Sabtu, April 27, 2024

Akhir Perselingkuhan ACT dan Terorisme yang Dipertanyakan

A. Fahrur Rozi
A. Fahrur Rozi
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kasus memalukan lembaga filantropi Aksi Cepat Taggap (ACT) sudah sirna dari pemberitaan media sosial. Tontonan perang narasi sejak Juli lalu, antara pihak berkepentingan dari temuan kasus immoral itu, kini sudah mereda dengan sendirinya. Kasus seolah selesai—atau bahkan sengaja diselesaikan.

Ada tuntutan dan wacana publik yang tertahan di sana; bagaimana akhir kasus yang menimpa ACT; temuan penyelewengan dana dialirkan kemana saja; kemana publik harus meminta keterangan dan kebenaran terkait penyelewengan itu.

Yang kita tahu publik hanya menjadi panggung propaganda narasi untuk kebenaran yang ditutupi. Opini publik dipermainkan dengan framing isu dan fluktuasi konflik yang tidak berkesudahan. Tentu hal yang sangat disayangkan adalah keterlibat patron ketokohan (public figure) negara kita dalam suatu panggung sandiwara dramaturgi kepentingan.

Dalam hal, semisal, temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal aliran dana untuk operasi ideologi terorisme belum menemukan titik terang hingga sekarang. Fakta kuat yang disodorkan oleh PPATK menuai kebuntuan kasus di lembaga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Mereka hanya akan mendalami dan mengkaji kembali. Tidak ada penanganan progresif lebih lanjut dari sekadar wacana yang diumbar itu.

Sejumlah fakta adanya kucuran dana untuk pembiayaan operasi terorisme ditemukan. Transaksi dana 1,7 Miliyar ke sejumlah negara yang beresiko tinggi jaringan terorisme, kucuran dana ke beberapa anggota yang pernah disinyalir bagian anggota Al-Qaeda di Turki, hingga pengelolaan dana untuk kepentingan bisnis dan keuntungan atau profit, melebihi cukup sebagai pijakan dasar mengulik dugaan afiliasi ACT dan terorisme.

Kita patut mengapresiasi lembaga PPATK dan Kementerian Sosial (Kemensos) dalam hal ini. PPATK telah membuka penemuan baru terkait kucuran ACT yang tidak hanya untuk kepetingan personal, melainkan terdapat operasi besar-besaran, yakni terorisme. Dalam taraf yang lebih progres, PPATK juga sudah memblokir akun transaski ACT sebanyak 60 akun. Di samping itu, Kemensos juga telah mencabut izin operasional ACT melalui SK Nomor 133/HUK/2022 sebagai tindak tegas menyikapi itu.

Namun dugaan perselingkuhan ACT dan terorisme belum berkahir. Ada banyak dominasi drama dan penyucian tangan di dalamnya. Publik menuntut kejelasan dari hasil verifikasi oleh BNPT dan Densus 88. Hingga saat ini, BNPT belum menetapkan ACT sebagai daftar terduga terorisme atau organisasi terorisme (DTTOT). Setidaknya, ada kejelasan yang harus disampaikan terkait dugaan penyelewengan dana kemanusiaan untuk operasi musuh kemanusiaan.

Publik menunggu kejelasan dari ini semua, biar panggung silat narasi bisa disudahi.

A. Fahrur Rozi
A. Fahrur Rozi
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.