Beredar tulisan di grup WA tentang tuduhan penyalahgunaan wewenang oleh menteri Jokowi. Tulisan itu dibuat oleh Agustinus Edy Kristianto. Ia mempertanyakan, bagaimana bisa BUMN membiayai perusahaan milik kakak sang menteri?
Sedangkan pihak yang dituding adalah Erick Thohir dan Nadiem Makariem. Dua menteri Jokowi yang selama ini dianggap cekatan dan bersih. Kedua nama itu dikaitkan dengan persoalan Telkomsel yang membeli saham Goto senilai Rp2,1 triliun.
Agustinus adalah sosok yang kritis terhadap Jokowi. Bahkan mungkin bisa dibilang sering nyinyir. Besar kemungkinan dia ada di kelompok sebelah. Banyak kebijakan Jokowi yang dikritik habis olehnya. Menurut Agustinus, Jokowi hanya sibuk pencitraan.
Tapi terlepas dari posisi itu, ada beberapa kritikan yang sebenarnya juga pernah saya suarakan. Misalnya soal minyak goreng, harga PCR, dan kinerja menteri yang jeblok. Meskipun sudut pandangnya berbeda.
Itu artinya, dalam beberapa hal saya setuju dengan kritikan itu. Karena dampaknya terlihat jelas. Dan yang dirugikan adalah rakyat banyak.
Yang tidak saya setujui adalah tuduhan tanpa dasar. Apalagi jika pijakannya tidak kokoh. Hanya didasarkan asumsi dan otak-atik gatuk. Itu sama saja dengan memfitnah.
Sebenarnya soal Goto-Telkomsel ini bukan isu yang baru. Sepak terjang Erick yang tanpa basa-basi dalam mengelola perusahaan negara memang rentan untuk dimusuhi banyak orang. Mereka yang merasa terganggu dengan upaya pembersihan yang dilakukan Erick, berupaya melakukan serangan balik dengan membangun narasi seperti itu.
Erick selalu dikait-kaitkan dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang di Goto-Telkomsel. Pasalnya, ada nama kakak Erick Thorir, yaitu Garibaldi Thohir di belakang dua perusahaan itu. Narasi ini terpaksa harus terus dibangun, karena sulit menjangkau pribadi Erick.
Tuduhan itu menguat ketika Telkomsel membeli saham Goto. Orang-orang, atau sebut saja Agustinus, menganggap ada intervensi Erick sebagai menteri BUMN. Tidak hanya itu, nama Nadiem Makarim sebagai pendiri Gojek (Goto) juga turut diseret.
Benarkah ada indikasi penyalahgunaan wewenang dalam pembelian saham Goto oleh Telkomsel?
Teori konspirasi semacam ini memang menyenangkan. Tinggal mengaitkan hubungan benang merah satu dengan lainnya. Orang akan mudah setuju. Mereka bahkan tidak perlu bukti.
Namun tuduhan terjadinya penyelewengan kekuasaan di Goto-Telkomsel sulit dibuktikan. Pasalnya, kedua perusahaan itu bukan BUMN. Baik Goto maupun Telkomsel adalah perusahaan swasta.
Banyak yang salah menduga bahwa Telkomsel adalah perusahaan milik negara.
Telkom memang memiliki saham terbesar di sana. Tapi itu tidak lantas membuat Telkomsel menjadi perusahaan negara. Sebab ada BUMN Singapura bernama Singtel di sana. Praktis, pemerintah, khususnya Erick sebagai Menteri BUMN, tidak bisa mengontrol Telkomsel semaunya. Seluruh kesepakatan yang ada murni karena kepentingan bisnis.
Goto merupakan digital platform dengan valuasi terbesar di Indonesia. Telkomsel berinvestasi di GoTo untuk jangka panjang, sebab perusahaan teknologi akan terus menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi digital ke depan.
Sudah banyak perusahaan besar dunia yang berinvestasi di GoTo, antara lain Google, Alibaba, hingga BUMN Singapura, Government of Singapore Investment Corporation (GIC).
Dulu orang Indonesia ribut, kenapa investor Gojek dan Tokopedia asing semua. Nah, sekarang harusnya bangga ada perusahaan lokal seperti Telkomsel yang juga turut berinvestasi. Ini untuk membayar ketertinggalan Telkom di dunia digital, sekaligus mengamankan posisinya pada aset vital perusahaan digital tersebut.
Kemudian yang juga penting dalam kasus ini adalah harus ditemukan bukti adanya penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi Telkomsel dan Goto adalah perusahaan swasta. Harus ada bukti otentik yang menyebutkan Erick telah melakukan intervensi.
Selama kesepakatannya adalah bisnis dan tidak ada uang negara yang digunakan, maka tidak ada “dosa” di sana. Ini yang dinamakan adil sejak dalam pikiran. Tapi jika memang ada bukti penyelewengan, maka itu harus disuarakan.
Narasi yang beredar itu hanya berisi bukti bahwa Garibaldi Thohir memiliki saham di banyak perusahaan. Secara hukum ini sah. Dan tidak ada masalah jika keluarga presiden, keluarga menteri, memiliki jaringan bisnis yang luas. Yang jadi masalah jika ada intervensi kekuasaan.
Dan sejauh ini tidak ada bukti yang mengarah ke sana. Yang ada hanya indikasi kerugian ini, kerugian itu. Hal itupun sudah dibantah oleh Dirut Telkomsel. Dalam konteks bisnis, apalagi perusahaan swasta, yang berlaku adalah konsekuensi bisnis belaka.
Dan sejauh yang dapat saya telusuri, kerja sama kedua perusahaan itu ternyata positif mendongkrak ISHG. Kontan misalnya menulis berita, lonjakan harga saham GOTO menjadi penopang utama IHSG yang ditutup menguat 0,44%.
Saya juga punya catatan untuk menteri-menteri Jokowi. Tapi semua itu berdasarkan fakta di lapangan. Dan kebijakan yang dibuat itu berpengaruh pada orang banyak. Kejahatan “kerah putih” dalam konteks Goto-Telkomsel, jika memang ada, itu hanya konsumsi kalangan atas. Yang berperan besar di sini sebenarnya cukuplah penegak hukum.
Tapi jika kebijakan seorang pejabat mempengaruhi orang banyak, itu yang harus dilawan. Semua orang harus ikut mengawasi, sebab ini menyangkut nasib rakyat kebanyakan. Orang-orang kecil yang menggantungkan diri pada kebijakan yang dibuat penguasa.
Isu yang menyeret Erick Thohir dan Nadiem Makarim itu menurut saya hanya bumbu politik. Sejauh ini tidak terbukti adanya penyelewengan kekuasaan. Dan selama sifatnya desas-desus, kita tak bisa seratus persen setuju. Justru kita harus hati-hati, jangan sampai terjebak ke dalam hoax dan fitnah.
Tingkat korupsi di Indonesia memang tinggi, tapi bukan berarti ini negara gagal yang tanpa hukum. Faktanya banyak pejabat korup yang sudah dijebloskan penjara. Kita memang harus kritis, tapi harus juga tetap optimis. Masih banyak orang baik. Masih banyak pejabat bersih.
Tugas kita adalah bersikap adil, bahkan sejak dalam pikiran, sebagaimana yang diamanatkan oleh Pram.