Jumat, Maret 29, 2024

Riza Patria “The Real Gubernur DKI Jakarta”

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Peneliti Senior MAARIF Institute dan Komisaris Independen PT. Kereta Api Indonesia

Beberapa waktu lalu anggota legislatif DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Anthony Winza Probowo mengatakan, jangan-jangan Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria adalah the real Gubernur DKI Jakarta. Ungkapan ini merupakan bentuk kritik kepada Anies Baswedan yang jarang terlihat hadir pada rapat pembahasan anggaran di DPRD.

Padahal rapat-rapat tersebut sangat menentukan, karena menyangkut prioritas program yang terkait dengan rakyat. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir kita mendengar polemik terkait program-program yang diajukan dan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebut saja soal lem aibon, pengadaan bolpoin, rumah DP 0 persen, dan pengadaan lahan pemakaman.

Yang terbaru adalah program Formula E yang berujung pengajuan interpelasi dari fraksi PDIP dan PSI kepada Anies. Program Formula E dianggap tidak sensitif pada masa pandemi Covid-19, lebih baik difokuskan untuk membantu pemulihan ekonomi rakyat. Apalagi dari berbagai hasil kajian ditemukan bahwa perhelatan Formula E selalu mengalami kerugian.

Rencana interpelasi tersebut mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk para pengamat kebijakan dan anggaran. Interpelasi dianggap langkah penting untuk menyudahi polemik, karena Anies memiliki kesempatan untuk memberikan penjelasan mengapa Pemprov telah menyetor Rp 560 miliar sebagai comitment fee, padahal kegiatannya belum berlangsung. Diduga hanya Jakarta dari 24 kota di berbagai negara penyelenggara Formula E yang mempunyai klausul commitment fee.

Interpelasi dan desakan dari berbagai pihak tidak menyurutkan niat Anies untuk tetap melanjutkan program Formula E. Anies bahkan melakukan perlawanan dengan mengumpulkan 7 fraksi di DPRD untuk menolak interpelasi. Kuatnya perlawanan Anies terhadap desakan interpelasi dinilai banyak pihak menunjukkan adanya ketidakberesan pada program Formula E.

Padahal jika membaca Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, interpelasi hanyalah forum untuk meminta keterangan kepada gubernur mengenai kebijakan Pemprov yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Lalu mengapa Anies seperti ketakutan menghadapi interpelasi? Ini yang menjadi pertanyaan banyak pihak dan warga DKI. Justru forum interpelasi bisa menjadi momentum bagi Anies untuk meyakinkan warga DKI, bahwa Formula e telah sesuai ketentuan dan merupakan program yang baik untuk kebangkitan ekonomi warga DKI.

Alih-alih menghadapi interpelasi, Anies malah tidak memiliki keberanian untuk memberikan penjelasan di hadapan wakil rakyat. Untuk menutupi ketidakberaniannya, ia selalu berlindung dibalik rakyat dengan pernyataan “bagi kami yang penting warga Jakarta, bukan interpelasi”. Pernyataan ini menunjukkan ketidakpedulian Anies terhadap aspirasi banyak kalangan dan warga jakarta. Berdasarkan temuan survei Nusantara Strategic Network (NSN), mayoritas publik DKI Jakarta setuju dilakukan interpelasi, yaitu sebanyak 71,5 persen.

Menurut penjelasan fraksi PDIP dan PSI, Anies tidak memiliki keberanian untuk hadir pada rapat-rapat pembahan anggaran dan selalu diwakilkan kepada Riza Patria. Keberanian Wagub Riza Patria hadir pada pembahasan anggaran menunjukkan sikap seorang pemimpin yang mengerti bahwa DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat.

Sikap Riza Patria ini patut mendapat apresiasi, karena seorang pemimpin tidak hanya berani pada kata-kata tetapi juga pada tindakan. Pemimpin yang baik tidak hanya berlindung di balik kata rakyat, tetapi juga berani menghadapi wakil rakyat.

Jakarta memang harus dipimpin oleh orang-orang yang memiliki keberanian, dan Riza Patria telah membuktikannya. Jakarta membutuhkan sosok seperti Riza Patria. Warga Jakarta patut mempertimbangkan Riza Patria sebagai pemimpin Jakarta setelah Anies Baswedan.

Keberanian Riza Patria berbeda pandangan dengan Anis menunjukkan bahwa Riza Patria adalah orang yang memiliki karakter keteguhan pada sikap dan pendirian. Riza Patria tampaknya bukan tipe pemimpin yang lebih mementingkan citra ketimbang solusi.

Beberapa perbedaan sikap Riza Patria dengan Aneis terkait masalah Ibu kota terlihat dari soal koordinasi penanganan Covid-19 di aglomerasi Jabodetabek, lockdown akhir pekan, boleh tidaknya bermain skateboard di trotoar, membawa kerabat dalam arus balik ke Jakarta semasa pandemi, hingga penutupan Holywings terkait pelanggaran PPKM.

Riza Patria bakal menjadi the real gubernur, jika mampu konsisten dengan sikap dan keberaniannya berpihak pada kepentingan rakyat, ketimbang hanya kata-kata dan mempersolek diri sebagai pemimpin yang merakyat tetapi tidak mendengar suara dan aspirasi rakyat. Apalagi secara politik Riza Patria didukung oleh kendaraan partai politiknya, Gerindra.

Endang Tirtana
Endang Tirtana
Peneliti Senior MAARIF Institute dan Komisaris Independen PT. Kereta Api Indonesia
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.