Pasca runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki proses pemilihan umum yang lebih terbuka, jujur, adil, dan transparan. Proses ini membutuhkan kedewasaan berpikir bagi masyarakat yang terlibat langsung dalam proses pemilu tersebut. Ormas Islam, harus bisa lebih bersikap dewasa dan terbuka pasca Orde Baru tidak lagi berkuasa. Mereka harus bisa menyongsong masa depan yang lebih baik dan mendakwahkan nilai-nilai dalam Islam dengan cara ramah dan toleran tidak dengan argumen perlawanan.
Pemerintah pada saat itu setidaknya sudah bisa membuat lembaga pemilihan umum dengan netral dan transparan sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan. Maka sudah seharusnya para umat di akar rumput terus melakukan hak dan kewajiban mereka sebagai umat yang baik, menyuarakan hak suaranya dan mengikuti prosedur yang sudah ditentukan, itulah umat yang baik. Bahkan tidak hanya menyuarakan hak dan kewajibannya tapi yang lebih penting menjaga demokrasi ini tetap berjalan sesuai koridornya.
Seiring berjalannya waktu, anggap saja pesta demokrasi yang sekarang kita saksikan di tahun 2024 ini, umat harus menjaga ruh spiritual yang sudah dilakukan oleh para ulama pembaharu dan negarawan yang sudah mencetuskan demokrasi pada 98 dulu. Paling tidak kalau misalkan kita berpihak pada salah satu kelompok ataupun paslon tertentu kita harus menjaga marwah politik kebangsaan umat Islam yang sudah dicetuskan para ulama pembaharu kita yang masuk dalam koridor Ummatan Wasathan.
Al-Quran, sebagai kitab suci umat muslim, kitab yang paling mulia sudah menegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang terletak di tengah “Ummatan Wasathan” (Q.s Al-Baqarah: 143). Berada di tengah itu dapat dicapai dengan berdiri persis di tengah atau dengan menggabungkan yang terbaik dari dua gejala yang bertentangan. Sejak dulu, umat Islam sudah diperintah menjadi umat yang berada di tengah-tengah terutama terkait dengan bernegara, menentukan pemimpin di masa yang akan datang.
Maka sudah seharusnya seluruh anggota, kader yang ada di dalam jajaran Muhammadiyah atau paling tidak mereka yang mengaku dirinya sebagai sinar pembaharu harus bisa menafsirkan dan mengaplikasikan surat al-Baqarah ayat 143 tersebut di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, gerakan Muhammadiyah senantiasa mengakar pada nilai-nilai keislaman serta dilengkapi dengan format pembaharuan dalam menentukan pilihan lima tahun yang akan datang.
Konsep tentang adanya suatu negara tidak secara tiba-tiba muncul dalam sejarah begitu Indonesia merdeka, meskipun konsep tersebut sudah populer di kalangan elite. Bagi orang awam konsep bernegara harus disosialisasikan. Konsep warga negara sebagai individu dan sebagai ummat dalam kacamata kepentingan juga belum banyak disadari. Maka sudah waktunya bagi kader Muhammadiyah untuk memberikan pemahaman terkait dengan ummat dalam memberikan hak dan suaranya untuk bersikap bijak dalam menentukan pilihannya masing-masing.
Melihat pemilu tahun 2024 ini seluruh warga masyarakat sudah paham bahwa kehadiran kelas menengah memberikan kesadaran baru tentang hak-hak warga negara. Bersamaan dengan itu, ummat sebagai sebuah gejala sosial-politik juga terangkat. Kita percaya bahwa negara semakin akomodatif pada warga negara dan umat. Negara tidak akan abai, apalagi mengkomersialisasikan ummat hanya untuk kepentingan kelompok-kelompok elit tertentu.
Kader pembaharu harus sadar betul bahwa potensi keterbelahan umat di pemilu kali ini sangatlah besar, maka konsep Ummatan Wasathan tidak boleh hanya berhenti di dalam suatu konsep dalam gagasan, tetapi harus terealisasi dalam geografi dan sejarah aktual. Kader Muhammadiyah harus mendengungkan konsep ini dengan penuh keyakinan supaya terwujud politik kenegaraan yang beradab, demokrasi yang bermartabat dan menjaga demokrasi yang beradab selalu membawa narasi perubahan dan kebaikan bahwa yang menjadi ilham warga masyarakat semuanya sebagai putra terbaik bangsa dalam membawa Indonesia menuju lebih baik.
Putra-putra bangsa yang hari ini menjadi calon presiden dan wakil presiden merupakan putra yang lahir dan dibesarkan dari buah reformasi dari perjuangan umat dalam menjaga demokrasi, semua calon menginginkan Indonesia menjadi negara yang maju. Maka bagi seluruh warga dan kader Muhamamdiyah jadilah umat yang baik, Ummatan Wasathan yang bisa menjadi penengah atau paling tidak bisa menjadi pencegah dengan datangnya hal-hal buruk di dalam diri secara khusus dan warga masyarakat secara umum.
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan politik. Dalam konteks keberagaman dan keadilan, konsep negara demokrasi kebangsaan yang bermartabat menjadi sangat penting. negara-negara yang memiliki sistem demokrasi kebangsaan yang bermartabat, penting untuk memahami konsep demokrasi itu sendiri. Pada dasarnya, demokrasi bukan hanya tentang pemilihan umum, tetapi juga tentang prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, kebebasan berpendapat, keadilan, serta partisipasi aktif rakyat dalam proses politik.
Sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam memperkuat sistem demokrasi dan martabat bangsa. Seruan moral untuk menghadirkan pemilu yang bersih dan aman telah digaungkan oleh berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, sebagai upaya menjaga stabilitas politik negara. Dan konsep Ummatan Wasathan ini pun diterapkan untuk menjaga kerukunan dalam bernegara dan berbangsa.
Bahkan, bagi Kuntowijoyo dalam bukunya Identitas Politik Umat Islam menyebutkan konsep Ummatan Wasathan tidak hanya berlaku bagi soal keduniiawian saja melainkan juga berlaku dalam urusan ukhrawi (Kuntowijoyo, 2018:7). Doa rabbana atina fit-dun-ya Hasanah wa fil akhirati hasanah menegaskan bahwa umat Islam diharuskan untuk mencari kebaikan dunia dan akhirat. Ternyata tidak semua agama dan keyakinan yang ada di Barat ataupun Timur yang melihat dunia dengan mata tertutup dan kesempurnaan hanya dapat dicapai dengan memalingkan dari dunia.
Maka dengan jelas Islam dibangun atas dua hal penting ilmu dan amal, pengertian dan perbuatan yang konseptual dan real. Dengan begitu sudah seharusnya umat Islam secara umum dan kader Muhammadiyah secara khusus menghadirkan politik kebangsaan dengan konsep Ummatan Wasathan, mengajak kebaikan demi terwujudnya negara yang berkeadaban dengan politik yang beradab.