Jumat, Maret 29, 2024

Politik Balas Budi dan Reshuffle Kabinet

Asrinaldi Asril
Asrinaldi Asril
Pengajar Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang
Anggota DPR dari fraksi PDIP Masinton Pasaribu (kanan) memberikan pandangan pada diskusi hasil survei nasional tentang Kinerja Satu Tahun Pemerintah Di Mata Publik di Jakarta, Minggu (20/12). Hasil survei yang dilakukan PolcoMM Institute menunjukkan bahwa latar belakang menteri tidak banyak memengaruhi tingkat keberhasilan anggota Kabinet Kerja dimana dalam setahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, penilaian tertinggi justru diraih menteri dengan latar belakang partai politik. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/ama/15
Diskusi hasil survei nasional yang dilakukan POlcoMM Institute tentang Kinerja Satu Tahun Pemerintah di Mata Publik di Jakarta. ANTARA FOTO/ Muhammad Adimaja

Isu reshuffle kabinet jilid ke-2 kembali menghebohkan jagat politik Indonesia. Persisnya sejak Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan dukungan politiknya ke Presiden Joko Widodo. Dukungan PAN kepada Presiden Joko Widodo diklaim tanpa diikuti oleh syarat tertentu. Tapi, sebagaimana lazimnya terjadi dalam kabinet Presiden Joko Widodo sekarang, umumnya pejabat politik yang dilantik dalam kebinetnya adalah mereka yang berasal dari partai pendukung.

Karenanya, bukan tidak mungkin PAN juga akan mendapatkan posisi dalam kabinet Presiden Joko Widodo. Bahkan sudah kencang terdengar ke publik bahwa PAN akan mendapatkan jatah kursi menteri jika reshuffle jadi dilakukan.

Tak sedikit publik mempertanyakan, apakah perubahan kabinet yang akan dilakukan Presiden Joko Widodo hanya berdasarkan pertimbangan dukungan politik semata atau lebih jauh dari itu untuk kepentingan bangsa? Sebab, dari banyak pelantikan pejabat di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, jamak diketahui publik pejabat yang dilantik tersebut adalah mereka yang memiliki kontribusi pada pemenangan Joko Widodo sebagai presiden pada Pemilihan Presiden 2014 lalu.

Walau dalam politik itu dibenarkan karena begitulah kepentingannya, pelantikan dari kalangan pendukung utama ini terasa sangat berlebihan bagi masyarakat. Sebab, ada kesan presiden hanya pandai membagi-bagi kekuasaan untuk menyenangkan hati para pendukungnya. Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang memilihnya?

Apa yang diperlihatkan Presiden Joko Widodo secara sederhana dipahami oleh publik sebagai politik balas budi kepada pendukung utamanya. Dalam dunia politik yang penuh intrik dan muslihat memang dibutuhkan strategi untuk menghadapinya. Strategi yang baik tidak mungkin disusun sendiri, tapi memerlukan tim yang anggotanya punya keahlian di bidang masing-masing.

Apalagi menghadapi intrik dan muslihat dalam pemilu presiden yang merupakan jabatan politik tertinggi karena banyak elite menginginkannya. Untuk mengatasi intrik dan muslihat ini tentu membutuhkan dukungan yang tidak sedikit. Agaknya dukungan nyata dari tim yang berada di sekitar Presiden Joko Widodo inilah yang akhirnya mendapat imbalan karena dedikasi yang dilakukan selama ini.

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin Rapat Kabinet Terbatas membahas masalah waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time) di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/12). Presiden meminta pembenahan dari tahapan pemeriksaan bea cukai (custom clearance) hingga pascapemeriksaan (post custom clearance), serta pembenahan jalur dan pemeriksaan fisik, yang bertujuan untuk mengatasi penumpukan kontainer yang melewati batas waktu. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/kye/15
Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla. ANTARA FOTO/ Yudhi Mahatma

Kenyataan ini memang menarik. Walaupun hampir semua presiden di negeri ini melakukan hal yang sama, apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo terlalu mencolok. Bahkan terkesan Presiden sangat leluasa melantik orang-orang yang diketahui telah berjasa kepadanya.

Meski tidak semua usulan nama-nama pejabat yang dilantik itu berasal dari Presiden, faktanya di sekeliling Presiden juga ada elite koalisi partai pendukungnya yang juga punya kepentingan terhadap jabatan tertentu di pemerintahan.

Bergabungnya PAN ke dalam koalisi pemerintahan yang berkuasa jelas mempengaruhi struktur kabinet yang akan diperbarui. Pemberian jatah kursi menteri kepada PAN merupakan bentuk kompensasi terhadap dukungan politik yang memang dibutuhkan presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Apalagi dengan sikap sejumlah elite partai di lembaga legislatif yang selalu menunjukkan sikap berseberangan dengan kebijakan presiden.

Sayangnya, yang mencuat ke publik terkait isu reshuffle kabinet ini adalah politik balas budi Presiden Joko Widodo. Memang, balas budi ini bukan hal asing dalam dunia politik karena ini juga bagian dari watak dasar manusia sebagai makhluk politik. Bahkan yang dilakukan Presiden Joko Widodo ini bisa dipahami sebagai strategi untuk memperkuat kedudukan politiknya di tengah “kegaduhan politik” yang terus berlangsung setiap saat.

Namun, dari sisi lain, politik balas budi ini juga perlu juga dilakukan kepada masyarakat yang memilih Joko Widodo. Apalagi, menjelang dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, masih ada keluhan masyarakat terkait dengan kesejahteraan. Padahal masyarakat juga menginginkan adanya perbaikan kesejahteraan dari apa yang mereka hadapi sebelum ini.

Tentu ini tidak mudah dilakukan oleh presiden seorang diri. Karenanya, cara yang paling elegan mewujudkan harapan masyarakat tersebut adalah dengan melantik pejabat publik yang memang berkompeten mengatasi masalah yang yang ada. Jadi, bukan sekadar pertimbangan balas budi yang dianggap menggelikan dan mencerminkan ketidakmandirian presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Idealnya, jika reshuffle kabinet memang akan dilakukan Presiden Joko Widodo, konteksnya bukanlah dalam rangka balas budi politik ke elite yang mendukung kepemimpinannya. Presiden sebaiknya juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat. Alasan utama pergantian menteri di jajaran kabinet ini adalah pada ketidakmampuan menteri-menteri melaksanakan tugasnya. Bagaimanapun, masyarakat juga punya penilaian terhadap menteri-menteri yang diangkat presiden. Dengan mengganti menteri yang memiliki kinerja buruk, secara tidak langsung Presiden Joko Widodo sudah melakukan politik balas budi kepada masyarakat.

Dalam literatur ilmu politik, politik balas budi kepada warga negara yang sudah mengangkatnya menjadi pemimpin merupakan gambaran keluhuran budi seorang pemimpin. Jadi, politik balas budi kepada masyarakat tidak hanya menyangkut masalah pemenuhan kebutuhan saja, tapi juga terkait dengan kedaulatan politik yang diakui ada dalam masyarakat.

Dalam konteks ini, pengakuan terhadap adanya kedaulatan politik masyarakat tersebut adalah dengan cara mendengarkan aspirasinya. Inilah hakikat sesungguhnya sistem pemerintahan yang demokratis itu.

Asrinaldi Asril
Asrinaldi Asril
Pengajar Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.