Presiden Jokowi Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang lebih dari 30 tokoh kebangsaan ke Istana Merdeka, Kamis (26/9) lalu. Di hadapan mereka, Presiden Jokowi menegaskan komitmennya dalam menjaga iklim demokrasi di Indonesia, termasuk menjamin kebebasan pers dan kebebasan menyampaikan pendapat.
“Pilar demokrasi yang harus terus kita jaga dan kita pertahankan. Jangan sampai bapak ibu sekalian ada yang meragukan komitmen saya mengenai ini,” katanya.
Beberapa jam setelah ia menyampaikan sikapnya di hadapan para tokoh bangsa, dua orang aktivis dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu dijemput polisi. Dandhy dituduh melakukan pelanggaraan hukum berupa provokasi berbasis SARA dan diancam UU ITE. Sementara Ananda Badudu diduga mendanai aksi mahasiswa yang berujung ricuh.
Sebelum Dandhy dan Ananda, mahasiswa di Kendari, ditembak mati. Sementara satu yang lain meninggal karena luka. Tindakan represif aparat dalam merespon demonstrasi sungguh bertolak belakang dengan komitmen yang baru disampaikan oleh Presiden. Ini membuat kami bingung. Siapa yang harus dipercaya? Presiden atau aparat negara?
Sebelumnya kami masih merawat harapan, bahwa Jokowi adalah presiden sipil yang punya komitmen pada demokrasi dan kepentingan publik. Kami masih ingat pesan Jokowi dalam acara Indonesian Young Changemaker Summit (IYCS) 2012 beberapa bulan sebelum dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pesan ini yang membuat kami merasa bangga, punya presiden yang tidak anti rkitik.
“Saya kangen sebetulnya didemo. Karena apa? Apapun… apapun… pemerintah itu perlu dikontrol. Pemerintah itu perlu ada yang peringatin kalo keliru. Jadi kalau enggak ada demo itu keliru. Jadi sekarang saya sering ngomong di mana-mana ‘tolong saya didemo’. Pasti saya suruh masuk,” kata Jokowi dalam video itu.
Tapi mengapa, setelah berkuasa, setelah terpilih dua periode, Presiden membiarkan Menristekdikti mengancam mahasiswa? Presiden Joko Widodo meminta Menristek untuk ajak mahasiswa tak lagi aksi di jalan. Mengapa perintah ini diterjemahkan sebagai perintah ancaman? Mengapa Menristekdikti menekan Rektor untuk memberikan sanksi pada dosen yang mendorong aksi mahasiswa? Pada siapa presiden berpihak sebenarnya?
Sikap karismatik, terbuka, dan anti kritik Jokowi saat itu sungguh memukau. Sebagai representasi sipil, Jokowi menjadi anti tesis Orde Baru yang selalu bilang kritik harus membangun, yang banyak membungkam aktivis dengan kekerasan dan juga teror. Sikap pro demokrasi ini berulang kali ditunjukkan oleh Jokowi, seperti saat Presiden Jokowi menghadiri peringatan hari Ibu ke-86 Desember 2014.
Saat itu Jokowi juga menyerahkan grasi simbolik kepada Eva Bande, aktivis agraria, asal Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat itu presiden berkata “Jangan sampai ada lagi aktvis perempuan yang memperjuangkan hak rakyat, justru malah akhirnya masuk ke tahanan,” Lalu kemana sikap presiden ini?
Kami juga dulu diyakinkan bahwa Presiden Joko Widodo menjamin prinsip kemerdekaan jurnalisme dan kebebasan berpendapat. Ia bahkan mendapatkan penghargaan Kemerdekaan Pers karena dianggap komitmennya pada kebebasan pers. Tapi saat penghargaan ini dijawab dengan kekerasan, intimidasi, dan penangkapan Jurnalis saat meliput demonstrasi di Jakarta. Apakah kami tidak boleh meragukan anda?
Kini posisi kami berganti, keraguan membuat kami harus bertanya, di mana keberpihakan Presiden Joko Widodo.
Dalam protes yang diajukan oleh Kelompok mahasiswa dan aliansi masyarakat sipil. Tuntutan mereka cukup jelas, mendesak pemerintah untuk memenuhi tujuh tuntutan. Isinya adalah penolakan terhadap RUU yang bermasalah, mendesak pengesahan RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Presiden membatalkan pimpinan KPK bermasalah pilihan DPR, penolakan TNI dan Polri menempati jabatan sipil, menghentikan aksi militerisme di Papua dan daerah lain, dan bebaskan tahanan politik Papua segera.
Bukannya mendengar, Pemerintah seolah tutup telinga dan justru makin membakar protes publik. Salah satu dari tujuh tuntutan, yaitu menghentikan kriminalisasi aktivis malah dilakukan, setelah Surya Anta dan Veronica Koman, kini Polisi menangkap Dandhy Dwi Laksono dan Ananda Badudu. Meski keduanya telah dibebaskan, sikap diam Jokowi sudah jelas. Anda tidak peduli dengan tuntutan Aliansi Masyarakat Sipil dan Mahasiswa.
Untuk itu, kami The Geotimes, mendesak Presiden Joko Widodo melakukan koreksi dan reformasi total pada pemerintahannya. Menuntut pelaku pelanggaran HAM untuk dihukum berat, membebaskan para aktivis tanpa syarat, dan menjamin supremasi sipil.