Ada beberapa oknum yang sengaja main proyek keamanan. Seperti preman pasar yang minta jatah keamanan pada pedagang, kalau tidak dibayar mereka akan diteror.
Proyek hitam semacam ini biasanya jalan untuk kepentingan politik. Misalnya, demi menguatkan narasi, hanya calon pemimpin dari kalangan militer yang bisa mengamankan kekisruhan. Hajatan politik memang masih lama. Tapi orang-orang itu akan membangun fondasi. Merancang struktur jauh-jauh hari.
Saya curiga, proyek memulangkan eks kombatan ISIS itu menjadi salah satu prioritasnya. Dengan membuka kotak pandora tersebut, segala kengerian baru saja dimulai. Orang-orang yang sudah terdoktrin itu sulit sekali disembuhkan. Ideologi jahat itu jauh lebih kuat dari narkotika. Mereka menganggap kematian sebagai pintu kenikmatan. Merenggut nyawa orang lain dikira ibadah. Diganjar sorga dengan 72 bidadarinya. Kegilaan ini tak bisa dijinakkan.
Setelah beredar video tentang eks kombatan ISIS yang mengiba, banyak orang yang kemudian berasumsi, mereka ini sudah jinak. Lalu orang-orang itu hendak membuka pintu. Dengan alasan kemanusiaan.
Kisah ini mirip tragedi Kuda Troya. Orang-orang kota Troya mengira, pasukan musuh telah menyerah dan meninggalkan kuda kayu berukuran besar di depan pintu gerbang mereka. Sebagai tanda takluk dan mengakui kemenangan.
Ketika pintu dibuka dan kuda kayu raksasa dimasukkan, kehancuran Troya pun dimulai. Setelah sebelumnya, benteng mereka tak dapat ditembus oleh pasukan manapun. Dua belas orang yang bersembunyi di dalam perut kuda kayu itu keluar di malam hari. Mereka membunuh penjaga dan membuka pintu bagi teman-teman mereka di luar benteng.
Pembantaian bangsa Troya pun dimulai. Kekalahan telak mereka berawal dari memasukkan kuda kayu ke dalam benteng. Orang-orang lalai itu masuk pada jebakan. Hal yang sama sedang dilakukan oleh mantan kombatan ISIS. Enam ratus orang itu adalah Kuda Troya bagi Indonesia. Ancaman yang berkedok kemanusiaan. Di belakang mereka, tentu saja ada sel-sel teroris yang masih berkeliaran di luar sana. Mereka menunggu gerbang dibuka.
Ditambah dengan sel tidur di dalam negeri, mereka adalah ancaman yang sangat berbahaya. Para pembela eks kombatan ISIS barangkali akan berkata, “Bukankah ada TNI dan Polri? Indonesia akan baik-baik saja.”
Padahal selama ini kita tahu, TNI dan Polri sekalipun telah disusupi radikalisme. Oknum-oknum ini hanya butuh triger. Menunggu dibangkitkan. Apalagi sekarang telah jelas BNPT dan Menteri Agama memble. Mereka tidak memiliki kemauan keras untuk memberangus radikalisme.
Jargon yang selama ini mereka kedepankan adalah merangkul. Deradikalisasi, deradikalisasi dan deradikalisasi. Kenapa itu terus yang digembar-gemborkan? Ya karena itu proyek. Jika teroris itu ditembak mati, cerita selesai. Dengan program semacam itu, akan jadi drama berepisode panjang.
Teroris memang manusia, betul. Korban terorisme beserta keluarganya juga manusia. Di sini Pemerintah harus memilih, membela kemanusiaan teroris atau kemanusiaan korban terorisme.
Jokowi mungkin pribadi yang dikenal keras terhadap radikalisme dan terorisme. Oleh sebab itu ia membubarkan HTI. Jokowi juga membentuk Koopsus TNI. Tujuannya untuk memberantas terorisme.
Tetapi, dengan pahit harus kita katakan, saat ini ada indikasi hendak dibukanya proyek teroris. Penyakit berbahaya itu mau dilepaskan. Jauh lebih ngeri dari Corona.
Ketika kengerian telah merajalela, pahlawan kesiangan akan dimunculkan. Ia akan didaulat sebagai juru selamat. Wacana pemulangan eks kombatan ISIS salah satu petunjuknya. Memang sengaja test the water. Jika masyarakat secara umum menerima, proses itu akan dijalankan.
Kelompok yang sudah terjangkiti virus radikalisme, tentu akan membela wacana ini mati-matian. Ormas-ormas garis keras akan terus memberikan tekanan. Menag kita, meski ia veteran tentara, jadi tak berdaya.
Proyek teroris ini adalah kerja bawah tanah. Jokowi tentu saja akan dilewati. Mereka berusaha membangun narasi sebesar-besarnya. Ketika suara yang ingin menerima eks kombatan ISIS jauh lebih kuat, Jokowi sekalipun tak bisa menolaknya.
Oleh sebab itu, belum terlambat untuk terus menggaungkan penolakan. Jangan sampai suara ribut dari kelompok radikal menguasai panggung. Jangan jadi silent majority. Bersuaralah!
Kita mungkin telah kecolongan di kabinet, BNPT dan oknum yang main proyek teroris. Tapi belum terlambat untuk mencegah yang lebih buruk terjadi. Kuda Troya masih berada di luar benteng kita.
Pak Jokowi, jangan biarkan terorisme dijadikan proyek. Harga yang sangat mahal untuk menebusnya. Pemulangan eks kombatan ISIS itu menyalakan alarm bahaya.
Mereka telah melanggar hukum, menolak kewarganegaraan. Maka biarkan hukum luar negeri sana yang memutuskan nasibnya. Sekali kotak pandora itu dibuka, Indonesia yang Bhineka ini akan tinggal nama. Dan anda harus ikut menanggung dosanya…