Masih ingat kan saat musim kampanye, ada yang gratis tapi bukan bantuan. Begitu hebatnya mesin politik memainkan suasana, seketika orang-orang di kampung dibuat heboh kedatangan tim sukses bagi-bagi sembako. Isinya lumayan cukup mengurangi ongkos bulanan, ada beras, gula, garam, minyak goreng dan lain lain. Supaya lebih afdhol, diberi baju gratis bernomor punggung 01 yang disponsori ‘Pasangan Kesejahteraan Rakyat’.
Saat itulah partai politik berubah wujud bagaikan peri penyelamat ‘dapur’ yang datang dari negeri ‘sembako’ membawa semangat kesejahteraan dan dibumbui semboyan ‘rakyat tidak boleh miskin’. Begitulah faktanya, mau bukti, tunggu masa kampanye.
Bukan ingin menyindir eksistensi Parpol yang benar-benar politis dalam segala keputusan dan arah pergerakan. Dalam kondisi genting seperti sekarang ini, rakyat butuh orang-orang yang dulunya penyelamat. Terlepas soal politisasi, mestinya ada sikap kepedulian kepada rakyat yang sedang berupaya sendiri agar selamat dari kengerian virus corona.
Di saat rakyat gamang karena kelangkaan masker dan hand sanitizer, politisi sibuk mencari kesalahan Anies Baswedan, menyalahkan Presiden Joko Widodo hingga perang tagar di twitter. Belum lagi akan ada kondisi lebih buruk lagi setelah jumlah pasien positif Virus Corona per Kamis 19 Maret 2020 bertambah menjadi 309 orang, 25 orang di antaranya meninggal dunia. Mengerikan bukan?
Saat rakyat butuh masker, tidak mungkin bergantung penuh kepada pemerintah yang super sibuk mencegah dan menangani penyebaran virus corona. Di situasi ini mesti ada organisasi yang peduli menyiapkan alat pelindung diri. Setidaknya turun gunung menenangkan wakyat yang panik.
Sampai saat ini hampir sulit ditemukan parpol yang membagi-bagikan masker dan hand sanitizer. Bahkan setidaknya meracik hand sanitizer untuk dibagi-bagikan kepada rakyat. Tapi apa daya, beginilah wajah politik yang sebenarnya sangat berbeda ketika kampanye atau musim politik.
Dalam kondisi serba tidak karuan, kepanikan di mana – mana, arus kritik penanganan dan pencegahan virus semakin kuat, justru organisasi yang notabene dekat dengan rakyat tidak menunjukkan eksistensinya. Jangankan bagi-bagi masker, membantu rakyat agar tenang tampak sulit didapatkan.
Saat genting begini, parpol justru tidak membagi-bagikan masker dan hand sanitizer ketika virus corona mewabah. Lain cerita saat masa kampanye, apapun bisa diberikan selama dipandang sebagai sarana memikat hati rakyat.
Justru yang ditampilkan para politisi adalah kritik. Sebagai wadah aspirasi rakyat, memang itu tidak salah. Dari definisi dan tujuan serta fungsi dari partai politik maka dapat dirumuskan secara umum, bahwa tugas dari partai politik adalah sebagai mediator antara rakyat dengan pemerintah, dan juga sebaliknya. Secara garis besar, partai politik merupakan organisasi yang diciptakan untuk membantu mewujudkan visi pembangunan pada segmen demokrasi dan politik.
Menariknya dari organisasi politik ini, ada tanggung jawab moral kepada rakyat untuk memastikan adil dan makmur benar-benar terwujud. Entah melalui jalur parlemen atau non-parlemen. Tapi agak kurang rasanya kalau hanya sibuk bermain pada jalur Parlemen melalui kader – kader politisinya.
Pemerintah telah menetapkan pandemi virus corona sebagai bencana nasional non alam. Status kebencanaan ini diperkirakan berlangsung relatif lama sesuai kondisi penanganannya. Seluruh stakeholder terlibat di dalamnya diberikan tugas sesuai bidangnya masing – masing.
Ada lagi, inisiatif organisasi non pemerintah juga turut andil dalam upaya segera membesarkan Indonesia dari virus corona. Bahkan organisasi sekelas Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) ikut membantu.
Bukan soal pembagian wilayah segmen peran organisasi, tapi masalah kemanusiaan adalah tanggung jawab bersama tanpa melihat apa model organisasinya. Apapun dan bagaimanapun model organisasi itu, dalam landasan filosofisnya selalu ada narasi kerakyatan.
Bila dibawa dalam konteks pandemi virus corona di Indonesia, narasi ini sangat berkaitan erat sikap peduli terhadap kualitas kesehatan rakyat. Tapi faktanya, parpol justru sibuk memikirkan nasib Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena wabah corona dan menunggu skema dari penyelenggara agar Pilkada tidak memicu bertambahnya jumlah kasus virus corona.
Membayangkan situasi itu, bila berfikir oportunis dan praktis, bagi – bagi masker dan hand sanitizer sangat menguntungkan parpol agar tetap mendapat kepercayaan di tengah wabah. Mengingat wabah ini belum bisa diprediksi kapan akan berakhir. Efisiensi waktu sangat menentukan keberhasilan parpol.
Bayangkan semua parpol berlomba-lomba membagikan masker kepada rakyat, sisi keuntungannya adalah mampu menjaga hasrat rakyat berpolitik agar tetap stabil. Maka potensi munculnya stigma parpol hanya hadir menjelang pilkada, reses atau kunjungan kerja sangat sendikit. Di saat bersamaan, parpol akan lebih dikenal oleh rakyat karena kepeduliannya. Bukan hanya peduli ketika masa kampanye telah tiba.
Tidak ada kata terlambat untuk terjun ke masyarakat. Mengingat virus corona masih terus menghantui masyarakat Indonesia. Baiknya parpol berkontribusi nyata menjamin kualitas Kesehatan rakyat. Apabila sanggup pula melakukan hal lain selain bagi-bagi masker dan hand sanitizer, mungkin ada aksi lain yang bisa dilakukan parpol, misalnya kampanye pencegahan virus corona atau mengedukasi pola hidup sehat.
Pokoknya aksi nyata yang bersentuhan langsung dengan rakyat. Kalau pun tidak membagi-bagi masker, setidaknya membantu rakyat bisa memiliki hand sanitizer atau mendistribusikan tempat-tempat umum.