Jumat, Maret 29, 2024

Prahara Baru Setelah ISIS Melemah

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
isis-lemah
Pejuang Syiah membawa bendera ISIS yang mereka turunkan sambil merayakan kemenangan di kota Garma, Irak, Kamis (26/5). ANTARA FOTO/REUTERS/Thaier Al-Sudani/djo/

Menjelang Ramadhan 2014, militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mencaplok kota Tikrit. Ramadhan tahun berikutnya ISIS mencaplok kota di Ramadi. Dua peristiwa itu terjadi di Irak, belum termasuk yang di Suriah.

“Pesta” kemenangan ISIS di bulan Ramadan itu tak berlanjut di Ramadhan tahun ini, bahkan kota-kota di Irak yang disebut tadi itu kini sudah kembali dikuasai Pemerintah Irak. Pada Ramadhan 2016 ISIS semakin melemah. Fallujah, kota yang pertama kali diduduki ISIS di Irak, saat ini hanya menunggu waktu untuk sepenuhnya direbut dari ISIS.

Perkembangan signifikan juga terjadi di Libya. Di negara ini ISIS sebelumnya menguasai wilayah seluas negara Libanon sejak kelompok ini ekspansi di akhir tahun 2014. Wilayah Libya digadang-gadang akan menjadi “ibu kota” ISIS seandainya ISIS di Suriah dan Irak tumbang. Namun kenyataannya kini kota Sirte yang menjadi basis utama ISIS di Libya dipastikan tak lama lagi lepas dari cengkeraman ISIS.

Bahkan jika kita membaca di media-media arus utama, Pemerintah Libya menyatakan ISIS sudah berhasil didepak dari kota Sirte. Begitu juga dengan Pemerintah Irak. PM Irak telah menyatakan mayoritas kota Fallujah sudah dikuasai Irak kembali dari ISIS.

Tanda-tanda melemahnya ISIS sebenarnya secara tidak langsung juga disadari pihak ISIS, meski mereka tidak mengakuinya terus terang. Itu terlihat dari pidato juru bicara ISIS Abu Muhammad Al-Adnani menjelang Ramadan lalu yang isinya menyemangati pengikut-pengikutnya. Secara tersirat pidato tersebut semacam pelipur lara atas kekalahan demi kekalahan yang mereka alami.

Di dunia maya, tanda-tanda melemahnya ISIS juga bisa dilihat. Jika diperhatikan dengan seksama, belakangan mesin media propaganda ISIS semakin gencar mempublikasikan video dan rilisan-rilisan teks pernyataan operasi ISIS, bahkan video-video lama “didaur ulang” dan disebarkan lagi di internet. Hal ini jelas bertujuan demi menjaga citra eksistensi ISIS di mata pengikutnya di luar negeri. Tanda-tanda melemahnya ISIS semakin terbuka dan tak bisa ditutupi.

ISIS memang melemah dibandingkan tahun sebelumnya. Tapi terlalu prematur juga mengatakan “kekhalifahan” ISIS sebentar lagi tumbang. Kemungkinan besar satu-satunya skenario yang ditempuh kelompok ISIS agar tetap eksis adalah kembali ke habitatnya sebagai kelompok teror bawah tanah. Tak ada pilihan lain. Apalagi jika melihat kondisi ISIS terkini di Libya yang tak bisa lagi diharapkan.

Seandainya nanti daerah-daerah yang diduduki ISIS seluruhnya berhasil direbut kembali, pemerintah di Irak dan Suriah sepertinya akan menghadapi prahara baru. Permasalahan-permasalahan itu tanda-tandanya bisa diprediksi seiring melemahnya ISIS.

Di Suriah, sekali lagi, saat ini ISIS tak sebesar dulu. Satu-satunya keuntungan ISIS sedikit lebih kokoh dibandingkan keberadaannya di Irak adalah kompleksitas perang Suriah. Tanda-tanda melemahnya ISIS di Suriah, meski kondisinya sedikit lebih baik dibanding di Irak, diprediksi membuat perang Suriah justru semakin sengit. Sebab, kekuatan ISIS selama ini telah memecah konsentrasi perang antara rezim Suriah dan kelompok pemberontak.

Kelompok pemberontak selama ini menuding ISIS telah membajak revolusi Suriah dan menudingnya sebagai penghalang utama tujuan revolusi. Jika ISIS terus melemah, bahkan berhasil disingkirkan, pertempuran antara dua kubu (rezim dan pemberontak) semakin keras.

Sementara itu, posisi negara-negara asing dan agendanya di Suriah akan semakin terlihat. Tak sulit dibaca keberadaan ISIS di Suriah selama ini dijadikan alasan negara-negara asing, baik pihak sekutu pemerintah seperti Rusia dan Iran maupun pemberontak seperti Arab Saudi dan negara Barat, melakukan intervensi militer di Suriah.

Negara-negara asing yang memerangi ISIS di Suriah (kecuali Rusia) ini diprediksi akan kembali fokus pada tujuan utama menggulingkan rezim Suriah. Sudah menjadi rahasia umum negara-negara asing ini sejak pecahnya revolusi mendukung pergantian rezim di Suriah.

Begitu pula posisi militan Kurdi di Suriah yang selama ini berhasil menjadi pemenang utama merebut mayoritas wilayah ISIS di Suriah. Prestasi ini akan dijadikan modal utama tujuan politiknya terkait masa depan Suriah pasca-ISIS.

Disadari atau tidak, sebenarnya ada “hikmah” di balik munculnya ISIS. Irak sebelumnya mengalami pertikaian serius antar tiga kekuatan besar di Irak: masyarakat Sunni, Syiah, dan Kurdi. Ketika ISIS muncul dan menguasai wilayah Irak di bagian utara, tiga kekuatan besar ini bersatu padu dan menjadikan ISIS musuh bersama mereka. Ketika saat ini ISIS perlahan berhasil dikalahkan dan mulai melemah, persatuan tiga unsur utama Irak ini terancam. Yang paling menonjol ialah isu masyarakat Kurdi yang kembali menggelorakan kemerdekaan dari Irak.

Etnis Kurdi di Irak saat ini menjalankan pemerintahan otonomi (Kurdistan Regional Government) di Irak. Rupanya hal itu masih belum cukup memuaskan hasrat politik Kurdi di Irak. Masrour Barzani, putra tokoh Kurdi yang menjabat kepala Dewan Keamanan Kurdistan, mengatakan Irak pasca-ISIS tak mungkin lagi diperintah sentralistis di bawah Baghdad. Dia juga mengungkapkan usulannya agar Irak dibelah menjadi tiga negara (yakni Sunni, Syiah, dan Kurdi) sebagai solusi mencegah pertumpahan darah tiga kelompok besar itu (Al-Arabiya, 16/6/2016).

Yang dikhawatirkan adalah upaya Kurdi untuk menjadi negara yang berdaulat ini mendapat tentangan keras dari Baghdad. Jika terjadi ini akan menimbulkan konflik serius dan konflik ini semakin rumit jika aktor-aktor penting di kawasan Timur Tingah ikut andil memihak kubu-kubu yang bertikai.

Kita di Indonesia tentu berharap apa yang terjadi di Suriah dan Irak nanti seandainya ISIS akhirnya tersingkir, rakyatlah yang menentukan masa depan mereka sendiri. Entah itu dengan perundingan damai, referendum atau mekanisme demokratis yang lain jika ada. Sebab, konflik yang terjadi di Timur Tengah terbukti selalu berpengaruh di Indonesia. Bahkan konflik politik yang terjadi Timur Tengah seringkali di Indonesia dipahami konflik antar agama.

Terkait:

Pendekatan “Baru” terhadap Ayat-Ayat Jihad

Ramadhan dan 2 Tahun Khilafah ISIS

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.