Jumat, Maret 29, 2024

Setelah Juru Bicara ISIS Muhammad Al-Adnani Terbunuh

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah

Milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) memang tengah terpojok di basis pertahanan mereka di Irak, Suriah. Puncak kejayaan mereka yang mereka raih dua tahun lalu mulai redup. Kelompok bersenjata yang dipimpin Abu Bakar al-Baghdadi ini kehilangan wilayahnya 50% di Irak dan 20% di Suriah.

adnani-ok
Taha Subhi Falaha atau yang lebih dikenal Muhammad al-Adnani.

Pukulan telak terbaru terjadi pada Selasa lalu (30 Agustus). Kelompok ISIS mengumumkan terbunuhnya sosok Abu Muhammad al-Adnani. A’maq, salah satu media yang dikelola ISIS, mengatakan al-Adnani menjadi “martir” saat memeriksa kesiapan pasukan ISIS melakukan serangan di Halab (Aleppo).

Terkait terbunuhnya al-Adnani, dua negara superpower saling berebut klaim sebagai pihak yang berjasa. Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu (31/8) mengatakan al-Adnani tewas akibat serangan pesawat pengebom Rusia SU-34 di Kota Aleppo. Sementara Amerika Serikat mengaku al-Adnani menjadi sasaran serangan presisi di kota al-Bab, wilayah penting untuk ISIS di Suriah setelah Raqqa.

Pada tahun lalu, seperti dilansir AFP (6/5/2015), Departemen Luar Negeri AS pernah mengumumkan empat nama pemimpin ISIS sebagai target bernilai tinggi dalam daftar Rewards for Justice Program. Salah satu di antaranya adalah al-Adnani.

Nama-nama tersebut adalah Abdel Rahman Mustafa al-Qaduli yang dihargai dengan imbalan US$ 7 juta; ia telah tewas pada Maret 2016. Kemudian Tarkhan Batirashvili yang lebih dikenal dengan nama Omar al-Shishani; tewas pada Juli 2016. Pria yang berasal dari Georgia ini dihargai US$ 5 juta.

Berikutnya adalah Tariq bin al-Tahar bin al-Falih al-Awni al-Harzi, warga Tunisia berusia 34 tahun. Dia dihargai imbalan US$ 3 juta dan dilaporkan telah tewas pada Juni 2016. Sedangkan Abu Mohammad al-Adnani ketika itu dihargai dengan imbalan US$ 5 juta.

Dengan demikian, al-Adnani adalah orang penting ISIS terakhir yang berhasil dilumpuhkan jika merujuk dalam daftar Rewards for Justice Program. Selain keempat nama itu, tentu pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi telah masuk dalam daftar dan dihargai imbalan US$ 10 juta.

Taha Subhi Falaha, nama asli al-Adnani, lahir di Kota Binnish, Provinsi Idlib, Suriah, 39 tahun yang lalu. Ia telah menjadi bagian dari Jihadis Salafi sejak tahun 2000, bekerja melawan rezim Bashar al-Assad. Ia salah satu dari puluhan jihadis Suriah yang direkrut jihadis asal Yordania, Abu Mus’ab al-Zarqawi, pada 2002. Ketika itu Zarqawi menjalankan kelompok teroris independen bernama Ansar al-Islam.

Hassan Hassan, analis politik Suriah, penulis ISIS: The Inside Army of Terror mengatakan bahwa Adnani adalah salah satu dari segelintir pemimpin ISIS dari generasi awal (al-sabiqun al-awwalun) yang masih tersisa. Dia termasuk generasi yang mendirikan grup setelah invasi AS ke Irak pada tahun 2003; membangun kembali organisasi ini setelah pasukan Amerika mundur pada tahun 2010, dan akhirnya mengambil kendali wilayah seukuran Inggris Raya pada tahun 2014.

Al-Adnani selama ini dikenal sebagai juru bicara ISIS yang pidato propagandanya selalu dikaitkan dengan aksi teror yang terjadi di dunia. Ia menyerukan “lone wolf” untuk melakukan serangan dalam pidato pada September 2014, Juni 2015, dan Mei 2016.
Dia mendorong Muslim yang tinggal di Barat untuk tidak ragu membunuh setiap “kafir”. Dia pernah menyarankan pengikutnya menggunakan benda sehari-hari untuk dijadikan senjata teror.

“Jika kalian membunuh kafir Amerika atau Eropa, terutama orang Prancis yang kotor dan pendendam, atau orang Australia, atau orang Kanada, atau orang lain yang memerangi kita, termasuk warga sipil dari negara yang menjadi anggota koalisi melawan Negara Islam, maka minta kekuatan Allah, dan bunuh mereka dengan cara apa pun,” ujarnya ketika itu.

“Pukul kepalanya dengan batu, sembelih dia dengan pisau, atau gilas dia dengan mobilmu, atau lemparkan dia dari ketinggian, atau cekik dia, atau racuni dia.”

Di Indonesia, serangan bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resor Kota Surakarta pada Juli 2016 diduga kuat lantaran seruan terbuka Abu Muhammad al-Adnani menjelang Ramadhan.
Yang membedakan al-Adnani dengan para pemimpin ISIS yang lain adalah kedekatan pribadinya dengan sosok Abu Musab al-Zarqawi, founding father ISIS.

Sang “Advokat”
Al-Adnani juga dikenal dengan pidatonya yang pedas dan ganas. Ia menjadi advokat atau pembela ISIS ketika berseteru dengan al-Qaidah; ia melucuti habis-habisan ideologi al-Zawahiri, pemimpin al-Qaidah itu.

Ia menuding al-Qaidah bermain aman tidak mau memerangi Iran atau mengkafirkan kaum Syiah. Al-Adnani menuding al-Qaidah sengaja tidak memerangi rezim Arab Saudi, padahal mereka bersekutu dengan AS dan nyata-nyata membiarkan kaum Syiah hidup bebas di negerinya.

Pada tahun 2014, al-Zawahiri menengahi perselisihan antara ISIS dan al-Nusrah. Ketika itu al-Zawahiri memerintahkan agar ISIS dan al-Nusrah kembali ke batas geografisnya, yang satu mengontrol Irak dan satunya mengontrol Suriah.

Terkait solusi pembagian wilayah, al-Adnani menuding al-Zawahiri sama saja telah tunduk pada pembuatan batas negara yang artifisial yang dibuat oleh kekuasaan imperial Barat saat Perang Dunia I, khususnya melalui Kesepakatan Sykes-Picot. Ini tentu tuduhan yang serius.
Akibatnya, banyak situs-situs jihad di internet yang menulis artikel yang memuat kecaman ulama-ulama senior garis keras terhadap al-Adnani.

Ketika al-Adnani tewas, seorang tokoh jihadis salafi di Suriah yang berafiliasi dengan Jabhat Fath Sham (al-Nusrah) menulis tweet dalam akun Twitternya, “Saya sedih al-Adnani akhirnya terbunuh sebelum ia sempat bertobat.”

Buletin mingguan An-Naba yang dikelola tim media ISIS menulis artikel tentang kematian al-Adnani, yang justru akan menumbuhkan keteguhan di jalan jihad, tekad untuk membalas, dan bersikap keras terhadap musuh.

Kematian al-Adnani jelas merupakan pukulan menyakitkan bagi ISIS. Ini adalah fase terberat yang dialami organisasi ini. Di saat wilayahnya terus tergerus dan pada saat bersamaan juga kehilangan banyak orang penting.

Terlepas dari apa yang akan terjadi selanjutnya, yang jelas perang masih panjang.

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.