Sabtu, Mei 4, 2024

Pendidikan Kerukunan

David K Alka
David K Alka
Pemerhati Politik Kontemporer dan Wasekjen PP Pemuda Muhammadiyah (2018-2022)

Kerukunan umat beragama bukan wacana baru bagi kita. Walaupun dalam pengalamannya, negeri ini sempat mengalami konflik dan kecurigaan antar umat beragama, namun kekuatan jaringan aktor dan keadaban warga terus berusaha membumikan kerukunan di tanah air tercinta ini.

Salah satu kekuatan agama untuk kemaslahatan manusia. Wacana kerukunan adalah setara dengan keinginan untuk memaksimalkan kenyamanan dan kesejahteraan hidup manusia.

Muhammadiyah

Muhammadiyah sebagai salah satu kekuatan sosial-politik bangsa Indonesia, tidak bisa diabaikan perannya dalam upaya membangun pendidikan kerukunan beragama. Sejak tahun 1912, perjalanan panjang Muhammadiyah menjadi ruang didik dan pergerakan yang cukup berati dalam mendewasakan Muhammadiyah.

Bidang pendidikan yang menjadi perhatian utama Muhammadiyah menjadi instrumen yang tepat dalam melakukan transformasi sosial. Dalam kaitannya dengan hal ini Muhammadiyah “berhutang pada pemikiran KH Ahmad Dahlan, tokoh pendiri sekaligus peletak dasar gagasan-gagasan pluralisme dan kerukunan beragama.

Mengutip Tarmizi Taher yang mengambil pendapat tesis Dr Alfian dalam “Muhammadiyah: the Political Behaviour of Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism” (1989) ada tiga fungsi Muhammadiyah: pertama, sebagai gerakan reformasi agama. Kedua, sebagai agen transformasi sosial.

Dan ketiga, sebagai kekuatan politik. Gerakan reformasi agama muhammadiyah sangat dipengaruhi oleh pan Islamisme Timur Tengah. KH A Dahlan “membaca” situasi umat Islam Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan di Timur Tengah pada umumnya.

Penjajahan bangsa Eropa terhadap umat Islam menjadi titik keprihatinan KH A Dahlan. Menurutnya, keberagamaan yang dipenuhi mitologi telah melemahkan aqidah dan semangat juang umat Islam. Karena itu reformasi agama adalah kunci utama menuju transformasi sosial dan memperjuangkan kemerdekaan.

Menariknya, sungguh pun titik berangkat keprihatinannya adalah penjajahan bangsa barat atas umat Islam, namun KH A Dahlan tidak menutup diri untuk mengadopsi sistem pendidikan Barat. Ini menunjukkan bahwa beliau memiliki sikap arif dan jenih dalam melihat dan memilah persoalan. Barat harus dimusuhi sebagai penjajah, namun harus dikawani sebagai peradaban.

Agama Kristen yang dibawa para misionaris barat harus dimusuhi sejauh ketika agama tersebut dipakai sebagai kedok imperialisme. Namun sebagai sebuah agama, KH A Dahlan sangat menghormati para pemeluk agama Kristen.

Hal ini ditunjukkan dengan pergaulannya yang amat luas, tidak sebatas sesama umat Islam. sejarah mencatat bahwa beliau sanagat akrab dengan para pastur dan pendeta. Pergaulannya melintasi keimanan dan agama. Beliau menjadikan kemerdekaan dan kebebasan sebagai common platform (kalimatun sawa) dalam perjuangan.

Muhammadiyah memiliki peran dan pengaruh yang amat disegani oleh pemerintah Belanda. Sejak awal sudah terlihat bahwa Muhammadiyah memiliki potensi menjadi kekuatan yang membahayakan negara-negara imperialis.

Dalam perjalanannya, sampai kini, peran yang dimainkan Muhammadiyah ini adalah bagian dari “civil society transformatif”. Menguatkan komitmen kerukunan dan komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Muhammadiyah tidak hanya begumul dalam dakwah saja tapi juga pendidikan, dan sosial keumatan.

Kewibawaan Muhammadiyah terletak pada kemampuan memainkan peran pada khittahnya sebagai bagian dari civil society. Masih menurut almarhum Tarmizi Taher, kerukunan beragama tidak diartikan merukunkan ajaran agama, karena masing agama memang memiliki klaim-klaim kebenaran yang berada pada wilayah sensitif. Dan hal itu wajar, karena pemeluk agama memerlukan keyakinan tersebut.

Maka kerukunan antar umat beragama harus diartikan kerukunan antar pemeluk agama, yang rukun bukan agamanya, tetapi umatnya, yang sama-sama satu bangsa. Kerukunan beragama memang bukan sesuatu yang mudah untuk diwujudkan. Di Barat sendiri, yang saat ini sering mempromosikan kerukunan, ternyata di masa lalu (periode petengahan sampai dengan munculnya renaisance), mereka adalah masyarakat yang gemar bertengkar (Bernard Lewis, 1999).

Bahkan, pemerintah pada masa itu bersikap monolitik, menolak perbedaan pendapat dan memusuhi agama lain. Ini menandakan bahwa Barat membutuhkan proses pergumulan yang tarik menarik selama ratusan tahun untuk menjadi bangsa yang rukun dan menghargai perbedaan.

Kita senantiasa belajar mengembangkan perbedaan menjadi sesuatu yang positif dan konstruktif. Usulan pendidikan kerukunan dapat diperdebatkan. Kerukunan juga tak sebatas antar umat beragama, tapi umat manusia. Kerukunan rakyat itu penting bagi perjalanan republik ini, kini dan nanti. Kalau ada yang mengoyak kerukunan, bisa jadi ada masalah di kepemimpinan republik ini. Wassalam  

David K Alka
David K Alka
Pemerhati Politik Kontemporer dan Wasekjen PP Pemuda Muhammadiyah (2018-2022)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.