Selasa, Oktober 15, 2024

The Saga of the People of Laxardal: Maruah Ksatria Wanita

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Narasi prosa dan tradisi ala novel dari kisah Islandia berkembang di Islandia pada abad pertengahan antara paruh pertama abad ketiga belas dan pertengahan abad keempat belas. Masa ini kita mengenal beberapa penulis sastra Islandia—Ari Thorgilsson, yang menulis sejarah Islandia pada awal abad kedua belas dan Snorri Sturluson, yang menyusun legenda dan mitos prosa Edda di pertengahan abad ketiga belas. Beberapa orang percaya bahwa The Saga of the People of Laxardal (ditulis abad ke-13) adalah hasil karya seorang wanita.

Pelbagai peristiwa yang terjadi dalam The Saga of the People of Laxardal ini terjadi pada akhir abad kesepuluh, pada saat Skandinavia beralih dari pemujaan dewa-dewa Norse ke agama Kristen. Setelah penjelasan awal mengapa para pemukim asli meninggalkan Norwegia dan bagaimana mereka menetap di lembah Sungai Lax (Salmon), The Saga of the People of Laxardal ini berfokus pada dua keluarga—yaitu Hoskuld, seorang petani terkemuka dengan beberapa putra, dan Gudrun, seorang wanita tercantik yang pernah lahir di Islandia. Sebagai seorang wanita muda, Gudrun memiliki empat mimpi yang memprediksi nasib keempat pernikahannya.  Hoskuld memiliki beberapa putra, dua di antaranya, Kjartan dan Bolli, adalah yang paling gagah dan menjanjikan.

Gudrun adalah wanita yang berpendirian kuat. Ia menyingkirkan suami nomor satu demi suami nomor dua, tapi suami nomor dua tenggelam. Ia kemudian jatuh cinta dengan Kjartan, dan ketika Kjartan memutuskan untuk pergi ke Norwegia untuk mencari peruntungannya, Gudrun meminta untuk ikut, tapi Kjartan menolak untuk membawanya.

Ketika Kjartan  pergi, Bolli memohon Gudrun agar mau menikahinya. Ia mengatakan kepada Gudrun bahwa Kjartan telah kehilangan minat padanya demi putri raja Norwegia. Ketika Kjartan kembali, lebih kaya dan lebih tampan dari sebelumnya, Bolli dan Gudrun sudah menikah. Kecemburuan, iri hati, dendam, konflik, dan pembunuhan mulai menerpa. Perseteruan menyebar di sekitar lembah, dengan pengkhianatan dan tipu daya, sampai  semua perwakilan keluarga merasa puas dengan kompensasi mereka.

Gudrun mengabdikan dirinya pada agama. Salah satu pertukaran paling terkenal dalam semua sastra Islandia terjadi di bagian paling akhir, ketika putra Gudrun menanyakan suaminya yang mana yang disukainya. Ia berkata, “Yang saya perlakukan paling buruk adalah yang paling saya cintai.” Maksudnya adalah Kjartan, meskipun Gudrun mendorong suaminya Bolli untuk membunuhnya.

Para penulis saga Islandia jauh lebih samar-samar, tidak jelas daripada Murasaki Shikibu. Mereka mengkhususkan diri pada detail yang disajikan secara ekonomis tetapi suka menceritakan detail, dan pembaca perlu hati-hati untuk menangkap arus bawah (undercurrent) cerita.

Pembaca kontemporer dari The Saga of the People of Laxardal ini tidak hanya tertarik pada apa yang terjadi, tetapi juga siapa dan keturunan mereka di abad ketiga belas —yang berfungsi sebagai silsilah saga dan geografi, tidak hanya sebagai cerita.

Semua penulis saga menyadari apa yang ditulis oleh penulis saga lainnya—saga memiliki banyak tokoh yang sama dan banyak efek formal yang juga sama. Misalnya, sering terjadi dalam sebuah saga bahwa seorang tokoh ingin melakukan sesuatu yang menurut orang lain tidak bijaksana.

Ketika ia mengusulkan tindakan ini, jawaban standarnya adalah, “Kamu akan melakukan apa pun yang kamu inginkan dalam hal apa pun.” Ada juga penggunaan pernyataan yang biasa—menjelang akhir kisah ini, sejumlah laki-laki mengelilingi gubuk penggembalaan domba dari salah satu tokoh.  Ketika ia melukai salah satu dari mereka dengan tombak melalui jendela, anggota lain dari yang melakukan penyergapan berkomentar, “Pasti ada orang di dalam.

The Saga of the People of Laxardal berisi tentang masyarakat bersenjata yang dipenuhi warga yang keras kepala dengan kecenderungan kuat terhadap kekerasan. Tokoh-tokoh dalam saga ini sering membuat pilihan yang agaknya sulit dipahami.

Pada awal kisah Laxardal, satu orang menipu orang lain ketika menangkap ikan. Beberapa hari kemudian, pria yang ditipu muncul dan memenggal kepala si penipu. Ia lalu dikejar oleh kerabat pria yang telah dibunuh.

Terlepas dari mimpinya yang ketiga yang meramalkan kematian suaminya yang ketiga melalui pembunuhan, Gudrun meremehkannya dan mendorong konflik. Sebagian keanehan saga Islandia ini berasal dari fokusnya—sebagian besar ditulis sewaktu berlangsungnya pertempuran besar tentang godaan dan kutukan atas adanya pertempuran (pada kenyataannya, masyarakat yang digambarkan saga mungkin lebih damai daripada yang terlihat di saga).

The Saga of the People of Laxardal menghubungkan urutan peristiwa tanpa menyelidiki psikologi tokoh-tokoh, sebab mereka  jarang mengungkapkan motivasi mereka, kecuali dengan satu atau dua kalimat ironis. Saga ini sebetulnya menyumbang bagi teori perilaku manusia, tetapi baik tokoh maupun narator tidak membahas teori itu. Teorinya sederhana dan brutal—orang-orang melakukan apa yang ditakdirkan untuk mereka lakukan, tindakan yang diperbuat sering kali sebuah kebodohan, hanya orang paling bijaksana yang berhasil menghindari bencana, dan sikap terbaik dalam menghadapi semuanya adalah ketabahan yang boleh jadi kelihatan ironis.

Hasilnya adalah datangnya malapetaka dan kemalangan dan tidak adanya kehendak bebas dan rasa penebusan spiritual. Tokoh-tokoh dalam The Saga of the People of Laxardal diperbudak oleh sikap terburu-buru dan kesombongan mereka, dilumpuhkan oleh rusaknya hubungan secara berulang-ulang. Bagi orang-orang Norse ini, hidup begitu cepat sehingga sampai-sampai mereka tidak punya kemewahan untuk merenungkan betapa lajunya waktu berlalu.

Untuk pembaca modern, meskipun, tokoh-tokoh dalam masyarakat Norse memiliki sifat yang sama seperti tokoh-tokoh Jepang yang asing standar moral, seperti terbaca dalam The Tale of Genji.

Gudrun sering disebut sebagai pahlawan wanita terhebat dalam The Saga of the People of Laxardal, tetapi ia tidak memiliki karakteristik moral seperti pahlawan wanita modern yang menarik. Ia kuat, serakah, pemarah, suka iri, berbahaya, dan tidak kuasa mencintai dengan benar, namun ia tidak pernah dinilai dengan sifat-sifat tersebut. Kecantikan dan keagungan ceritanya mengangkatnya menuju kebesarannya.

Betapa pun itu, Gudrun adalah seorang ksatria wanita. Seperti Genji, ia dapat melakukan apa yang kita sebut “dosa” atau “kejahatan” karena ia berada di luar ajaran moral Kristen dan kebiasaan. Itulah klaimnya sebagai protagonis yang layak.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.