Jumat, Maret 29, 2024

Pemilu Bukan Segala-galanya, tapi Penting

Suhadi Cholil
Suhadi Cholil
Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan Ketua LAKPESDAM NU Yogyakarta. Meraih PhD di Radboud University Nijmegen, Belanda, dalam bidang Inter-Religious Studies. Associate researcher di School of Social Sciences, University of Western Australia dan penulis.

Kemarin (17/4) Pemilu serentak di seluruh penjuru tanah air pertama kali diselenggarakan dalam sejarah demokrasi di negeri ini. Beberapa hari sebelumnya, pemungutan suara sudah mulai dihelat di tempat-tempat yang telah ditentukan di luar negeri. Menarik, menyaksikan antusiasme warga Indonesia mengikuti Pemilu di luar negeri tersebut dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Meskipun di dalam negeri terdapat ancaman Golput yang melirik, namun kemarin warga berduyun-duyun mendatangi TPS untuk mencoblos pemimpin mereka dalam berbagai tingkat.

KPU menargetkan angka partisipasi warga dalam Pemilu termasuk dalam target yang tinggi, yaitu 77,5 persen. Jika menengok sejarah penyelenggaraan Pemilu setelah era Reformasi, Golput terbesar terjadi pada Pileg tahun 2009. Saat itu terdapat 29,1 persen suara Golput.

Sejak Pilpres 2004 hingga Pemilu-pemilu setelahnya ada kecenderungan Golput mencapai angka di atas 20 persen, tetapi partisipasi warga dalam Pemilu di Indonesia dibandingkan dengan banyak negara lain masih lebih tinggi. Di Amerika, hanya sekitar 55 persen warganya yang berpartisipasi dalam Pilpres 2016, sementara itu di Perancis, hanya 66 persen warga yang berpartisipasi dalam Pilpres Perancis tahun 2017.

2019, Tahun Pemilu Dunia

Pada tahun 2019 ini, bukan hanya Indonesia yang memilih calon pemimpin bangsanya. Selain Indonesia, tidak kurang dari 52 negara lain di dunia sedang menggelar Pemilu yang memilih Presiden, Perdana Menteri, anggota Parlemen, atau Senator.

Jika penduduk dunia diperkirakan berjumlah tujuh milyar, tahun ini ada sekitar dua milyar warga dunia mengikuti Pemilu. Ini adalah jumlah tertinggi dalam sejarah Pemilu dunia.

Dengan jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia menempati urutan kedua dari sisi jumlah warga yang memiliki hak pilih, yaitu sekitar 192 juta penduduk. Tahun ini, Indonesia hanya dikalahkan oleh India, dengan jumlah pemilih sebanyak kira-kira 800 juta penduduk.

Di bawah Indonesia, Nigeria juga sedang menggelar Pemilu 2019 yang melibatkan sekitar 84 juta pemilih. Beberapa negara lain yang tahun ini menggelar pesta demokrasi adalah Australia, Filipina, Thailand, Belanda, Afrika Selatan, Libya, Swiss, Kanada, Tunisia, dan masih banyak yang lain.

Di tengah gegap gempita pesta demokrasi di banyak negara tahun ini, kabar menyedihkan datang dari Sudan Selatan beberapa hari lalu. Pada 11 April 2019, terjadi “Kudeta” militer yang berhasil menggulingkan Presiden Omar Al Bashir, menyusul berlangsungnya demonstrasi besar selama beberapa pekan berturut-turut yang memprotes pemerintah dan memakan belasan korban jiwa.

Di sinilah letak penting Pemilu di Indonesia. Meskipun Pemilu bisa jadi terkesan menonjolkan aspek rutinitas lima tahunannya, tetapi setidaknya berfungsi untuk memastikan pergantian (atau kelanjutan) pemimpin bangsa dan perwakilan rakyat berlangsung secara prosedural. Mungkin ini terkesan sederhana, tetapi jika gagal proses itu maka bakal menyeret bangsa ini jauh kembali ke belakang yang biaya politik dan ekonominya jauh sangat mahal.

Ambiguitas yang Perlu Terus Dikoreksi

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Pemilu dan demokrasi merupakan sistem politik yang tidak sempurna. Pengakuan akan ketidaksempurnaannya lah yang malah menjadi kekuatannya, sebab secara simultan memberi ruang untuk koreksi.

Meskipun sebagian para pemilih Golput mengungkapkan pilihan mereka untuk tidak memilih akan membebaskan mereka dari tanggung jawab moral terhadap kebijakan pemerintahan pasca Pemilu yang tidak mereka percaya lagi, tetapi siapa pun yang memenangkan kontestasi politik melalui Pemilu penting untuk mendengar suara kritis tersebut sebagai agenda koreksi.

Suara-suara kritis tersebut perlu dicamkan sebagai koreksi yang penting, misalnya, menyangkut kebijakan tentang reformasi agraria, penegakan pelanggaran HAM, lemahnya terobosan kebijakan lingkungan, perlindungan terhadap minoritas, dan lain-lain.

Demokrasi akan berlangsung sehat jika terdapat partisipasi politik warga yang tinggi, termasuk mengoreksi kebijakan yang ada. Sebuah survei yang diselenggarakan Pew Research Center terhadap sikap pemilih Pemilu di 14 negara yang menunjukkan terdapatnya gap yang lebar antara penggunaan hak dalam Pemilu yang rata-rata masih cukup tinggi (78 persen) dengan partisipasi politik pasca Pemilu.

Riset yang diselenggarakan di Argentina, Brazil, Yunani, Hungaria, Indonesia, Israel, Itali, Kenya, Meksiko, Nigeria, Filipina, Polandia, Afrika Selatan, dan Tunisia tersebut menggunakan indikator tertentu untuk menerjemahkan apa yang dimaksud partisipasi politik.

Ambil contoh dua saja, misalnya, mereka yang memilih dalam Pemilu hanya
27 persen yang kemudian tertarik dalam organisasi kesukarelawanan. Mereka yang tertarik dalam kegiatan protes (baca: kritis) yang terorganisir jauh lebih kecil lagi, yaitu hanya 14 persen.

Penelitian itu mengingatkan kita bahwa partisipasi dalam Pemilu bisa menjerumuskan kita pada sikap acuh tak acuh terhadap substansi demokrasi jika tidak diikuti oleh partisipasi politik untuk membangun demokrasi bangsa pasca Pemilu.

Sampai di sini, dalam demokrasi Pilpres memang ‘bukan segala-galanya’. Sebab partisipasi politik pasca Pilpres tidak kalah bernilainya dari Pilpres itu sendiri.

Sedangkan Pilpres ‘tetap penting’ sebab tanpa prosedur Pilpres kita sulit memastikan keberlanjutan atau pergantian pemimpin nasional berjalan damai dan tanpa gejolak yang memakan korban. Selamat menggunakan hak pilih dengan bijak

Suhadi Cholil
Suhadi Cholil
Dosen Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan Ketua LAKPESDAM NU Yogyakarta. Meraih PhD di Radboud University Nijmegen, Belanda, dalam bidang Inter-Religious Studies. Associate researcher di School of Social Sciences, University of Western Australia dan penulis.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.