Theodore Roosevelt Junior yang biasa dipanggil Teddy atau Teddy Roosevelt adalah salah satu dari pemimpin Amerika Serikat (AS) yang terkenal karena keberaniannya. Presiden AS ke-26 ini berprinsip, seorang presiden adalah pemimpin rakyat yang harus berani mengambil segala tindakan demi kepentingan rakyat, kecuali tindakan-tindakan yang dilarang hukum dan Undang-Undang Dasar.
Teddy adalah Gubernur New York sebelum menjadi wakil presiden dan kemudian presiden Amerika Serikat (AS) yang ke-26 pada usia 42 tahun. Teddy merupakan orang termuda yang menduduki kursi presiden AS setelah Presiden William McKinley dibunuh pada tahun 1901.
Selain pemberani, Teddy juga terkenal sebagai Presiden yang tegas dalam menegakkan keadilan. Dia berpendirian bahwa pemerintah harus menjadi penengah di antara berbagai kepentingan yang kadang saling bertentangan, terutama antara buruh dan majikan. Keadilan bagi setiap orang dan tidak diskriminatif harus benar-benar dijamin oleh negara.
Sebagai pemimpin rakyat, seorang Presiden harus mengambil segala tindakan untuk kepentingan rakyat, kecuali tindakan-tindakan yang bertentangan dengan aturan main yang telah disepakati.
Teddy menentang perusahaan-perusahaan besar yang bermain-main dengan ketentuan-ketentuan politik. Oleh karena itu, ia menindak sejumlah korporasi besar yang melanggar undang-undang antimonopoli dengan cara berkonspirasi mengontrol pasar dan harga, bahkan ada di antara korporasi itu yang ia bubarkan secara paksa seperti Northern Securities Co dan lain-lain.
Presiden Teddy Roosevelt juga bertindak tegas pada pemogokan-pemogokan buruh yang diorganisasi oleh serikat pekerja internasional (International Workers of the World, IWW) seperti buruh tambang batu bara di Colorado tahun 1903. Pada masa itu, seruan mogok kerja merupakan hal biasa, padahal tindakan itu merugikan rakyat, karena akibat pemogokan akses untuk mendapatkan hasil produksi menjadi terhambat.
Dalam bidang keamanan, Teddy tegas dalam pendiriannya bahwa negara-negara asing tidak boleh membangun pangkalan di daerah Karibia, dan Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang boleh mencampuri urusan negara-negara Amerika lain.
Pada 1905 Presiden Teddy Roosevelt menenangkan hadiah Nobel Perdamaian karena mendamaikan Rusia dan Jepang yang sedang berperang. Ia juga merupakan Presiden Amerika Serikat yang pertama yang menggunakan Hague Court of International Arbitration (Mahkamah Arbitrase Intemasional di Den Haag), Belanda.
Kepribadian Teddy yang mengesankan dengan langkah-langkah progresifnya yang melampaui batas-batas kepartaian telah berhasil merebut hati rakyat. Kemakmuran yang dicapai saat itu juga membuat rakyat merasa puas dengan kinerja pemerintah, maka kemenangannya pada Pemilu 1904 merupakan keniscayaan. Teddy berhasil meraih 7.628.461 suara dengan 336 electoral college, mengalahkan penantang utamanya dari Partai Demokrat, Alton B. Parker, yang “hanya” meraih 140 electoral college dengan 5.084.223 suara popular vote.
Terdorong oleh kemenangan besarnya dalam pemilu, Teddy memberlakukan ketentuan baru dalam menggerakkan reformasi. Pada pesan tahunannya yang pertama di hadapan Kongres setelah terpilih kembali, Roosevelt menghendaki tata niaga kereta api yang lebih tegas, dan pada Juni 1906 Kongres mengesahkan Undang-Undang Hepburn. Ketentuan ini memberikan kewenangan kepada Komisi Dagang Antarnegara Bagian untuk mengatur tarif, memperluas wilayah kekuasaan hukum Komisi, dan memaksa perusahaan Kereta Api untuk melepaskan modal mereka di maskapai pelayaran dan perusahaan batu bara.
Perlindungan terhadap sumber-sumber alam milik negara, penghentian eksploitasi tambang yang merusak, dan reklamasi tanah luas yang telantar, adalah di antara contoh dari keberhasilan penting yang dicapai pada era Teddy Roosevelt. Presiden menyerukan program terpadu dan berjangkauan luas untuk konservasi, reklamasi, dan irigasi. Hal ini bahkan sudah ia sampaikan pada saat berpidato di hadapan Kongres yang pertama tahun 1901.
Presiden-presiden sebelumnya berhasil menyediakan 18.800.000 hektare hutan untuk hutan lindung dan taman. Roosevelt meningkatkan jumlahnya menjadi lebih dari tiga kali lipatnya, yakni 59.200.000 hektare dan memulai usaha-usaha sistematis untuk melindungi kebakaran hutan dan mereboisasi tanah-tanah yang gundul.
Dalam soal keberanian dan komitmen untuk menegakkan keadilan, saya kira Teddy Roosevelt layak diteladani oleh semua pemimpin dari negeri mana pun, termasuk pemimpin Indonesia. Di lingkungan birokrasi yang koruptif serta dalam berhadapan dengan mafia di segala lini, tanpa keberanian, mustahil bisa menegakkan keadilan, dan lebih mustahil lagi bisa menyejahterakan rakyat.
Jika berprinsip seluruh kekayaan negara diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat, maka jalan yang harus ditempuh antara lain adalah bagaimana menyelamatkan sumber-sumber kekayaan negara dari tangah-tangan “kotor” para politikus dan pengusaha-pengusaha nakal. Para politikus dan pengusaha harus dimintai komitmennya untuk ikut serta menyejahterakan rakyat.
Untuk menghadapi para politikus dan pengusaha yang “menguasai” aset-aset negara, dibutuhkan keberanian yang bertumpu pada perundang-undangan dan konstitusi. Apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam menjalankan kebijakan tax amnesty bisa menjadi langkah awal yang baik. Meskipun banyak yang mengkritik, Jokowi tetap berani melangkah karena menurutnya opsi inilah yang terbaik untuk rakyat.
Keberanian untuk memecat para pembantunya yang hanya bikin gaduh namun minim prestasi dan menggantinya dengan tokoh-tokoh profesional yang mumpuni juga merupakan langkah yang patut diapresiasi. Untuk kepentingan rakyat, apa pun bisa dilakukan sepanjang tidak melanggar undang-undang dan konstitusi, prinsip Presiden Teddy Roosevelt ini layak ditiru para pemimpin di negeri ini.