Minggu, Oktober 13, 2024

Percobaan Revolusi Arab Tanggal 22 Mei 2019 Harus Dicegah

S. Indro Tjahjono
S. Indro Tjahjono
Eks Ketua Dema ITB 77-78. Salah satu pentolan aktivis 78, ketika ditangkap Soeharto, menulis pledoi: INDONESIA DI BAWAH SEPATU LARS.

Pada tanggal 22 Mei 2019, konon kelompok Islam yang gagal mengusung Prabowo Subianto menjadi presiden memobilisasi massa melakukan demo besar di Jakarta. Demo ini sebenarnya sudah tidak terkait lagi dengan isu KPU curang. Mereka yang pada dasarnya tidak percaya demokrasi itu, kembali pada tema utama #2019Ganti Presiden dan segera dibentuk negara khilafah.

Mereka yang Terpengaruh Revolusi Arab Semakin Banyak

Eksperimen Revolusi Arab (Arab Spring) yang mereka nilai berhasil rupanya akan dicoba dilaksanakan di Indonesia. Jumlah penganut Islam garis keras yang membengkak dari hari ke hari membuktikan bahwa pemerintah telah khilaf dalam mewujudkan ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin. Sejak mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbagai aliran Islam dibiarkan berkembang tidak terkendali.

Akibatnya, ajaran dan kelompok Islam yang membawa virus Revolusi Islam ikut masuk dan menjadi kuat. Berbagai parpol Islam ikut menunggangi mereka, karena kemampuan mereka lakukan gerilya dakwah yang dibackup oleh pendanaan yang entah dari mana asalnya. Pada 2019 kelompok ini menumpukan harapan mereka kepada Prabowo Subianto (PS) yang telah menjalin kontrak di bawah tangan dalam membuka peluang kehadiran gagasan mereka.

Walaupun Islam garis keras ini adalah anti-demokrasi, tetapi mereka adalah penikmat iklim demokrasi utama yang didukung kebijakan Jokowi. Melalui televisi dan media sosial, mereka mengumbar dakwah, bahkan kadang berisi ujaran melawan konstitusi. Pembubaran HTI dan FPI sudah terlambat, karena dengan dibantu parpol Islam, Islam garis keras leluasa membangun jejaring dan menguasai tempat ibadah.

Langkah-langkah Mensuriahkan Indonesia

Tanggal 22 Mei 2019, adalah awal Revolusi Islam akan ditabuh. Seperti biasa mungkin akan ada martir untuk memicu gerakan yang lebih besar. Di Tunisia Revolusi Arab diawali dengan bunuh dirinya penjual buah bernama Mohamed Bouazizi.

Kalau melihat peta jalan (road map) kelompok Islam garis keras ini di Indonesia, apa yang dilakukan mirip dengan Revolusi Islam di Suriah. Pola men-Suriah-kan Indonesia setidaknya tampak dalam beberapa pergerakan berikut;

Pertama, politisasi agama. Indikasi menguatnya penggunaan kedok agama demi kepentingan kekuasaan, sebagaimana pernah dilakukan di Suriah, terlihat dalam banyak hal, di antaranya adalah penggunaan masjid sebagai markas keberangkatan demonstran.

Kedua, menghilangkan kepercayaan kepada pemerintah. Dilakukan dengan terus-menerus menebar fitnah murahan terhadap pemerintah. Sesekali presiden Suriah Basyar al-Assad dituduh Syiah, sesekali dituduh kafir, dan pembantai Sunni. Dalam kontek Indonesia, presiden Jokowi pernah difitnah apa saja, mulai dari Kristen, Cina, Komunis, anti-Islam, mengkriminalisasi ulama, dan sederet fitnah lainnya. Tidak usah heran dengan fitnah-fitnah tersebut, yang muncul dari kelompok yang merasa paling ‘Islam’, karena bagi mereka barangkali fitnah adalah bagian dari jihad.

Ketiga, pembunuhan karakter ulama. Dalam proses menghadapi krisis, ulama yang benar-benar ulama tidak lepas dari sasaran fitnah mereka ketika berseberangan. Bahkan mereka mencaci-maki ulama sekaliber Syeikh Sa’id Ramadhan al-Buthi, yang pengajiannya bertebaran di berbagai saluran televisi Timur Tengah, kitabnya mengisi rak-rak perpustakaan kampus-kampus dunia Islam, dan fatwa-fatwanya menjadi rujukan.

Hal itu sama dengan yang terjadi di Indonesia, kenapa Buya Syafi’i Ma’arif dianggap liberal, KH. Mustofa Bisri juga dianggap liberal, Prof. Quraish Syihab dituduh Syiah, Prof. Said Aqil Siraj juga dituduh Syiah, bahkan KH. Ma’ruf Amin atau TGB Zainul Majdi yang pernah dijunjung-junjung oleh mereka, kini harus menanggung hujatan fitnah. Setelah ulama yang sejati yang mempunyai kapasitas keilmuan yang cukup, mereka bunuh karakternya, maka mereka munculkan ustad-ustadzah picisan yang punya kapasitas entertainer yang hanya mampu berakting layaknya “ulama”.

Keempat, meruntuhkan sistem dan pelaksana sistem negara. Misi utama kelompok garis keras adalah meruntuhkan sistem yang ada, dan menggantinya dengan sistem yang ideal menurut mereka (khilafah).

Kelompok makar di Suriah berusaha meruntuhkan sistem dan pelaksana pemerintahan yang sah. Sebaliknya mereka mengkampanyekan slogan al-sha’b yurid isqat al-nizam (rakyat menghendaki rezim turun) dan irhal ya Basyar (turunlah Presiden Basyar). Slogan dengan fungsi yang sama di-copy paste oleh jaringan mereka di Indonesia, jadilah gerakan dan tagar ‘2019 Ganti Presiden’!

Operator Revolusi Arab di Indonesia Sudah Tersedia

Jadi bukan tidak ada kelompok Islam yang mengimpikan Revolusi Arab terjadi di Indonesia. Dalam pilpres 2019, secara politik ,mereka menyangkal ingin membentuk negara khilafah. Tetapi narasi mereka yang terdapat dalam medsos, sama seperti ucapan para kombatan ISIS, misalnya bunuh dan penggal kepala.

Mereka juga mengkonsolidasi jihadis bom bunuh diri untuk ber atraksi pada pengerahan people power tanggal 22 Mei 2019. Sayangnya rencana mereka lebih dahulu digagalkan Polri. Sedangkan para elite yang dituduh lakukan makar, yang tergiur terhadap jaringan Islam radikal dan Revolusi Arab, juga sudah diamankan.

Percobaan Revolusi Arab tanggal 22 Mei 2019, bukanlah isapan jempol. Kelompok Islam garis keras Indonesia sudah melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Suriah dan Filipina, untuk militan ISIS asal Indonesia yang masih ada di Suriah berjumlah 590 orang.

Mereka yang meninggal sebanyak 103 orang, 86 pulang ke Indonesia, 539 dideportasi sebelum sampai, dan satu orang berhasil dicegah. Sementara untuk anggota militan asal Indonesia yang menuju Filipina sebanyak 57 orang. Saat ini, 5 orang tercatat masih berada di Filipina, 32 orang tewas, enam pulang ke Indonesia, 7 dideportasi oleh imigrasi setempat, dan tujuh digagalkan sebelum berangkat. Mereka inilah yang disebut foreign terrorist fighter.

Bahkan algojo paling sadis dari ISIS juga berasal dari Indonesia. Namanya Abdu Walid yang pernah disiarkan dalam video ISIS. Di akhir rekaman video, Abu Walid berdiri berjejeran bersama Abu Aun asal Malaysia dan Abu Abdurrahman asal Filipina. Di depan mereka duduk bersimpuh tiga tahanan memakai baju oranye, laiknya Steven Sotloff, James Foley, David Haines, Alan Henning, atau Kenji Goto. Dan dengan keji, aksi brutal menyembelih hidup-hidup para sandera pun Abu Walid lakukan. Setelah disembelih, kepala sandera dipotong sampai putus.

Karena itu jika percobaan Revolusi Arab dibiarkan pada tanggal 22 Mei 2019 dan seterusnya, kita akan menghadapi kekejian yang miris. Bangsa Indonesia harus tidak membiarkan percobaan itu berlanjut seperti bagaimana Suriah diluluh-lantakkan. Sekarang atau bangsa ini akan hancur lebur.

S. Indro Tjahjono
S. Indro Tjahjono
Eks Ketua Dema ITB 77-78. Salah satu pentolan aktivis 78, ketika ditangkap Soeharto, menulis pledoi: INDONESIA DI BAWAH SEPATU LARS.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.