Jumat, April 19, 2024

Gaffe Prabowo Subianto dan Politik Identitas

Made Supriatma
Made Supriatma
Peneliti masalah sosial dan politik.

Mungkin Anda tidak terlalu kenal dengan istilah “gaffe“. Kata bahasa Inggris ini artinya kurang lebih “salah omong sehingga memalukan si pembicara”. Dalam politik, salah omong tersebut bisa menjadi blunder atau salah langkah karena ceroboh. Pidato Prabowo Subianto soal hotel-hotel mewah di Jakarta, yang kemudian menyangkut ke orang Boyolali, adalah contoh dari “gaffe” (baca: gaf). Dia mengejek hotel-hotel mewah di Jakarta. Dan kemudian dia menghubungkan dengan ‘tampang-tampang Boyolali’, yakni orang-orang yang hadir dalam pidatonya itu, yang tidak akan pernah bisa masuk ke hotel-hotel mewah tersebut.

Tidak perlu waktu lama bagi para ahli pelintir (spin-doctors) di kubu lawannya membingkai pidato ini sebagai “hinaan terhadap orang Boyolali”. Tentu dengan konsekuensi politik. Pidato Prabowo dipakai untuk menyerang Prabowo sendiri.

Salah omong Prabowo ini menjadi besar. Mulanya, orang membikin video singkat—yang fokus hanya pada bagian di mana hotel dan Boyolali disebut. Video yang beredar kebanyakan berdurasi 1:30 menit saja.

Tayangan video semacam ini memang difokuskan pada kontras antara hotel-hotel mewah (ada Ritz Carlton, ada Waldorf Astoria, ada St. Regis, dll.) dengan “tampang-tampang Boyolali” yang akan diusir kalau masuk hotel-hotel mewah itu.

Video, même, dan berbagai komentar kemudian mengalir di media sosial. TV dan koran juga memuatnya. Pidato ini menjadi perbincangan politik yang besar dan mengubur keseluruhan isi pidato Prabowo yang menyoal pada ketimpangan ekonomi. (Saya menonton keseluruhan pidato yang berdurasi sekitar 6 menit).

Seakan menambah bensin ke dalam bara, pidato yang awalnya candaan Prabowo ini kemudian menjadi bahan “sakit hati” orang Boyolali. Sebuah demo digelar dan Bupati Boyolali pun perlu menyatakan bahwa dia tidak pernah memilih Prabowo. Tidak lupa, sang petahana, Presiden Jokowi perlu menekankan bahwa kakek dan neneknya juga orang Boyolali.

Salah omong ini mendapat kekuatannya karena substansi dari Prabowo Subianto sendiri. Semua orang tahu dia adalah elite dari elitenya Indonesia. Hampir tidak ada orang Indonesia yang menyamai posisinya dalam elite ekonomi dan politik negeri ini.

Kakeknya, Margono Djojohadikusumo adalah pendiri Bank Negara Indonesia; bapaknya, Soemitro Djojohadikusumo adalah mantan menteri di zaman Sukarno dan Soeharto (Ristek, Keuangan, Perdagangan dan Industri) dan dianggap sebagai arsitek ekonomi Orde Baru; salah satu iparnya, Soedrajat Djiwandono, adalah mantan Gubernur Bank Indonesia.

Dia sendiri adalah mantan menantu Soeharto, bekas presiden RI; dia juga letnan jenderal. Sebelum kejatuhannya, kekuasaan Prabowo di dalam ABRI melebihi jenderal bintang empat mana pun karena aksesnya yang sangat besar ke istana. Saudaranya, Hashim Djojohadikusumo adalah salah satu konglomerat Indonesia.

Inilah politik elektoral. Dalam politik macam ini, kemarahan bisa dibikin. Kekesalan bisa dibangun. Demikian juga dengan identitas. Sebelum ini, siapa sih yang peduli dengan orang Boyolali, orang Tasik, orang Wonogori, orang Bantul, orang Tanggamus, orang Purukcahu, orang Karangasem, dan lain sebagainya?

Kalau saya amati, dalam pidatonya itu, Prabowo bermaksud hendak menjadi populis. Dia mempersoalkan ketimpangan dan keadilan ekonomi. Dia juga bermaksud untuk melawankan antara elite atau kaum mapan dengan orang-orang kebanyakan. Jargon-jargon yang dipakainya sangat khas diambil dari pakem-pakem populisme.

Sebenarnya, mudah bagi lawannya untuk menunjukkan kemunafikan Prabowo sebagai populis. Wacana anti-elitenya berlawanan dengan dirinya sendiri. Dia adalah super elite.

Ini sekaligus menunjukkan kelemahan utama Prabowo Subianto. Ketika bicara antielite, antikemapanan, dia tidak mengindentifikasikan dirinya dengan kaum “tampang Boyolali” itu. Cerita menjadi lain, seandainya dia mengatakan, “orang-orang tampang Boyolali seperti KITA tidak akan pernah masuk ke hotel-hotel mewah itu.” (Dari sisi tampang, siapa yang menolak kalau Prabowo juga bertampang Boyolali?)

Jika orang menunjukkan latar belakangnya yang super-elitis itu, Prabowo bisa dengan gampang berkilah, “Jokowi boleh berasal dari orang biasa. Tapi kebijakannya tidak melayani kaum miskin.” Selesai. Kita tidak masuk pada soal identitas. Tapi kita masuk ke kebijakan. Di situ kita berdebat dan mengadu gagasan dan melihat rekam jejak.

Seandainya saja itu yang terjadi, maka perdebatan dalam kampanye ini tidak akan bersandar pada politik identitas. Prabowo akan bisa menunjukkan rekam jejak ekonomi dan politik ekonomi Jokowi selama empat tahun ini.

Kita tidak akan berdebat soal “tampang Boyolali”; atau bendera Tauhid; memilih pemimpin yang seiman; kebangkitan PKI; dan semua isu yang berbasis identitas itu.

Menurut saya, kedua belah pihak memilih cara-cara murahan dan rendahan dalam politik. Mengeksploitasi isu identitas —kedaerahan, kesukuan, dan yang paling besar kerusakannya: agama—tidak akan membawa kita maju sebagai bangsa. Perdebatan ini seharusnya sudah selesai tahun 1945 ketika Republik ini didirikan.

Kampanye yang baik adalah jika Prabowo Subianto bisa meyakinkan rakyat Indonesia bahwa Republik ini tidak menjadi lebih baik dan lebih makmur di bawah kepemimpinan Joko Widodo; dan kemudian menawarkan alternatif dari kebijakan Jokowi.

Sebaliknya untuk Jokowi, dia harus bisa menunjukkan dan meyakinkan rakyat Indonesia bahwa Republik ini sudah maju dan berjalan cukup baik di bawah kepemimpinannya. Dia bisa mendebat alternatif yang ditawarkan kubu Prabowo.

Politik identitas yang merusak itu cukup milik Pilgub Jakarta 2016 saja. Tentu Anda masih ingat bagaimana gaffe ketika itu dibingkai menjadi identitas agama, bukan? Daya rusaknya sangat besar. Kemarahan dan dendamnya masih terasa hingga kini.

Sayang, dari apa yang terlihat sekarang ini, politik semacam ini bukannya berkurang. Ia semakin mengeras dan semakin menggila.

Made Supriatma
Made Supriatma
Peneliti masalah sosial dan politik.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.