Pekan lalu jagat media sosial sempat dibuat gempar dengan beredarnya Surat Pengesahan Pasangan Calon Kepala Daerah dari Partai Golkar untuk Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sebagai calon Gubernur Jawa Barat dan Anggota DPR RI Daniel Muttaqien sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Barat.
Nilai berita dari surat sakti ini kontan membuatnya viral dalam berbagai platform sosial media, terutama Whatsapp Group. Berbagai komentar bernada aneh pun berseliweran dalam 21 Whatsapp Group tempat saya bergabung.
Mulai dari pertanyaan, permohonan klarifikasi sampai bentuk kecaman terhadap dua tokoh yang membubuhkan tanda tangan dalam surat tersebut. Jum’at itu sungguh menjadi Jum’at Berkah bagi saya.
Sayangnya, tidak satu pun pertanyaan itu bisa saya jawab. Pertama, karena bukan kapasitas saya. Kedua, sakit meriang plus diare hari itu begitu menyiksa sampai saya hanya bisa menjadi silent reader saja.
Tak lama setelah itu, surat tanpa nomor dan stempel ini mulai menghiasi time line media daring nasional. Peristiwa ini tentu saja semakin menambah kemeriahan suasana, kesegaran konstruksi isu sang penyebar yang entah siapa itu untuk membangun bangunan opini yang hendak ia tebarkan.
Sebagai orang awam, pengamatan saya boleh jadi masih dangkal. Tetapi, sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalam Partai Golkar terdapat berbagai faksi dengan kepentingan yang sesekali sama, namun dalam banyak hal bisa mendadak berbeda.
Rumah Golkar sudah bagai universitas dengan aneka dinamika yang tidak akan ramah untuk mahasiswanya yang sedang sakit jantung dan mahasiswa kagetan. Salah menyikapi, tidak akan pernah ada SKS yang bisa terselesaikan.
Bukan Bantahan Tapi Pengakuan
Alih-alih surat itu dibantah secara keseluruhan, pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham malah hanya mengatakan bahwa surat tersebut sebagai surat bodong karena tanpa nomor, tanggal, dan stempel.
Sementara konten surat sama sekali tidak dibantah. Bahkan, ia mengakui partainya melakukan simulasi dengan memasangkan Ridwan Kamil – Daniel Muttaqien dalam Pilgub Jawa Barat 2018 mendatang.
Sebuah pengakuan jujur di tengah elektabilitas Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi yang sedang mengalami tren kenaikan signifikan. Sementara pemuncak tabel klasifika survei sementara, yakni Kang Ridwan, mengalami tren penurunan dan Deddy Mizwar berada dalam posisi stagnan di peringkat kedua.
Kejujuran yang memang pahit namun harus diungkapkan. Dedi Mulyadi dalam surat bodong tersebut diposisikan sebagai operator pemenangan pasangan Ridwan Kamil – Daniel Muttaqien dalam Pilgub Jawa Barat, bukan sebagai calon yang selama ini digadang akan dimenangkan.
Padahal, dalam Rapat Internal DPP Partai Golkar yang digelar pada 01 Agustus 2017, puja-puji mengalir untuk Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi, sebagai kader terbaik partai yang berhasil menjadikan partai berlambang pohon beringin ini punya elektabilitas tertinggi di Jawa Barat.
Atas prestasinya ini, rapat yang dihadiri oleh Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid, Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham, Ketua Bidang Pemenangan Jawa – Sumatera Nusron Wahid dan Koorbid Pemenangan Jawa Agun Gunanjar Sudarsa menetapkan Dedi Mulyadi sebagai kader yang akan diusung oleh Partai Golkar dalam Pilgub Jawa Barat.
Tetapi nama yang muncul dalam Surat Pengesahan yang beredar itu bukan nama Dedi Mulyadi.
Paradigma Paling Baru
Saya meyakini, masih banyak orang saleh dalam partai bentukan Orde Baru ini. Pun kita juga harus mengakui orang belum saleh pun tidaklah sedikit yang bernaung di bawah keteduhan pohon beringin ini.
Orang saleh dalam sebuah partai politik akan berpijak pada rule of the game, paradigma baru Partai Golkar yang digaungkan oleh Akbar Tandjung saat partai ini memasuki era reformasi. Mekanisme partai dipatuhi, perkaderan dihormati.
Saat itu, meski Bang Akbar Tandjung sedang menghadapi kasus Bulog Gate, roda organisasi partai masih tetap berjalan karena dihuni oleh para aktivis idealis yang betul-betul memahami medan perjuangan. Mereka tidak mengenal tawar-menawar sesaat. Dalam pikiran mereka hanyalah bagaimana agar partai ini berhasil memenangi pemilu, dan mereka berhasil melakukannya
Sebaliknya, orang yang belum saleh senantiasa berpijak pada asas “logika tanpa logistik pastilah anarkis”. Paradigma paling baru yang entah sejak kapan menghiasi relung hati dan pikiran elite Golkar saat ini. Urusan menang pemilu belakangan. You mau ikut? Berapa logistik yang you punya?
Padahal, saat ini Partai Golkar sedang didera berbagai persoalan, mulai dari sang ketua umum yang dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan beberapa kader di daerah pun malah terkena operasi tangkap tangan (OTT) sehingga berstatus sedemikian.
Ironisnya, kondisi ini tidak dibarengi oleh sensitivitas pengurus DPP Golkar terhadap keadaan dan fakta yang tengah terjadi. Hemat saya, Jawa Barat adalah harapan besar bagi Partai Golkar untuk menyelamatkan elektabilitas di Pemilu 2019 mendatang.
Mencoret Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi dari bursa kader internal yang akan dimajukan dalam Pilgub Jabar mendatang akan mengakibatkan partai ini kian terpuruk. Memang loyalis Dedi Mulyadi bukan dari kalangan berduit, tetapi orang berduit dan orang tidak berduit, suaranya tetap dihitung satu dalam Pemilu.