentuk lain yang memengaruhi mental korban. Bahkan belum lagi dengan kondisi yang semakin menyusahkan artinya jika dalam kondisi tertentu bahkan pelaku bisa mendapat keringanan hukuman, seperti dalam kondisi mabuk dan tak sadarkan diri.
 
 
Dalam kasus di Lubuk Pakam, Medan, pada 4 Juli 2007, terdakwa berinisial YK dan lima teman lainnya divonis hanya 5 bulan penjara setelah memperkosa korban yang tak sadarkan diri. Vonis ini sangat ringan dari tuntutan jaksa lantaran hakim mempertimbangkan “korban sedang dalam kondisi dan pernah melakukan hubungan badan sebelumnya.
 
Kasus lain, MA, warga Simalungun, Jambi, divonis 5 bulan penjara setelah memperkosa korban, yang jadi pasiennya, pada Oktober 2013. Hakim memberikan keringanan hukuman karena korban “sudah tidak perawan” dan “tidak ada unsur paksaan” dalam kejadian tersebut. Ini merupakan bentuk ketidakadilan yang masih terjadi di Indonesia karena Undang-Undang kekerasan seksual yang masih kontroversi dan masih banyak memihak kepada pelaku.
 
RUUPKS (Rancangan undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) menjadi salah satu solusi alat agar hukum yang adil dapat terwujud dan bisa meminimalisir kasus kekerasan seksual di Indonesia. RUUPKS menjadi sangat penting karena dalam RUUPKS menjelaskan bahwa pelecehan seksual bukan hanya diartikan dalam bentuk fisik dan hubungan badan. Tetapi pelecehan seksual bisa dalam bentuk fisik maupun tidak.
 
Kemudian tidak memakai kata persetubuhan dan pencabulan, agar maknanya tidak sempit soal fisik belaka tapi melainkan ada faktor psikis dan mental yang perlu diperhatikan. bahkan RUUPKS mengatur berbagai macam tindakan kekerasan seksual, terdapat sembilan jenis bentuk kekerasan seksual yang dijabarkan secara detail. Kekerasan itu ialah, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan aborsi.
 
Kemudian ada perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pembudakan seksual dan penyiksaan seksual. RUUPKS juga mengatur bagaimana hak korban dalam mendapatkan Penanganan, Perlindungan, dan Pemulihan Korban sehingga adanya pembangunan semangat psikis korban dan korban akan mendapatkan jaminan hukum dan mengupayakan kesejahteraan dan kehidupan yang bermartabat dengan berlandaskan prinsip pemenuhan hak korban.
 
Dalam mengurangi kasus kekerasan seksual RUUPKS juga mengakomodasi pelaku dengan menempatkan pelaku di pusat rehabilitasi khusus yang berupaya untuk mengubah pola pikir, cara pandang, dan perilaku seksual terpidana dan mencegah keberulangan kekerasan seksual oleh terpidana yang mencakup penyediaan jasa pendidikan, medis, psikologis, psikiatris dan/atau sosial oleh Negara.
 
Namun penetapan RUUPKS yang terkesan lambat dan tidak ditanggapi oleh pemerintah. Hal ini semakin memnberikan gambaran jelas bahwa negara indonesia saat ini sangat tidak memperdulikan kasus kekerasan seksual. kasus kekerasan seksual yang sudah banyak diberitakan di televisi dan ditulis dimedia-media online bahkan sudah disuarakan masyarakat mulai dari banyaknya masyarakat dan komunitas-komunitas perempuan yang turun kejalan, menuntut agar negara segera mensahkan RUUPKS namun masih juga tidak ada jalan terang. Lalu siapa yang harus disalahkan, apakah takdir sebagai perempuan, ah, sangat lucu jika menyalahkan takdir, kita tidak bisa memilih dilahirkan dari rahim siapa dan memilih jenis kelamin apa.
 
Namun, aku sangat khawatir dan ketakutan ia bisa memangsaku dimana saja dan kapan saja, jika aku sudah dimangsanya, ah sudahlah jangan tanyakan kembali tentang kehidupan kepadaku, tapi begitulah kondisinya kata seorang perempuan, lalu siapa yang harus disalahkan?. Negara seharusnya menjamin setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Seperti yang diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa setiap bentuk Kekerasan
 
Seksual merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihapus. Maka sudah seharusnya negara mempercepat kinerja dengan segera mensahkan RUUPKS yang merupakan bagian sangat penting dalam pengaturan dan penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia sehingga terbentuknya landasan hukum yang adil dan tidak memihak dan tidak juga merugikan dari kedua belah pihak.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.