Sabtu, April 20, 2024

Merindukan AT Mahmud lewat Lagu Anak (3 Februari 1930 – 6 Juli 2010)

Aura Asmaradana
Aura Asmaradana
Mahasiswi tingkat akhir di STF Driyakarya, Jakarta. Karyanya, "Solo Eksibisi" - Kumpulan Cerita Pendek (2015)

AT Mahmud. [Tempo/Rendra]
Dewasa ini tak banyak orang tahu nama Masagus Abdu’llah Mahmoed. Nama itu tercatat di lembar ijazah seorang alumnus sekolah Sjoeritsoe Mizoeho Gakoe-en tahun 1945. Berbeda halnya jika menyebut Abdullah Totong Mahmud. Mungkin banyak orang akan merasa familiar. Ya, ialah almarhum AT Mahmud, sang maestro.

 

AT Mahmud wafat tepat tujuh tahun lalu, 6 Juli 2010. Kepergiannya membuat khalayak ingat kembali pada lagu-lagu anak gubahannya yang mencapai angka 500-an. Kepergiannya pula yang menimbulkan keresahan di hati para orang tua. Akankah lagu anak akan tetap membuat riang dunia? Kalaupun iya, akankah ada lagu-lagu anak yang terdengar sederhana dan easy listening seperti gubahan AT Mahmud?

Keresahan itu bukan hal remeh. AT Mahmud sendiri sudah menyatakan sikap peduli terhadap lagu anak sejak tahun 1997. Dalam sebuah wawancara, ia mengakui, “… judul sebuah lagu anak-anak “Aku Cinta Rupiah”. Siapa sebetulnya yang sebenarnya mengenal rupiah? Tentu bukan anak-anak, tetapi orang dewasa.”

Memang tak bisa disangkal, sekarang kita dapat menemukan lagu anak kerapkali dijadikan sebagai media ekspresi orang tua. Dengan dinyanyikan oleh anak-anak, diam-diam nilai dalam lagu itu tertanam dalam diri anak. Anak-anak mengetahui apa yang belum seharusnya mereka ketahui, anak-anak berpendapat hal-hal yang sesungguhnya bukan pendapat mereka.

Tahun 2012, Ifa Isfansyah menyutradarai sebuah film anak musikal, Ambilkan Bulan. Film itu didedikasikan untuk AT Mahmud yang lagu-lagunya didaur ulang dan ditampilkan secara apik dalam film tersebut. Ambilkan Bulan bisa disebut sebagai bentuk kepedulian terhadap kejayaan film dan lagu anak.

Tak berhenti di situ, medio 2016, muncul gerakan “Save Lagu Anak”. Kehadiran gerakan itu tak lepas dari viralnya lagu Lelaki Kardus, sebuah lagu anak dengan materi dewasa nan vulgar. “Save Lagu Anak” digagas oleh para penyanyi cilik era 90-an. Pembicaraan mengenai proyek itu diterima dengan hangat oleh masyarakat.

Perkara lagu anak tak mungkin menciptakan gelombang aksi seperti itu jika dianggap tidak penting. Dengan sifatnya yang sederhana dan naif dalam menyampaikan realitas dunia, lagu anak menjadi bahan pembelajaran yang baik bagi anak. Anak-anak diajarkan berimajinasi tentang hal-hal yang mungkin belum pernah mereka alami.

Poin yang lebih penting, anak-anak diajak membuat realitas menjadi menyenangkan dengan melagukannya. Dari hal-hal sederhana semacam peristiwa panen raya (Musim Panen), naik kereta api (Kereta Apiku), memancing (Pulang Memancing) hingga kecintaan terhadap daerah (Jakarta Berulang Tahun), dan negara (Aku Anak Indonesia). Dengan begitu, berarti peran pencipta lagu anak seperti AT Mahmud tidak hanya penting dalam khazanah musik Indonesia, tapi juga perkembangan diri anak-anak Indonesia.

Lagu anak yang sifatnya sederhana dalam memandang hal-hal keseharian membuat anak menjadi lebih peka terhadap hal-hal kecil. AT Mahmud, misalnya, pernah menulis lagu Cemara. Cemara pohon ranting, daunnya halus ramping | Bergerak-gerak kian kemari seperti camar menari | Ketika angin lalu menyentuh daun cemara | terdengar desir di telingaku sebuah lagu merdu.

Sungguh AT Mahmud punya kemampuan meletakkan diri sebagai anak-anak yang memandang realitas dengan naif dan kreatif. Dalam lagunya, ada banyak analogi yang tak terduga oleh kebanyakan orang dewasa. Misalnya, cemara seperti camar menari dan tangan penari, atau bulan sabit seperti perahu emas berlampu bintang berlaut langit.

Anak-anak yang di masa emas banyak memperhatikan dunia di sekitarnya akan mengasah kritisisme lebih lanjut. Anak-anak—dengan cara gembira—menyadari ada dunia luas yang melingkupinya. Jangankan anak-anak, orang dewasa saja harus menyadari bahwa ada eksistensi umat manusia mengandung keragaman.

Hanya lagu polos khas kanak yang bisa mempersembahkan anak-anak di kota bahwa ada kehidupan di desa, tempat rambutan dan pisang berasal; tempat anak-anak turun ke sawah dan menggembala kerbau. Hanya lagu sederhana khas kanak yang bisa mempersembahkan cerita tentang kawanan burung layang-layang dan kunang-kunang pada anak-anak di hunian padat bertingkat. Kehidupan tak hanya milik mereka. Ada anak-anak lain dengan latar belakang berbeda.

Bukan tak mungkin setelah tahu, anak-anak akan belajar peduli. Bukankah kepedulian yang merupakan cikal bakal penangkal generasi muda dari sikap apatis, egois, bahkan koruptif? Maka, menyelamatkan lagu anak sesungguhnya adalah salah satu cara menyelamatkan masa depan anak-cucu kita kelak.

Aura Asmaradana
Aura Asmaradana
Mahasiswi tingkat akhir di STF Driyakarya, Jakarta. Karyanya, "Solo Eksibisi" - Kumpulan Cerita Pendek (2015)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.