Jumat, Maret 29, 2024

Aguero Lagi, Piatek Lagi

Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan
Penulis Novel "Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu"; Pengelola Blog Belakanggawang.

“Aguero lagi! Lagi! Dan lagi! Dan lagi!” begitu pekik komentator Peter Drury usai Sergio Aguero mencetak gol lewat titik penalti ke gawang Kepa Arizzabalaga. Itu adalah gol ketiga yang dicetak Aguero sore itu, separuh dari seluruh gol yang dicetak pemain Man City ke gawang Chelsea, yang menciptakan kekalahan terbesar The Blues dalam 28 tahun terakhir. Ini adalah hattrick-nya yang kedua dalam tiga pertandingan Liga terakhir, setelah sebelumnya ia melakukan hal yang sama saat lawan Arsenal di pekan ke-25. Dan itu adalah hattrick-nya yang kesepuluh di Liga Inggris; hattrick terbanyak yang pernah dilakukan seorang pemain, sejak EPL dimulai pada 1992.

Catatan Aguero kini sama dengan Alan Shearer; bersama Shearer, ia mengungguli para striker paling ikonik yang pernah bermain di Liga Primer Inggris: Fowler, Henry, Keane, Owen, dan Rooney. Dan ini juga membuatnya menyalip semua orang di daftar pencetak gol Liga Inggris musim ini. Aguero, bersama Mo Salah, memimpin dengan 17 gol. Dan City dibawanya kembali menyalip Liverpool.

City memang memainkan satu pertandingan lebih banyak—mereka akan memainkan final Piala Liga melawan Chelsea, yang tampaknya akan jadi trofi pertama musim ini untuk mereka. Tapi, bagaimanapun, City telah kembali, setelah mereka sempat tertinggal tujuh angka oleh kekalahan-kekalahan yang tak perlu. Dan bagaimana mereka menanganinya—menciptakan bejibun gol, lalu menggasak lawan-lawan berat (Arsenal, Everton, lalu Chelsea) dengan skor telak—jelas mereka tahu caranya mempertahankan gelar. Mereka punya nilai yang sama dan lebih superior dalam selisih gol. Dan Liverpool, untuk pertama kalinya di musim ini, tampak sedang sangat grogi menjaga posisinya di puncak.

Liverpool memang hanya kalah sekali, dan itu tak lain dan tak bukan dari City; bandingkan dengan City sendiri yang sudah kalah empat kali. Namun, mereka menumpuk terlalu banyak hasil imbang. Sebagiannya melawan tim-tim yang semestinya mudah dikalahkan. Pada pertandingan terakhir melawan Bournemouth, mereka jelas membutuhkan sebuah gol offside untuk tampil lebih tenang dan kemudian bisa menang besar. Di pekan berikutnya, MU yang tidak lagi bersama Mou telah menunggu.

Apakah Liverpool grogi karena MU kini juga ikut mendesak ke empat besar, setelah sebelumnya melibas semua lawan sejak terakhir kali kalah di Anfield pada tengah Desember, lalu dengan nyaman melewati Arsenal dan Chelsea di zona Eropa? Seharusnya tidak. Sebab, mereka masih 14 poin di belakang, dengan jarak sembilan poin dari Spurs di peringkat ketiga.

Apakah Setan Merah kini perlu dihitung kembali dalam perburuan gelar? Ole Gunnar Solskjaer memang memberi garis hidup baru bagi MU. Juga gairah, dengan sedikit bumbu nostalgik—meskipun, ketika tulisan ini dikerjakan, saat mereka tak berdaya menghadapi PSG di kancah Eropa (seperti yang sudah diperkirakan) menunjukkan bahwa panggang itu masih jauh dari api. Pendukung MU paling utopis sekalipun saya pikir akan sangat lega jika mereka berada di peringkat yang sama di akhir kompetisi nanti.

Tapi, mereka memang bisa ikut menentukan juara atau tidaknya Liverpool, sebagaimana Chelsea-nya Mourinho melakukannya di musim 2013-2014 pada Liverpool-nya Rogers. Dan Liverpool-nya Klopp belum lagi membuktikan bahwa mereka bisa lebih baik dari itu.

***

Menumpukan diri pada seorang bocah belia berumur 18 tahun—“kita di rumah bahkan punya anak seumuran dia,” kata Solari—Madrid kini terlihat telah kembali. Vinicius Junior, yang di awal musim masih bermain untuk Real Madrid Castilla di Segunda B, menjadi pengubah keadaan, pengubah kedudukan. Oleh Solari, bekas pelatihnya di Castilla, ia hampir selalu dimainkan, menyingkirkan pemain-pemain macam Gareth Bale dan Marco Asensio, juga bahkan Isco.

Setelah terseok di laga-laga awal kepelatihannya, Solari berhasil mengembalikan kestabilan timnya. Mereka memenangkan enam pertandingan Liga berturut-turut, dengan tiga kemenangan dilakukan atas tim-tim yang menjadi pesaingnya langsung di klasemen: Sevilla, Alaves, lalu terakhir Atleti. Di antara itu, di semifinal Copa Del Rey, mereka memaksa Barcelona memainkan laga El Clasico terketatnya dalam beberapa tahun terakhir. Vinicius mengobrak-abrik sisi kiri pertahanan Barca, menciptakan peluang, yang kemudian diselesaikan oleh Lucas Vasquez, dan itu membuat Messi harus turun dan Barca mesti bersusah payah menyamakan kedudukan. Dari sempat tercecer di peringkat kesepuluh, Madrid kini sudah di peringkat dua, dan bisa melihat tumit para pemain Barca. Masih jauh, tapi tidak terlalu jauh.

Dan Barca sepertinya memang sedang sedikit bersusah payah. Mereka masih memimpin enam angka dari Madrid, tapi bohong jika mereka tak sedang bermasalah. Dua hasil imbang di dua pertandingan terakhir jelas tidak baik-baik saja. Terutama di pertandingan terakhir melawan Athletic Bilbao, Barca bukan saja gagal menang, tapi juga gagal menjadi sebagaimana Barca seharusnya. Mereka memang memimpin penguasaan bola, sebagaimana biasanya. Namun, mereka hanya bisa membuat dua tembakan ke gawang, tiga tembakan lebih sedikit dibanding Bilbao.

Artinya, Barca tidak sedang bermain buruk; mereka sedang dalam keadaan buruk.
Sementara Madrid seperti sedang menjalani pra-musimnya, demikian tulis Sid Lowe, dan akan menghadapi 16 besar Liga Champions (kompetisi yang jadi habitat aslinya) dengan tampilan yang lebih segar, mungkin lebih sangar, apakah Barcelona dalam keadaan yang sama? Mereka akan melewati Lyon di 16 besar—seharusnya begitu. Tapi bagaimana di perempat final? Sejak memenangkan Liga Champions terakhir di musim 2014-2015, Barca belum pernah melewati perempat final lagi. Atletico Madrid dan Juventus, tim-tim yang mungkin akan mereka hadapi di fase berikutnya, mengandaskan mereka. Musim lalu, salah satu yang terburuk (lihat lagi skornya), mereka bahkan dibabat oleh AS Roma.

Apa untuk itu mereka mendatangkan Kevin Prince Boateng dari Sasuolo?

***

Piatek, Krzrysztof Piatek lengkapnya, mencetak gol lagi. Kalem dan mematikan. Ini adalah gol keempatnya di empat pertandingan awalnya bersama Milan. Dan dia tampaknya akan mencetak gol-gol berikutnya. “Dia akan jadi salah satu striker terhebat di generasinya,” kata Michal Probierz, bekas pelatihnya di Cracovia, tim asalnya di Polandia. Di pertandingan melawan Cagliari, selebrasi golnya bersama Lucas Paqueta, pembelian baru Milan lainnya, membawa para penggemar Milan kepada bayang-bayang tentang Shevchenko dan Kaka.

Tapi jangan cari “Shevchenko dan Kaka” baru ini di Rabu atau Kamis dini hari. Bahkan yang Jumat pagi. Milan sudah tak di sana. Lagi.

Mahfud Ikhwan
Mahfud Ikhwan
Penulis Novel "Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu"; Pengelola Blog Belakanggawang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.