Kamis, Maret 28, 2024

Menjaga Integritas Ala LBH

Arman Dhani
Arman Dhanihttp://www.kandhani.net
Penulis. Menggemari sepatu, buku, dan piringan hitam.

Saat riset tentang LBH Jakarta, saya menemukan hal yang membuat saya malu sebagai individu. Bagaimana bisa sebuah lembaga berjuang membela nilai secara konsisten meski harus melawan orang yang dihormati atau berseberangan dengan teman sendiri.

Seorang teman di Jogja menyebut cerita LBH-LBH di daerah bisa jadi lebih epik. Karena mereka harus melawan banyak lapisan. Seperti preman, penyalahgunaan kekuasaan lokal, perusahaan, atau bahkan teman sendiri jika berseberangan kepentingan.

Dalam kasus penggusuran di Jakarta saat Ali Sadikin berkuasa, LBH bertikai, berperkara sampai pengadilan. Meski kita tahu, Lembaga itu didirikan sebagian karena dorongan Ali Sadikin, bahkan mengeluarkan anggaran khusus untuk membiayai lembaga itu.

LBH juga kerap bersitegang dengan kelompok muslim. Mereka ini dianggap pro komunis, membela gerwani, hanya karena merelakan sebagian kantornya untuk dijadikan acara seminar bertajuk 65. Padahal Kasus Tanjung Priuk, pelarangan Jilbab, sampai pembelaan Abu Bakar Ba’asyir juga dilakukan.

Di lain tempo LBH pernah dikritik, diejek, dan dikecam karena membela “orang-orang yang dituduh terorisme”. LBH Makasar pernah mengadvokasi lima mahasiswa NTB yang dituduh teroris, setelah penyelidikan ternyata bukan. LBH tidak sedang membantu teroris, mereka sedang membantu menjaga hak warga negara untuk merasa aman dari kerja buruk aparat keamanan.

LBH juga dikecam karena dianggap berpihak pada terorisme dengan menolak hukuman mati. Lebih dari itu dianggap tidak membela hak korban. Lha LBH itu salah satu pihak yang paling getol mendorong penjaminan Hak Korban dalam Revisi UU Terorisme.

LBH percaya aksi terorisme itu adalah kejahatan pidana, maka penanganannya harus pula dilakukan melalui model pendekatan penegakan hukum yang mensyaratkan adanya penghormatan terhadap prinsip negara hukum, tatanan negara yang demokratik, serta menjamin perlindungan kebebasan dan HAM.

Orang bisa menyebut LBH Jakarta oportunis. Tapi saya melihat mereka bersetia pada nilai. Membela kepada yang ditindas, siapapun yang berperkara. Bahkan meski sering berbeda pendapat tentang proses penggusuran di Jakarta, LBH mengeluarkan sikap khusus membela Ahok dalam hal penistaan Agama. Menurut LBH, Ahok tak bersalah, oleh karena itu ia harus dibela.

LBH Jakarta pernah merilis riset tentang penggusuran di Jakarta, hasilnya digunakan untuk mengadvokasi kelompok miskin kota. Meski tak sedikit risetnya digunakan untuk mengkritik Gubenur Jakarta saat itu, Ahok. Maka saat ini mereka merilis laporan tentang reklamasi, ada orang yang menggunakan riset itu untuk menghatam Gubenur Jakarta saat ini, Anies.

Orang-orang yang dulu menghina-hina hasil riset LBH Jakarta soal penggusuran, mungkin akan menyanjung, memuji, dan membagikan riset soal reklamasi. Hanya agar punya alasan menghajar Anies Baswedan. Perilaku yang demikian sah saja, meski tak lebih baik dari burung pencari bangkai.

Saya percaya LBH hanya contoh dari konsistensi dan integritas. Bahwa saat kita mengkritik sebuah kebijakan, bukan karena sosok pembuat kebijakan itu, tapi memang kebijakan itu yang salah. Misalnya hanya karena menolak menghukum mati teroris, bukan berarti mereka setuju dengan terorisme atau nilai yang diusung mereka.

Konsistensi ini juga diusung pada kasus reklamasi dan penggusuran. Reklamasi Jakarta siapapun yang jadi Gubernur, semestinya memang diprotes dan dilawan, bukan malah membela hanya karena Ahok, lalu ikutan gebuk menolak karena berganti Anies.

Menurut LBH Teluk Jakarta haruslah dipulihkan dan dikembalikan kepada seluruh warga Jakarta, termasuk nelayan dan masyarakat pesisir, karena reklamasi hanya menghilangkan sumber penghidupan nelayan, merusak lingkungan dan memperbesar potensi bencana di utara Jakarta.

Ini juga bukan soal ikutan trend. Reklamasi yang ada di Jakarta, Benoa, dan Makasar. Masing-masing punya potensi bahaya, menolak potensi bahaya itu yang sedang diperjuangkan, bukan sekedar membenci proyek infrastruktur pemerintah.

Saya percaya orang yang mendukung reklamasi paham benar apa yang mereka perjuangkan, tahu analisis dampak lingkungannya, atau minimal paham benar manfaat bagi masyarakat sekitar, bukan cuma sekedar setuju karena idolanya mengatakan ini perlu.

Karena apa yang lebih menyedihkan daripada membela kebijakan berdasarkan pesona, bukan kajian kritis atau analisa kepentingan publik. Mereka yang menolak pun harus siap diuji, penolakan berdasarkan kepedulian lingkungan, keberpihakan masyarakat miskin, atau tata kelola kota yang dianggap menyimpang.

Dalam hal reklamasi dan penggusuran baik untuk pembangunan infrastruktur atau pembangunan pabrik, di manapun, tak cuma di Jakarta. Mereka yang mendukung semestinya berpijak pada nilai. Nilai yang paling penting adalah mana yang paling menguntungkan publik, dalam hal ini masyarakat atau lingkungannya tidak terdampak buruk.

Apa susahnya memahami, yang dilawan itu kesewenang-wenangan, perusakan lingkungan, dan penggunaan kekerasan dalam membangun, bukan pembangunan itu sendiri. Bukan idolamu atau seorang yang kamu kagumi. Yang dilawan itu kebijakan yang berpotensi merusak, bukan karena benci sosok.

Sebagai bagian dari masyarakat sipil, LBH berperan mengadvokasi kepentingan publik. Ia tidak bicara sosok atau tokoh. Mereka memperjuangkan nilai, yang dilawan merupakan kebijakan, bukan pejabat sebagai individu. Ali Sadikin menunjukkan watak yang luar biasa soal ini, ia pernah bilang Lembaga Bantuan Hukum bagi si miskin harus ada sebagai kontrol penguasa.

“Saya jengkel, tapi mereka harus ada,” kira-kira begitu menurut Ali Sadikin.

Saya belajar dari membaca rekam jejak yang LBH, mereka tidak membenci gubenur, yang mereka benci adalah penggunaan kekerasan, proses intimidasi, dan kesalahan prosedur saat melakukan penggusuran (atau reklamasi). Jika penggusuran itu dilakukan dengan damai, seluruh warga bersedia dengan sendirinya, apa ya LBH Jakarta mau mengada-ada protes?

Arman Dhani
Arman Dhanihttp://www.kandhani.net
Penulis. Menggemari sepatu, buku, dan piringan hitam.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.