Tanggal 14 April lalu mestinya Eddie Jaku merayakan ulang tahun ke-100 di kotanya, Sydney, Australia. Pandemi membuatnya mengurungkan niatnya. “Tapi bukan dibatalkan, hanya ditunda,” katanya.
Tahun lalu ia menceritakan pengalaman hidupnya di acara TED Sydney. Ada 6.400 orang yang tak henti bertepuk tangan seusai ia menyelesaikan penuturannya. “Belum pernah saya bicara di depan orang sebanyak itu,” katanya. “Saya benar-benar bahagia, merasa terhormat dan terharu.”
Berikut ini adalah terjemahan atas tausiyahnya itu:
Selamat malam, kawan-kawan baruku. Nama saya Eddie Jaku. Saya adalah penyintas Holocaust, tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah.
Waktu itu saya adalah seorang pemuda Jerman yang bangga. Saya merasa waktu itu Jerman merupakan sebuah peradaban besar yang memberi kebanggaan pada anak muda seperti saya. Betapa kelirunya saya.
Pada 9 November 1938, saya pulang dari sekolah berasrama yang telah saya lalui selama lima tahun dengan nama palsu, karena saya orang Yahudi.
Saya memisahkan diri dari keluarga saya, dan hidup seperti anak yatim-piatu dalam tekanan sangat berat. Saya selalu cemas kalau-kalau ada orang yang tahu bahwa saya hanya pura-pura bernama Walter Shleiss. Saya benar-benar terancam bahaya besar.
Di malam yang menentukan itu, saat saya kembali ke rumah, semua keluarga saya sudah pergi bersembunyi, maka saya hanya seorang diri di dalam rumah. Malam itu saya tidur, dan anjing keluarga kami berada di dekat saya. Pada pukul 5 pagi, serdadu Nazi mendobrak pintu rumah kami. Mereka kemudian melakukan perbuatan terhadap saya; perbuatan yang membuat saya malu menceritakannya kepada Anda.
Apa yang saya alami begitu buruknya, sampai saya yakin dan berkata kepada diri sendiri, “Eddie, hari ini kau akan mati.”
Setelah mereka membakar rumah kami yang berusia 200 tahun, dan membunuh anjing kesayangan kami, Lulu, yang berusaha melindungi saya, di depan mata saya, saya kehilangan martabat, saya kehilangan kemerdekaan, saya kehilangan kepercayaan kepada manusia. Saya kehilangan segala yang saya hargai. Saya telah diperas, dari seorang manusia menjadi bukan apa-apa.
Apa yang telah terjadi pada tanah air saya; negeri para leluhur saya? Pada sebuah bangsa yang telah melahirkan Schiller, Goethe, Beethoven dan Mozart? Apa yang telah terjadi pada sahabat-sahabat Jerman saya, yang berubah menjadi pembunuh?
Waktu itu tiada seorang pun di antara kami yang sadar bahwa “Kristallnacht” (“Malam Pecahnya Kaca”), ketika kaca-kaca toko milik warga Yahudi dihancurkan dan isinya dijarah, ketika rumah-rumah dan sinagog dibakar, hanyalah permulaan dari mimpi buruk yang jauh lebih mengerikan yang akan segera tiba.
Malam itu saya dikirim ke kamp konsentrasi pertama saya, Buchenwald, dan disekap bersama sebelas ribu warga Yahudi, selama lima bulan.
Pada 2 Mei 1939, saya dibebaskan. Orangtua saya menjemput dan membawa saya ke Aachen. Setelah perjalanan selama sepuluh jam, seorang penyelundup setuju untuk membawa kami ke Belgia.
Saya tinggal selama dua minggu di sebuah apartemen, kemudian datang polisi Belgia dan menahan saya. Dan saya ditahan sebagai orang Jerman, bukan Yahudi. Saya ditahan di sebuah kamp bersama empat ribu orang Jerman.
Pada 10 Mei 1940, kamp itu dibubarkan. Kami berpisah di Dunkirk, dan saya melanjutkan perjalanan ke Lyon, Prancis. Tiba di sana, saya ditahan oleh polisi Prancis, dan dibawa ke Gurs, sebuah kamp yang sangat buruk, bersama enam ribu orang Jerman.
Setelah beberapa waktu disekap di sana, saya dibawa ke sebuah tempat yang menjadi neraka saya di bumi, Auschwitz. Orangtua dan adik perempuan saya juga dikirim ke Auschwitz, dan saya tidak pernah lagi berjumpa dengan ayah-ibu saya. Saya tidak punya kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada ibu tercinta saya. Saya merindukannya setiap hari sepanjang hidup saya.
Bila Anda punya kesempatan hari ini, usahakanlah untuk pulang dan katakan kepada ibu Anda betapa Anda mencintainya. Mohon lakukan hal ini demi teman baru Anda ini, Eddie.
Saya beruntung karena berhasil lolos dari apa yang dikenal sebagai pawai kematian. Saya bersembunyi seorang diri di hutan selama beberapa bulan, sebelum saya ditemukan oleh pasukan Amerika.
Namun hari ini saya berdiri di sini sebagai seorang yang bahagia; seorang yang menikmati hidup bersama isteri yang hebat dan keluarga yang indah.
Dan saya tidak membenci siapapun.
Rasa benci adalah penyakit. Ia mungkin bisa menghancurkan musuhmu, tapi dalam prosesnya juga akan menghancurkan dirimu sendiri.
Saya akan melakukan apa saja sekuat daya untuk ikut membuat dunia ini lebih baik bagi setiap orang. Dan saya menyarankan Anda semua untuk melakukan hal yang sama dengan upaya-upaya terbaik Anda.
Mari kita pastikan bahwa tragedi kemanusiaan yang mengerikan ini tidak akan pernah terjadi lagi. Juga, mari kita pastikan tragedi ini tidak akan pernah dilupakan.
Setelah melewati masa-masa persembunyian yang keras dan berat, pada 7 September 1945, sesudah perjalanan panjang dengan kereta api, saya kembali ke Belgia, tanpa surat-surat apapun. Tak lama setelah itu saya bertemu dan menikah dengan isteri saya, Flore, yang kini telah bersama saya selama 73 tahun.
Saat itu saya orang yang muram. Saya tidak bisa menikmati kebersamaan dengan orang lain. Itu terjadi sampai lahirnya anak pertama kami, Michael. Saat itulah luka hati saya sembuh, dan kebahagiaan saya kembali melimpah.
Sejak saat itu saya berjanji, hingga akhir hayat, untuk menjadi manusia yang bahagia, ramah, siap membantu siapa saja, dan baik hati. Saya juga berjanji tidak akan lagi menginjakkan kaki di tanah Jerman.
Hari ini saya berdiri di hadapan Anda sebagai seorang yang memegang teguh semua janji itu. Kebahagiaan terbesar saya muncul dari keluarga saya, dari isteri dan kedua putera saya — Michael dan Andre — cucu dan cicit-cicit saya yang banyak jumlahnya. Mereka memberi saya kegembiraan hidup yang begitu besar.
Hari ini saya memberi pelajaran dan berbagi rasa bahagia kepada siapa saja yang saya jumpai. Kebahagiaan bukan datang lagi langit; ia ada di tangan Anda sendiri. Bila Anda sehat dan bahagia, itu artinya Anda jadi bilioner.
Rasa bahagia juga mencurahkan kesehatan yang baik bagi tubuh dan pikiran, dan saya menyandarkan 99 tahun masa hidup saya yang sehat terutama pada sikap yang positif dan bahagia; bahkan pada setangkai bunga di taman saya; bahkan pada hanya seorang sahabat di antara banyak orang.
Anak-anak muda sekarang tidak tahu cara berhenti. Mereka terus menerus berlari. Dan mereka tidak tahu, sebenarnya mereka sedang berlari ke arah mana.
Anda harus menyediakan waktu untuk berbahagia dan untuk menikmati hidup. Ada saat untuk tertawa, ada waktu untuk menangis.
Saya menikmati hal-hal baik dalam hidup. Saya mengundang teman atau kerabat untuk makan bersama. Saya keluar rumah untuk berjalan kaki. Hari esok akan tiba. Tapi pertama-tama nikmatilah kegembiraan hidup hari ini.
Saya tidak tahu bagaimana orang bisa hidup tanpa persahabatan; tanpa orang-orang untuk berbagi rahasia hidup, harapan dan impian; untuk berbagi kemujuran dan rasa kehilangan yang memilukan.
Dalam manisnya persahabatan, ada tawa dan rasa berbagi keriangan hidup. Saat-saat yang indah membuat hidup kita lebih baik, dan saat-saat buruk terlupakan — berkat keajaiban persahabatan.
Untuk saya, setiap saya bangun di pagi hari, saya bahagia. Sebab itu artinya saya akan menjalani hari baru yang penuh kegembiraan.
Bila saya teringat betapa saya mestinya telah mati dengan mengalami kematian yang penuh derita, namun ternyata saya tetap hidup, maka saya bertekad untuk menolong siapa saja yang sedang merana.
Saya pernah mengalami hidup di dasar jurang derita terdalam. Maka jika saya mampu membuat tersenyum seorang yang sedang berduka, saya bahagia.
Ingatlah kata-kata ini: mohon jangan berjalan di depan saya, sebab mungkin saya tidak akan sanggup mengikuti; dan mohon jangan berjalan di belakang saya, sebab barangkali saya tidak mampu memimpin. Melangkahlah di samping saya, dan jadilah teman saya.
Saya ingin mengakhiri pembicaraan ini dengan berharap dari lubuk hati kepada hati Anda semua. Semoga Anda semua selalu dilimpahi cinta untuk dirasakan bersama, selalu diberi kesehatan untuk dijaga, dan senantiasa diberkahi dengan banyak sahabat yang peduli.