Minggu, Oktober 6, 2024

Sastra dan (Neo) Klasisme

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Istilah klasisisme  menunjuk pada suatu kurun waktu dari akhir abad ke-17 sampai  akhir  abad ke-18, dan dianggap sebagai gelombang kedua setelah  zaman renaissance sebagai gelombang pertama. Klasisisme  menekankan pada  peniruan  karya-karya agung  secara harafiah, formal, kurang kreatif, dan meremehkan kreativitas individu.

Pusat klasisisme di Eropa Barat adalah Perancis pada masa pemerintahan Louis XIV, dan Inggris (Dryden dan Pope). Klasisisme merupakan istilah kritik, suatu ajaran yang menunjukkan  ciri-ciri  kebudayaan  Yunani dan Romawi kuno terutama dalam bidang sastra, filsafat, seni, dan kritik.

Klasisisme mengandung arti pemikiran atau sikap tertentu yang diambil dari ucapan-ucapan kritis bangsa Yunani dan Romawi  yang ditiru dan dikembangkan melalui sastra dan seni kuno yang meliputi antara lain  intelektualitas atau dominasi akal, kesadaran akan bentuk, kesatuan antara desain dan tujuan, kejelasan, kesederhanaan, keseimbangan, pencermatan pada susunan struktur dan logika, keaslian gaya,  kepatuhan alur, kendali diri, dekorum (ketaatan pada  kaidah), penghormatan terhadap tradisi, peniruan,  pemertahanan nilai, dan cita rasa tinggi.

Bangsa Yunani dikenal akan kejernihan berpikir yang tercermin dalam kelancaran, keterusterangan, dan kesederhanaan ungkapan, serta sikap yang mengutamakan pentingnya  komunikasi antar sesama daripada pengungkapan pribadi orang per orang.

Dalam pikiran bangsa Yunani  kesatuan  merupakan  gagasan  terpenting  untuk membuat  bangunan dan karya seni secara alamiah. Mereka berusaha  menyusun struktur yang  simetris, logis,  seimbang, harmonis, dan sesuai proporsinya. Mereka memiliki cita rasa kepantasan (decorum),  memakai gaya dan pokok pembicaraan yang bermartabat, dan  menghindari antusiasme, emosi, dan subyektivitas. Sifat-sifat ini disebut klasisisme.

Meskipun sastra abad ke-19 pada umumnya  mengikuti aliran  romantik (atau realis pada fase-fase berikutnya), para  tokoh masa itu  menghasilkan karya yang  mencerminkan vitalitas sikap klasik.  Pada abad ke-20 semakin terlihat tumbuhnya kembali sikap klasik di dalam praktik kesusastraan dan prinsip-prinsip kritik seperti yang dilakukan oleh T.E Hulme, T.S Eliot, dan Ezra Pound. Sebagian  besar puisi dan kritik terbaik pada saat itu  mengusung vitalitas klasisisme.

Di dalam kesusastraan Inggris klasisisme merupakan kekuatan penting sejak masa pencerahan atau Renaisans. Dalam zaman ini penulis Yunani dan Romawi dianggap sebagai pengarang yang patut ditiru. Renaisans merupakan kurun waktu pengaturan dan peniruan  yang disertai  variasi dan persaingan. Tokoh-tokoh yang berpengaruh adalah Virgiluis dan filsuf Cicero  sebagai tokoh  panutan dalam penggunaan  bahasa Latin yang  dipakai sebagai bahasa ilmu dan pendidikan

Kaum humanis berperan  sebagai pengemban aliran klasik. Bahkan, Spenser, seorang romantik, tidak hanya mengambil materi-materi klasik, tetapi juga  mengikuti doktrin-doktrin klasik dan berusaha meniru tokoh-tokoh klasik, yaitu Virgil dan Homer. Sir Philip Sydney berbicara sebagai seorang klasis dalam esei-esei kritiknya berjudul The Defence of Poesy, meskipun  dia penulis roman-roman Gerejani (Pastoral Romances).

Ben Johnson  adalah pengusung klasisisme dalam puisi Inggris. Sedangkan  Milton  memperlihatkan keseimbangan  yang sempurna antara romantisme dan klasisisme. Sikap dan pandangan klasik mencapai puncaknya pada  masa Restorasi dan Augustan dengan tokoh-tokoh, yaitu antara lain, John Dryden, Joseph Addison, dan Alexander Pope. Generasi berikutnya adalah Samuel Johnson  yang menjadi panutan  semangat klasik  yang kemudian disebut sebagai neo-klasik di dalam kesusastraan dan kritik.

Istilah  neoklasisisme digunakan untuk klasisisme yang mendominasi  kesusastraan Inggris di abad pencerahan dan abad ke-19. Namanya diambil dari model-model pengungkapan  sastra, sekumpulan sikap terhadap hidup dan seni pada sastra klasik, dan tulisan Prancis  kontemporer.

Aliran neoklasik merupakan reaksi terhadap antusias yang menyala-nyala pada masa renaisans.  Aliran ini  berpandangan antara lain sebagai berikut. Pertama,    manusia memiliki keterbatasan, bersifat dualistis, dan tidak  sempurna yang berbeda dengan  gagasan renaisans bahwa potensi manusia tak terbatas. Kedua, aliran ini menyampaikan  penghargaan atas keteraturan dan  kekaguman pada nalar dan aturan-aturan.

Ketiga, neoklasisisme  mengutarakan kesangsian atas inovasi dan penemuan. Keempat, aliran ini mengedepankan  pandangan  yang melihat arti penting  manusia  dalam kualitas kebersamaan dan aktivitas kelompok.

Kelima, dalam  menanggapi antusiasme mistik keagamaan, aliran ini menyodorkan rasa ketuhanan (Deisme yang terkendali). Para kritikus dan penulis sastra klasik  melahirkan  nilai-nilai artistik  tentang  susunan, logika, emosi yang terkendali, ketepatan, kebenaran, selera yang tinggi, dan dekorum.

Kesadaran akan kesimetrisan, kecintaan pada  desain, serta pandangan terhadap seni sebagai hal yang berpusat pada kemanusiaan  menjadikan manusia  sebagai pusat pikiran.

Keyakinan bahwa sastra dinilai  atas jasanya bagi kemanusiaan menyebabkan pencarian proporsi, kesatuan, harmoni, dan keindahan  dalam ungkapan literer  bertujuan menghibur, menyampaikan ajaran, dan meluruskan  umat manusia sebagai makhluk sosial neoklasisisme pada karya sastra memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut.

Diksi dan gaya bahasa puisi  cenderung konvensional dengan detail yang disesuaikan  dengan desain. Pemuasan  terhadap akal dari pada  perasaan menyebabkan kecintaan terhadap akal pikiran dan kecerdasan. Aspek-aspek alam, antara lain, gunung, laut, dan musim  kurang dimanfaatkan dibandingkan dengan   bintang, bunga, atau taman.

Sastra mengagungkan bentuk yang menekankan pada kehalusan, kejelasan, dan kecerdasan. Sastra menghindari hal yang samar-samar dan misterius. Sastra   menilai tinggi keuniversalan dan dekorum. Sastra meniru unsur-unsur klasik dan  mengembangkan bentuk-bentuk serta jenis-jenis sastra klasik, yaitu antara lain, satir dan ode.

Sastra didaktik berkembang pesat. Sikap dan tata krama  kaum neoklasik kemudian tergusur  oleh romantisme, namun aliran  neoklasik  telah memberikan dampak  menyeluruh  yang permanen terhadap sastra dalam memperjelas dan menanamkan ke dalam sastra Inggris  tentang pentingnya keindahan-keindahan klasik, yaitu  keteraturan, bentuk yang indah, struktur yang seragam, kejelasan, keringkasan, dan pengendaliaan.

Teknik puisi yang dikembangkan oleh Pope juga merupakan warisan yang permanen. Pada abad ke-20 muncul tendensi neoklasik yang kuat pada banyak puisi dan kritik, yang tumbuh dari reaksi menentang romantisisme, dan kesangsian terhadap potensi manusia, serta munculnya penghargaan baru terhadap posisi kecerdasan   akal dalam hidup  dan seni. Penulis T.S Eliot dan kaum kritikus baru mengusung berbagai isu yang sejalan dengan neoklasisme.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.