Saya hendak jelaskan secara singkat soal kelompok radikal dalam Islam, yang kabarnya akan menjadi fokus pemerintahan Joko Widodo periode kedua. Penjelasan ini penting agar tidak terjadi kesalahpahaman atau menggunakan cara-cara Orde Baru yang justru akan kontraproduktif.
Secara umum yang bisa kita identifikasi sebagai kelompok radikal itu sebagai berikut:
Pertama, kaum takfiri yang menganggap kelompok selainnya sebagai kafir. Berbeda pandangan sedikit saja langsung kita dikafirkan. Ini radikal dalam keyakinan.
Kedua, kelompok jihadis yang membunuh orang lain atas nama Islam. Mereka melakukan tindakan di luar hukum tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i. Ini radikal dalam tindakan.
Ketiga, kelompok yang hendak mengganti ideologi negara dengan menegakkan Negara Islam dan/atau khilafah. Tindakan mereka merusak kesepakatan pendiri bangsa. Ini radikal dalam politik.
Karakter radikal di atas bisa merupakan kombinasi ketiganya: mengkafirkan, membunuh, dan mau mengganti Pancasila. Ini yang paling berbahaya, apalagi kalau mereka merupakan jaringan transnasional.
Namun, ada juga yang hanya takfiri dan membunuh saja, tapi mereka tidak main politik. Ada yang tidak takfiri dan tidak membunuh, tapi hanya mau mengganti ideologi negara. Artinya, perbedaan manhaj maupun aktivitas mereka juga harus kita petakan.
Perbedaan di antara ketiga kelompok di atas maupun variannya harus dipahami dengan benar sebelum mau melakukan program deradikalisasi. Ini artinya bukan sekadar main hantam saja sehingga malah akan memicu perlawanan yang reaktif.
Jangan pula terjebak dengan asesoris, misalnya yang pakai jilbab panjang atau celana cingkrang langsung dianggap radikal. Ini juga tidak benar. Harus lebih substantif pada pemahaman keagamaan, tindakan, dan gerakan mereka.
Jika mereka masih berada pada tahap radikal dalam keyakinan, maka harus dilakukan wacana tandingan. Jika sudah berupa tindakan, maka tindakan preventif tidak lagi cukup, namun perlu dilakukan penetrasi ke dalam kelompok tersebut. Bila sudah sampai pada gerakan politik, maka tidak bisa lagi dihadapi lewat kompromi politik karena ini sudah pertarungan ideologi.
Usulan saya, menghadapi kelompok radikal ini tak bisa hanya hantam dengan keras dan tegas, tapi harus dirumuskan langkah yang taktis dan strategis. Yang saya ungkap di atas baru mengidentifikasi saja. Salah identifikasi bisa berakibat salah langkah menghadapi mereka.
Akhirnya, saya mengucapkan selamat bekerja kepada Menteri Agama yang baru, Pak Fachrul Razi. Semoga amanah dan sukses menjalankan tugas.
Bacaan terkait
Menteri Lukman dan Politik Takfir
Dalam NKRI Tak Ada Orang Kafir!
Siapa yang Kafir dan Pantas Mengkafirkan?
Lelaki Pemrotes Nabi dan Khawarij Zaman Now
Menteri Lukman, Bendera Tauhid, dan Tantangan Moderasi Beragama