Rabu, November 6, 2024

Saifudin Ibrahim, Kekacauan Pikirannya, dan Kepalsuan Pendetanya

Amidhan Shaberah
Amidhan Shaberah
DR. KH. Amidhan Shaberah adalah Ketua MUI 1995-2015/Komnas HAM 2002-2007
- Advertisement -

“Pendeta” Saifudin Ibrahim (SI) kembali membuat heboh. Setelah viral karena meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat Al-Qur’an, kini dia malah menghina Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini diketahui dari potongan video pernyatannya yang viral di media sosial. Potongan video itu berasal dari unggahan akun YouTube Saifuddin Ibrahim.

“Majelis ulama?” Kata SI dengan nada tanya mengejek.

“Yah, itu kumpulan manusia-manusia konslet mentalitas yang dipanasi, yang dipengaruhi oleh 300 ayat (Al-Qur’an) itu,” kata Saifudin dalam video yang viral.

SI kemudian menyebut MUI hanya diisi orang yang berdosa. “Sehingga dia menjadi manusia yang berdosa, manusia yang terkutuk hidupnya,” ujarnya. Pria yang tengah diburu polisi itu juga menyebut MUI diisi orang yang kerjanya tukang teror.

Apa yang dikatakan SI di atas bisa memicu kemarahan umat Islam. Mana mungkin 300 ayat-ayat suci Al-Quran dihapuskan? SI tak menunjukkan ayat-ayat mana yang harus dihapus karena mendukung terorisme. SI secara serampangan menyatakan, akibat 300 ayat tersebut, umat Islam menjadi manusia terkutuk dan suka melakukan teror.

Jelas, apa yang dikatakan SI kacau. Kekacauan pikirannya sudah akut. Sepertinya SI benci sekali dengan Islam, padahal dia mengerti Islam. Terbukti ia sengaja mencari gara-gara untuk menimbulkan kemarahan umat Islam. Orang seperti SI mungkin sakit secara psikologis karena pernah mengalami trauma besar dalam hidupnya. Maka, depresinya dimuntahkan dalam bentuk prfovokasi yang aneh-aneh. Seperti minta Menag menghapuskan 300 ayat Quran dan menuduh MUI berisi orang-orang yang konslet mental. Naudzubillah.

Mungkin SI sadar bahwa pernyataannya akan berdampak luas dan membuat kemarahan umat Islam. Pernyataan SI juga akan memecah-belah umat beragama. Karenanya, ketika menyatakan hal tersebut, SI tidak berada di Indonesia. Ia menyatakan provokasinya yang berbahaya tersebut di Amerika Serikat (AS). Di Indonesia, setelah SI dilaporkan ke polisi atas provokasinya, ia sudah ditetapkan jadi tersangka. SI kini buron. Semoga Interpol bisa bekerjasama dengan Polri untuk membekuk SI di AS. Ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Apa yang dikatakan SI yang mengaku “pendeta” tersebut “berpotensi” menimbulkan perpecahan di kalangan umat beragama, terutama antara Islam dan Kristen. Tapi alhamdulillah, hal tersebut tidak terjadi. Karena, begitu SI menyatakan “300 ayat Al-Qur’an” harus dihapus, segera saja tokoh-tokoh agama Kristen mengklarifikasinya. Pernyataan SI adalah pendapat pribadi dan tidak ada hubungannya dengan gereja Kristen.

Kepala Humas Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow kepada wartawan di Jakarta, Kamis (17/3/2022) menyatakan bahwa apa yang dikatakan Saifudin Ibrahim tentang penghapusan 300 ayat Al-Qur’an tidak ada kaitannya dengan PGI.

“Itu pernyataan pribadi. Tak ada kaitannya dengan PGI dan gereja-gereja pada umumnya. Kebetulan saja Saudara Saifuddin Ibrahim dibilang atau menyebut diri pendeta,” kata Jeirry Sumampow.

- Advertisement -

Lanjut Jeirry, Saifudin Ibrahim memang orang yang suka provokatif. Kalau pendapatnya tentang penghapusan 300 ayat Al-Qur’an tersebut menimbulkan kegaduhan besar, SI makin senang karena namanya makin terkenal. Maka sebaiknya, tambah Jeirry, diamkan saja, jangan didengar, dan jangan terprovokasi. Jika omongannya tak didengar dan diabaikan, SI akan diam sendiri.

Siapa Saifudin Ibrahim? Ia mempunyai nama lain Abraham Ben Moses. Dia lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat pada 26 Oktober 1965. Ayah Saifuddin adalah guru agama Islam, sementara mertuanya termasuk tokoh agama di Jepara. Lulus dari SMA di Bima, Saifuddin melanjutkan pendidikan sarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dia belajar di Fakultas Ushuluddin jurusan perbandingan agama.

Setelah kuliah, Saifuddin sempat mengajar di Pesantren Darul Arqom Sawangan, Depok, Jawa Barat. Pada 1999, ia mulai mengajar di Pondok Pesantren Al-Zaytun yang berlokasi di Haurgeulis, Indramayu. Saifuddin pindah agama dari Islam ke Kristen pada 2006. Pada 5 Desember 2017, SI ditangkap karena penistaan agama. Ia dianggap menghina Nabi Muhammad SAW melalui unggahan di akun Facebook miliknya. Pengadilan Negeri Tangerang memvonis SI 4 tahun penjara pada 2018.

Terakhir, betulkah Ibrahim adalah pendeta? Klarifikasi Jeirry Sumampow di atas, menunjukkan bahwa SI hanya mengaku sepihak sebagai pendeta. Padahal sebetulnya ia bukan pendeta. Itulah sebabnya di awal tulisan ini, kata pendeta dikasih tanda petik. Sebab, tak mungkin pendeta berbicara sembarangan. Karena untuk menjadi pendeta seleksinya sangat ketat. Bukan hanya akademis, tapi psikologis. SI kedua-duanya niscaya tidak memenuhi sarat untuk menjadi pendeta.

Efron Bayern, teolog Kristen, menyatakan bahwa pendeta adalah jabatan profesi. Pendeta juga pejabat gerejawi. Kok profesi?

Profesi di sini berarti pekerjaan yang memerlukan pendidikan khusus yang bersifat melayani manusia tanpa pembedaan serta berlaku seumur hidup. Suatu pekerjaan disebut profesi apabila ada pendidikan yang baku dan berkesinambungan.

Menurut Efron Bayern, profesi merupakan suatu pekerjaan yang semata-mata tidak mencari keuntungan. Melainkan melayani umat manusia tanpa diskriminasi. Orang yang mengemban profesi tersebut terus belajar sepanjang hayatnya. Para pengemban profesi secara moral bersepakat dan terikat dengan kode etik. Orang yang mengemban profesi secara sungguh-sungguh menjalankannya menurut kode etik profesi, maka ia disebut menjalankan profesinya secara profesional.

Dalam teologi Kristen tidak ada namanya lowongan jabatan pendeta yang kemudian orang berbondong-bondong mengajukan surat lamaran untuk mengisi lowongan pendeta. Gereja memanggil calon pendeta, bukan calon melamar untuk jabatan pendeta. Proses pemanggilan calon pendeta sampai tahap penahbisan butuh waktu panjang dan jalan berliku. Bukan sekali jadi.

Pendeta pada prinsipnya, tulis Efron, adalah pendeta Sinode Gereja dengan bertumpu atau berbasis pada Jemaat. Seorang pendeta dapat menjadi dosen permanen di sebuah sekolah teologi, dapat juga menjadi konsultan penerjemah di LAI atau bekerja di lembaga-lembaga kemanusiaan, tetapi ia tetap tidak lepas dari Jemaat tumpuan. Dalam arti teologis Jemaat tumpuannya secara resmi mengutus pendeta tersebut untuk bekerja sesuai dengan keahliannya. Jemaat tumpuan dapat sewaktu-waktu memanggil pulang pendeta tersebut apabila Jemaat tumpuan amat sangat membutuhkannya. Bukan itu saja Jemaat tumpuan dapat menanggalkan jabatan pendeta tersebut apabila yang bersangkutan melanggar kode etik.

Efron mengambil contoh Pdt. Lazarus Purwanto. Ia adalah dosen di satu sekolah teologi. Ia juga ahli tata gereja yang diundang oleh banyak gereja arus-utama untuk dimintai kontribusi pemikirannya. Dengan Jemaat tumpuannya yang nyata, orang tidak ragu terhadap keabsahan Lazarus Purwanto sebagai pendeta.

Di kanal-kanal 𝘠𝘰𝘶𝘛𝘶𝘣𝘦 banyak orang mengaku pendeta. Untuk mencapai popularitas tinggi mereka melakukan pansos (cari perhatian). Pansos mereka, misalnya, dengan membuat pernyataan-pernyataan kontroversial, bahkan mengolok-olok agama lain. Misal, yang sedang ramai saat ini isu yang dibuat oleh orang yang mengaku Pdt. Saifudin Ibrahim.

Dari penjelasan teolog Efron Bayern tersebut, jelas Saifudin Ibrahim bukanlah pendeta. Ia hanya mengaku-ngaku sebagai pendeta. Ia pendeta palsu.

Amidhan Shaberah
Amidhan Shaberah
DR. KH. Amidhan Shaberah adalah Ketua MUI 1995-2015/Komnas HAM 2002-2007
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.