Dulu, sekalipun Pak Soeharto dikenal sangat diktator, namun negara ini boleh dikatakan aman. Pejabat yang mau korupsi jelas sangat ketakutan. Mereka harus berpikir dua kali lantaran dampak yang harus ditanggung ketika berani melangkah untuk korupsi.
Zaman sekarang ternyata berbanding terbalik. Orang korupsi dilakukan secara terang-terangan. Anehnya, kadang dilakukan secara masal. Mereka tidak takut akan korupsi karena bagi mereka korupsi adalah hal yang “wajib” dilakukan guna mengembalikan modal.
Banyak orang berpikir bahwa saat ini adalah demokrasi, namun pada saat bersamaan banyak pula yang kangen dengan pemerintahan Pak Harto. Makanya tidak mengherankan kalau di jalan raya kita sering melihat truk yang ada tulisannya, “Piye to le, iseh enak jamanku to?” (Gimana nak, masih enak jamanku kan?).
Begitulah saat ini. Korupsi seakan-akan sudah menjadi budaya. Siapa yang tidak korupsi rasanya akan rugi karena tidak bisa mengembalikan modal awal. Ini biasanya berlaku bagi anggota dewan dan pemimpin daerah di seluruh pelosok negeri.
Demokrasi yang sejatinya adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, dalam praktiknya tetnyata tak seindah yang dibayangkan. Bisa dikatakan, zaman ini adalah demokrasi namun sesungguhnya jauh lebih parah bila dibandingkan dengan zaman orde baru. Pungutan liar merajalela, namun ternyata tidak bisa diberantas.
Uanglah yang ternyata berbicara. Mau melamar kerja harus menggunakan uang, mau kuliah juga harus uang, dan lain sebagainya. Pada intinya, uanglah yang menjadi nomor utama.
Apakah negara ini perlu dikembalikan lagi seperti zaman orde baru? Boleh saja. Mungkin akan terlihat keras, kejam, arogan dan lain sebagainya. Tetapi, negeri ini sesungguhnya akan aman dari dunia korupsi yang merupakan musuh besar negara. Semoga bermanfaat.
