Kamis, Mei 2, 2024

Pergulatan Kebenaran dan Retorika, Perjalanan Kaum Sofis

Sofis merujuk pada para filsuf atau individu berpikiran tajam pada abad ke-5 SM di Athena. Era ini ditandai dengan munculnya kaum Sofis sebagai penanda akhir periode filsafat sebelumnya yang lebih meneliti asal-usul alam semesta. Salah satu tokoh besar dari era ini adalah Socrates, meskipun pendekatan pemikirannya berbeda dengan kaum Sofis.

Kaum Sofis memiliki pandangan serupa dengan para filosof pra-Socrates dalam hal skeptisisme terhadap mitos-mitos tradisional. Namun, mereka kurang tertarik pada pertanyaan tentang alam semesta. Bagi mereka, manusia tidak mampu memahami misteri alam dan jagad raya. Kaum Sofis menganut relativisme, dengan pandangan bahwa benar dan salah bersifat relatif tergantung pada individu. Sebagai contoh, Protagoras menyatakan, “Manusia adalah ukuran segala sesuatu,” menekankan pada relativitas kebenaran.

Mereka memiliki keahlian di berbagai bidang pengetahuan, seperti bahasa, politik, dan retorika. Kaum Sofis gemar berkelana ke berbagai negara untuk memperoleh pengalaman yang luas.

Di Athena pada masa itu, siapa pun yang ingin berperan dalam masyarakat harus memiliki keterampilan politik dan penguasaan dalam berbagai bidang. Retorika menjadi seni berbicara yang penting dalam politik. Kaum Sofis mencari penghasilan dengan menjadi guru berkeliling, mengajarkan keterampilan kepemimpinan kepada warga.

Mereka mengklaim mengajarkan “kebajikan politik” dan keterampilan berpolitik. Selain itu, kaum Sofis juga mengajarkan retorika. Namun, retorika mendapatkan reputasi negatif karena bisa digunakan untuk memanipulasi opini dan mendapatkan kekuasaan.

Menurut Protagoras, retorika bisa digunakan untuk “mengubah argumen lemah menjadi yang kuat.” Pesan yang disampaikan dengan baik dan menarik cenderung lebih diterima daripada pesan yang rumit dan membosankan.

Xenophon berpendapat bahwa kaum Sofis mengejar keuntungan pribadi dan tidak membantu orang lain. Bagi Plato, mereka dianggap negatif, dijuluki “penjaga toko barang spiritual.” Plato melihat Socrates sebagai pengecualian yang telah mengembangkan pemikiran lebih jauh daripada kaum Sofis.

Sofisme bukanlah mazhab yang tetap, karena tidak ada ajaran khusus yang disepakati. Munculnya sofisme merupakan hasil dari perkembangan demokrasi di Athena setelah Perang Parsi pada tahun 449 SM. Ini mendorong pemuda untuk menjalani pelatihan agar bisa berperan dalam politik dan memperoleh jabatan serta kekuasaan.

Dengan demikian, kaum Sofis merupakan kelompok filsuf dan intelektual pada abad ke-5 SM di Athena, yang memiliki pandangan relativistik terhadap kebenaran, mengajarkan berbagai keterampilan, dan memainkan peran penting dalam perkembangan politik dan masyarakat pada masa itu. Meskipun kontroversial, warisan dan dampak mereka dalam sejarah filsafat tidak dapat diabaikan.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.