Jumat, Maret 29, 2024

Fatwa Taufiq Ismail: Yang Tersesat dan Menyesatkan

Fandy Hutari
Fandy Hutari
Penulis dan peneliti sejarah hiburan. Berminat pada kajian sejarah film dan teater.

Deklarasi Alumni dan Mahasiswa UI Bangkit untuk Keadilan dihadiri Taufiq Ismail (kiri berpeci) di kampus UI Depok, Jumat (27/01/2017). [Sumber: www.hidayatullah.com]
Deklarasi Alumni dan Mahasiswa UI Bangkit untuk Keadilan yang dihadiri Taufiq Ismail (kiri berpeci) di kampus UI Depok, Jumat (27/01/2017). [Sumber: www.hidayatullah.com]
Akhir Januari lalu, publik dikejutkan dengan pernyataan seorang penyair kawakan, Taufiq Ismail. Dalam sebuah acara di Universitas Indonesia, Depok, Taufiq mengatakan, “lagu Bagimu Negeri itu sesat.”

 

Jiwa raga ini diberi karunia oleh Allah SWT, yang Maha Pencipta, dan jiwa ini kembali kepada Allah SWT, tidak pada yang lain,” katanya. “Salah sekali (itu lirik lagunya), istilah ini musyrik,” pungkasnya lugas.

Lagu wajib nasional itu diputar sebelum penyair berusia 85 tahun tersebut naik podium. Tentu saja pernyataan Taufiq itu dalam sekejap meluluhlantakkan bangunan sejarah panjang hingga terciptanya lagu itu. Jika kita menilik sejarahnya, lagu Bagimu Negeri diciptakan dengan semangat perjuangan dan nyawa pun menjadi taruhannya.

Tumbuh dan Besar dari Keroncong

Bagimu Negeri diciptakan oleh komponis ternama Kusbini. Tentu semua orang sudah tahu itu. Barangkali seluruh rakyat Indonesia sudah pernah menyanyikannya, setidaknya ketika masih bersekolah dahulu.

Kusbini lahir di Mojokerto pada 1910. Ia tumbuh dari musik keroncong, yang pada 1930-an memang menjadi salah satu musik hiburan paling digemari dan populer di Hindia Belanda.

Bersama Mochtar, Kusbini pernah memimpin orkes keroncong bernama The Melody Band. Orkes ini tenar pada medio 1930-an. Radio Nirom kerap memutar lagu-lagu The Melody Band dalam program acara Nirom Ketimoeran mereka.

Soeara Nirom Soerabaia memuji orkes ini, sebagai “yang saat ini tengah menarik perhatian banyak sekali diantara pendengar-pendengar kita penggemar keroncong.” (Soeara Nirom Soerabaia, 28 November-11 Desember 1937). Di masa itu, orkes The Melody Band bersaing dengan berbagai macam orkes keroncong yang menjamur di zamannya, seperti Lief Java, Sedep Malem, dan Pantjaran Muda.

Haryadi Suadi dalam tulisannya yang berjudul “Perkembangan Musik Hiburan di Kota Bandung Periode Tahun 1810-1960-an” dalam buku 200 Tahun Seni di Bandung mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan orkses bertumbuh pada masa itu. Pertama, karena industri rekaman pelat gramofon dan siaran radio yang muncul. Kedua, pengaruh musik Amerika gaya modern.

Saat itu, Kusbini menjadi musisi keroncong yang disegani, selain penyanyi tunanetra Annie Landouw, penyanyi keturunan Arab S. Abdullah, dan pencipta Bengawan Solo, Gesang.

Selain pandai bermain beberapa alat musik dan mencipta lagu, Kusbini lihai mengganti lagu-lagu Barat. Budayawan Remy Sylado dalam Ensiklopedi Musik mengatakan, Kusbini memainkan Serenata karya Toselli, Trail of the Lonsome Pine karya Harry Carroll, dan The Broken Melody dengan judul-judul Indonesia. Hasilnya, hingga 30 tahun berlalu, orang-orang masih mengira lagu-lagu itu adalah lagu asli Indonesia.

Ketenaran Kusbini dalam belantara musik keroncong ternyata dilirik sebuah perusahaan film. Pada 1941, ia ditunjuk Majestic Film Coy, perusahaan film yang berbasis di Malang, untuk membuat lagu-lagu di film “Djantoeng Hati”. Kusbini pun menciptakan 11 lagu untuk film itu. Lagu-lagu yang dipakai di antaranya “Djantoeng Hati”, “Rasa Tenang”, “Sekoentoem Boenga”, “Dapoer Fantasie”, “Penganten Datang”, “Benzine Botjor”, dan “Ratapan Tangis”. (Pertjatoeran Doenia & Film, Oktober 1941:44).

Pada waktu itu, saya berkesempatan membina para olah musik keroncong, baik instrumentasli maupun vokalis, sebanyak 33 orang,” katanya saat diwawancarai wartawan Minggu Merdeka pada 3 Oktober 1982 silam.

Riwayat Bagimu Negeri

Kamajaya, mantan wartawan dan seniman era pendudukan Jepang, mengisahkan lagu Bagimu Negeri yang dianggap sesat oleh penyair Taufiq Ismail dalam buku Sejarah “Bagimu Neg’ri” terbitan U.P. Indonesia pada 1979.

Suatu hari di tahun 1942, Bung Karno memerintahkan Kusbini untuk menciptakan lagu perjuangan. Lagu itu kemudian dinyanyikan di depan Bung Karno di kantor Pusat Tenaga Rakyat (Putera), Cikini, Jakarta. Bung Karno asyik saja mendengarkan lagu yang dibawakan dengan semangat dan penjiwaan yang menggelora. Hingga baris ketiga, Bung Karno masih mengangguk-angguk. Namun, di baris terakhir, Kusbini kena semprot.

Kon aja dadi seniman tolol, Kus!” kata Bung Karno.

Bung Karno menyemprot Kusbini bukan tanpa alasan. Masalahnya, baris ketiga lagu itu saat diperdengarkan kalimatnya berbunyi “Indonesia Raya”. Bung Karno tak mau pemerintah militer Jepang mengetahui hal ini. Saat itu, sensor Jepang terhadap kesenian begitu ketat. Jika ketahuan terbukti menyebarkan provokasi untuk kemerdekaan, bisa-bisa nyawa jadi taruhan.

Menurut Wisnu Mintargo dalam sebuah artikel berjudul “Bagimu Neg’ri seremonial bersifat Kenegaraan” di Jurnal Racmi (Volume 1, Nomor 1, Mei 2004) BPG Yogyakarta, Bung Karno meminta revisi menjadi “jiwa raga kami” bukan “Indonesia Raya”.

Satu hal lagi, yang menurut saya membuat Kusbini pantas dianggap sebagai komponis cerdas adalah menyematkan istilah baru, untuk mengelabui mesin-mesin militer Jepang. Ia mengubah kata “negara” menjadi “neg’ri”. Neg’ri sendiri sebenarnya akronim dari Negara Republik Indonesia.

Kusbini “merahasiakan” pesan patriotiknya di balik kata “neg’ri” yang diilhami dari semangat para tokoh pejuang bangsa, yang rela bekerja sama dengan Jepang demi cita-cita kemerdekaan yang berkobar-kobar.

Lagu itu tak biasa. Bukan lagu-lagu penyemangat perjuangan yang dinyanyikan dengan menggelora. Lagu tersebut dinyanyikan dengan perasaan mendalam dan khidmat.

Lagu tersebut kemudian dinyanyikan oleh Ibu Sud dan menyebar ke khalayak luas dari corong Hoso Kanri Kyoku (radio siaran buatan Jepang, kelanjutan Nirom, cikal-bakalnya Radio Republik Indonesia/RRI). Sebenarnya ini bukan hal yang aneh. Menurut Tim Narasi dalam buku 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Kusbini saat masa Jepang adalah pemimpin orkes dan pemain biola di Hoso Kanri Kyoko. Pada 1960, lagu itu ditetapkan menjadi lagu wajib nasional.

Pada Juli 1982, Kusbini sempat membuat bangsa Indonesia kembali bangga. Ia menciptakan lagu bertajuk “Perdamaian” untuk dipersembahkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lagu itu dinyanyikan dalam bentuk solo diiringi piano, dinyanyikan bersama, dan paduan suara sebanyak 4 orang diiringi piano.

Menyoal kritik Taufiq Ismail seperti yang saya kemukakan di atas, ada benarnya pernyataan Kusbini dalam wawancara dengan wartawan Minggu Merdeka pada Oktober 1982 ini. Menurut Kusbini, perihal sentimen positif atau negatif terhadap sebuah musik, proses kehidupan dan perkembangan musik terhadap manusia juga terungkap dalam sejarahnya, dan hal ini patut dipertimbangkan.

Maka dari itu, jangan terlalu dini menentukan sifat positif atau negatif manusia atau musiknya. Sejarahlah yang menentukan. Buah musik yang bersifat positif niscaya abadi mengiringi perjuangan kehidupan dan perkembangan umat manusia. Hal ini terbukti dalam dokumen-dokumen sejarah, baik itu yang berupa penertiban, rekaman dalam ciptaan yang disiarkan baik itu yang bersifat melalui TV, atau lewat hidangan musik,” kata Kusbini (Minggu Merdeka, 3 Oktober 1982:8).

Tentu saja, Bagimu Negeri bukan tercipta hanya dari sebuah jambu yang jatuh dari pohonnya. Kusbini menciptakan lagu itu dari naluri kebangsaannya yang menggelora, menyusupkannya dalam lirik yang sedikit mengecoh militer Jepang. Risikonya besar. Menurut Wisnu Mintargo, Kusbini bahkan pernah diinterogasi oleh pihak Jepang, setelah kumandang lagu Bagimu Negeri.

Lalu, bagaimana seandainya Bung Karno tidak menyuruh Kusbini merevisi lirik lagu yang sekarang dianggap sesat oleh Taufiq Ismail? Mungkin ia dan lagunya tak akan berumur panjang.

Kusbini wafat pada 28 Februari 1991 dan ia telah meninggalkan warisan tak ternilai bagi bangsa ini. Saya rasa, sungguh tersesatlah orang yang menyatakan lagu perjuangan itu sesat!

Fandy Hutari
Fandy Hutari
Penulis dan peneliti sejarah hiburan. Berminat pada kajian sejarah film dan teater.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.