Gelombang penolakan terhadap sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah makin meluas. Aksi-aksi mahasiswa dan pelajar tidak hanya meletup di ibu kota, tapi menjalar ke berbagai daerah. Kabar terakhir satu orang mahasiswa tewas saat demonstrasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Semua kekisruhan bermula dari ngototnya anggota DPR yang sudah mau habis masa jabatannya menggenjot pembahasan banyak RUU. DPR yang kerap dikritik karena lambat menghasilkan produk legislasi tiba-tiba berubah jadi getol menyelesaikan sekian RUU sekaligus.
Padahal Presiden Jokowi sudah bersikap bijak merespons aspirasi masyarakat yang menghendaki ditundanya beberapa RUU, di antaranya rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP). Tetapi entah bagaimana, DPR masih berusaha melobi Presiden untuk meloloskannya.
Partai-partai pendukung Jokowi semula berubah sikap kompak mendukung penundaan. Namun dalam hitungan hari mereka kembali bertemu Presiden untuk meminta kembali dilanjutkan pembahasan. Ketegasan sikap Presiden untuk tetap menunda membuat langkah partai-partai terhenti.
Yang makin membuat kisruh, sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang minim koordinasi dengan Jokowi dalam membahas RKUHP dan revisi UU KPK. Tampaknya Yasonna lebih memilih setia kepada PDIP sebagai partai pengusungnya alih-alih Presiden sebagai atasannya.
Ketidakjelasan sikap Yasonna memicu kebingungan di mata publik yang berdampak negatif terhadap Jokowi. Hal ini harus menjadi catatan ke depan bagi Jokowi dalam memilih para pembantunya. Jangan lagi memilih calon menteri yang tidak loyal pada perintah Presiden terpilih.
Jokowi harus waspada dan hati-hati kepada partai-partai pendukungnya, betapapun mereka telah berjasa memenangkan dalam pertarungan Pilpres lalu. Jangan sampai karena ulah partai-partai maka Jokowi yang harus menanggung akibatnya.
Dalam perkembangan terakhir, Jokowi mempertimbangkan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Pernyataan itu diungkapkan setelah Jokowi mendengar masukan dari sejumlah tokoh bangsa dalam pertemuan di Istana.
Tak hanya itu, Jokowi juga mengundang para pimpinan mahasiswa untuk berdialog secara langsung. Jokowi menghargai tuntutan mahasiswa yang digelar dalam serangkaian demonstrasi di banyak kota, dengan tetap mengingatkan agar menghindari aksi-aksi yang berujung rusuh.
Tampak jelas bahwa Jokowi tidak ingin menjadi sosok seorang diktator yang memerintah secara otoriter. Jokowi selalu berusaha menyerap suara publik sebagai cerminan dari aspirasi demokrasi. Yang sering terjadi, elite-elite politiklah yang berusaha membajak suara rakyat dan menekan sang Presiden.
Sesuai dengan pernyataan usai memenangkan Pilpres bahwa tak ada beban dalam periode kedua, sudah seharusnya Jokowi tak perlu terlalu menggubris tekanan elite-elite di sekitarnya. Jangan sampai kepentingan mereka merasuki pilihan kebijakan yang diambil alih-alih mendengarkan suara rakyat.
Sebagai penutup, penulis mengucapkan bela sungkawa atas gugurnya mahasiswa pejuang demokrasi, Randi kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Sultra. Penulis mengingatkan kepada aparat yang berwenang, bahwa menyampaikan pendapat jangan dijawab dengan tembakan peluru.
Si Anak Kampung, Alumni IMM Komisariat H. Agus Salim, IAIN IB Padang