Senin, April 28, 2025

Reformasi atau Keruntuhan Masa Depan Gereja Katolik

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
- Advertisement -

Paus Fransiskus memang menghadapi tantangan yang besar dalam memimpin Gereja Katolik di era modern ini. Di tengah krisis keimanan yang melanda, beliau berusaha keras untuk menarik umat kembali ke pangkuan Gereja. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari tur dunia untuk menyapa umat secara langsung, memberikan restu bagi pasangan sesama jenis, hingga menunjukkan keterbukaan terhadap isu-isu kontemporer seperti kecerdasan buatan dan perubahan iklim.

Upaya-upaya progresif Paus Fransiskus ini seolah menunjukkan semangat reformasi dan modernisasi Gereja. Namun, di balik semua itu, Gereja Katolik masih dibayangi oleh masalah lama yang tak kunjung usai: skandal pelecehan seksual dan penyalahgunaan dana.

Meskipun reformasi telah dilakukan selama bertahun-tahun, skandal-skandal baru terus bermunculan, menimbulkan luka dan kekecewaan bagi umat. Terbaru, Gereja Katolik di Peru diguncang oleh skandal yang melibatkan para pemimpin tertingginya. Sebuah investigasi mengungkap adanya praktik pelecehan seksual dan penyalahgunaan dana yang sistematis.

Namun, kali ini Paus Fransiskus menunjukkan sikap yang berbeda. Tidak lagi hanya berjanji atau mengeluarkan kecaman, beliau mengambil tindakan tegas dengan membubarkan kelompok gereja yang terlibat dalam skandal tersebut. Keputusan ini menunjukkan komitmen Paus Fransiskus untuk membersihkan Gereja dari oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaan dan merusak moralitas.

Paus Fransiskus mengambil langkah yang sangat drastis dan jarang terjadi dalam sejarah Gereja Katolik. Ia memutuskan untuk membubarkan sebuah gerakan Katolik berbasis di Peru yang bernama Sodalitium Christianae Vitae (SCV). Pembubaran ini bukanlah hal yang biasa terjadi dalam dunia Katolik. Istilah ini memang sering disebut, namun sangat jarang diimplementasikan dalam kenyataan.

Lalu, apa yang mendorong Paus Fransiskus mengambil langkah ekstrem ini? Jawabannya terletak pada skandal pelecehan seksual yang telah menghantui SCV selama lebih dari satu dekade.

SCV, yang didirikan pada tahun 1971, merupakan salah satu gerakan Katolik paling berpengaruh di Amerika Selatan dengan sekitar 20.000 anggota. Namun, di balik citra positifnya, tersembunyi kebobrokan moral yang mengerikan.

Pada tahun 2011, beberapa mantan anggota SCV melaporkan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pendiri gerakan tersebut, Luis Figari. Namun, seperti yang sering terjadi dalam kasus pelecehan di lingkungan Gereja, laporan ini tidak ditanggapi dengan serius. Baik Gereja setempat maupun Vatikan memilih untuk menutup-nutupi kasus ini.

Namun, “bom waktu” itu akhirnya meledak. Empat tahun kemudian, skandal pelecehan seksual di SCV terungkap ke publik, memaksa Vatikan untuk turun tangan dan mengambil tindakan tegas. Pembubaran SCV dan pemecatan para pemimpin tertingginya merupakan bentuk respons Vatikan terhadap skandal tersebut.

Keputusan ini menunjukkan keseriusan Paus Fransiskus dalam membersihkan Gereja dari oknum-oknum yang melakukan kejahatan seksual. Ini juga merupakan sinyal kuat bagi seluruh Gereja Katolik bahwa tidak ada toleransi bagi pelecehan seksual, tidak peduli seberapa berpengaruh pelakunya.

- Advertisement -

Pada tahun 2015, sebuah buku yang mengguncang publik diterbitkan. Buku ini ditulis oleh salah satu korban Luis Figari yang bekerja sama dengan seorang jurnalis investigasi. Dalam buku tersebut, mereka mengungkap secara mendetail berbagai praktik menyimpang yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di dalam organisasi Sodalitium Christianae Vitae. Isi buku ini tidak hanya membongkar kejahatan yang dilakukan oleh Figari, tetapi juga menunjukkan bagaimana sistem di dalam kelompok ini memungkinkan terjadinya eksploitasi terhadap para anggotanya tanpa adanya pertanggungjawaban. Publikasi buku tersebut menimbulkan kegemparan besar, memicu tekanan dari berbagai pihak, dan akhirnya memaksa kelompok ini untuk melakukan penyelidikan internal guna merespons tuduhan yang semakin sulit disangkal.

Pada tahun 2017, hasil penyelidikan yang dilakukan oleh kelompok tersebut akhirnya dirilis. Laporan ini mengungkap lebih banyak fakta yang mengejutkan dan mengerikan daripada yang sebelumnya diperkirakan. Terbukti bahwa Luis Figari secara sistematis melakukan tindakan sodomi terhadap para rekrutannya, menjadikan mereka korban pelecehan seksual yang berlangsung dalam jangka waktu lama.

Selain itu, ia juga kerap mempermalukan mereka dengan berbagai bentuk pelecehan psikologis, menciptakan lingkungan yang penuh ketakutan dan penderitaan bagi para anggotanya. Fakta-fakta ini mengejutkan banyak pihak dan mendorong seruan reformasi di dalam kelompok tersebut. Namun, seperti yang sering terjadi dalam kasus-kasus serupa, upaya reformasi yang dilakukan ternyata tidak membuahkan hasil. Segala bentuk perubahan yang coba diterapkan gagal total, dan kejahatan yang telah mengakar dalam kelompok ini terus berlanjut tanpa adanya perbaikan yang nyata.

Melihat kegagalan upaya reformasi tersebut, Paus Fransiskus akhirnya turun tangan dengan mengirim tim penyelidik Vatikan langsung ke Peru untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Hasil investigasi Vatikan hanya semakin mempertegas kenyataan kelam yang sudah terungkap sebelumnya. Mereka tidak hanya menemukan bukti lebih lanjut tentang penyalahgunaan kekuasaan yang sadis dan mengarah pada praktik sekte, tetapi juga menemukan bahwa selain pelecehan seksual, terjadi pula penyalahgunaan dana gereja dalam skala besar. Para pemimpin kelompok ini ternyata telah dengan sengaja mengelola keuangan gereja secara tidak transparan, memanfaatkan dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan keagamaan demi kepentingan pribadi mereka.

Setelah bertahun-tahun tarik ulur dan berbagai penyelidikan yang terus menyingkap borok organisasi ini, akhirnya Paus Fransiskus mengambil langkah tegas dengan embubarkan kelompok Katolik di Peru secara permanen. Keputusan ini menandai momen penting bagi Gereja Katolik dalam menghadapi skandal pelecehan dan penyalahgunaan yang terus mencoreng citranya. Namun, meskipun ini adalah langkah besar yang tampaknya membawa Gereja ke arah yang lebih baik, kenyataannya keputusan ini juga mencerminkan tindakan putus asa yang datang terlambat. Skandal ini telah berlangsung selama lebih dari satu dekade tanpa tindakan yang cukup cepat dan efektif. Sehingga, meskipun pembubaran ini dianggap sebagai langkah maju, banyak pihak tetap mempertanyakan mengapa butuh waktu selama ini bagi Gereja untuk bertindak secara tegas.

Gereja Katolik saat ini sedang menghadapi krisis keimanan yang semakin mengkhawatirkan, dengan semakin banyaknya jemaat yang merasa kehilangan kepercayaan terhadap institusi ini. Fenomena ini mendorong Paus Fransiskus untuk mengambil langkah-langkah strategis guna menghidupkan kembali peran Vatikan dalam kehidupan keagamaan umat Katolik serta memodernisasi Gereja agar lebih relevan bagi generasi muda. Paus menyadari bahwa jika Gereja tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, maka jumlah pengikutnya akan terus menurun. Oleh karena itu, ia mulai menerapkan berbagai kebijakan yang lebih progresif dengan harapan dapat menarik lebih banyak orang, terutama kaum muda, untuk kembali kepada ajaran Katolik.

Salah satu langkah besar yang diambilnya adalah melakukan perjalanan lintas negara yang jarang dilakukan sebelumnya oleh pemimpin Gereja Katolik. Dalam kunjungan-kunjungannya, Paus berusaha membangun hubungan lebih erat dengan umat Katolik di berbagai belahan dunia serta menunjukkan bahwa Gereja tidak tertutup terhadap perkembangan zaman. Selain itu, ia juga membuat beberapa kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Gereja, seperti memberkati pasangan sesama jenis—sebuah langkah yang mengejutkan banyak pihak dan menuai beragam reaksi dari dalam maupun luar Gereja. Selain itu, ia juga mendorong kesetaraan gender dalam struktur kepemimpinan Gereja, sebuah langkah yang selama ini sulit diwujudkan karena tradisi yang sangat konservatif.

Tak hanya itu, Paus Fransiskus juga menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu global yang semakin mendesak, seperti kecerdasan buatan (AI) dan perubahan iklim. Ia memahami bahwa Gereja tidak bisa lagi hanya fokus pada doktrin keagamaan semata, tetapi juga harus mengambil bagian dalam diskusi mengenai tantangan dunia modern. Dengan mengangkat isu-isu ini, Paus berusaha menunjukkan bahwa Gereja tetap relevan dalam kehidupan masyarakat kontemporer serta dapat memberikan panduan moral dalam menghadapi perkembangan teknologi dan krisis lingkungan.

Namun, terlepas dari semua upaya progresif yang telah dilakukannya, Paus Fransiskus tidak bisa lepas dari bayang-bayang skandal pelecehan seksual yang terus menghantui Gereja Katolik. Ke mana pun ia pergi, persoalan ini selalu muncul dan menjadi sorotan media serta masyarakat internasional. Tahun lalu, misalnya, saat ia melakukan kunjungan ke Timor Leste, skandal pelecehan seksual oleh para rohaniwan di masa lalu kembali diungkit, memicu perdebatan dan kekecewaan di kalangan jemaat. Situasi serupa terjadi ketika ia berkunjung ke Belgia, di mana Raja dan Perdana Menteri secara terbuka mengecam sejarah kelam Gereja yang selama beberapa dekade terlibat dalam kasus pelecehan seksual yang melibatkan para pemimpin agama.

Selama bertahun-tahun, masyarakat global telah menuntut tindakan nyata dari Gereja Katolik untuk menuntaskan masalah ini, bukan sekadar janji dan pernyataan kosong yang tidak membuahkan hasil. Mereka menginginkan perubahan yang konkret, keadilan bagi para korban, serta akuntabilitas dari pihak Gereja. Dan kini, tampaknya Paus Fransiskus mulai menyadari bahwa tindakan selalu berbicara lebih lantang daripada kata-kata. Sayangnya, kesadaran ini baru muncul ketika ia hampir tidak memiliki pilihan lain. Tekanan publik yang semakin besar serta berbagai tuntutan dari dalam dan luar Gereja membuatnya harus bertindak lebih tegas—meskipun bagi banyak orang, langkah-langkah yang diambilnya masih dianggap terlambat dan belum cukup untuk menghapus luka yang telah terjadi selama bertahun-tahun.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.