Sabtu, April 20, 2024

Musuh Bersama itu Bernama Sergio Ramos

Muhammad Qomarudin
Muhammad Qomarudin
Penikmat sepakbola layar kaca dan sesekali menulis tentang sepakbola

ramos1
Sergio Ramos [Foto: AFP/Jorge Guerrero]
Real Madrid akhirnya kalah juga. Rekor tak terkalahkan selama 40 pertandingan beruntun akhirnya terhenti setelah El Real takluk di kandang Sevilla Senin (16/1) dinihari lalu. Di Stadion Sanchez Pizjuan, Real Madrid harus mengakui keunggulan tim tuan rumah dengan skor akhir 2-1.

Keberhasilan Sevilla menaklukkan Madrid disambut dengan penuh sukacita oleh para pendukung tuan rumah. Kemenangan itu sepertinya akan terus melekat dalam ingatan para pendukung Sevilla. Karena kemenangan itu bukan hanya tentang keberhasilan memutus rekor Madrid semata. Di dalam kemenangan itu juga ada dendam yang terbayar lunas. Pada sosok yang dalam beberapa hari terakhir kembali menjadi musuh bersama bagi fans Sevilla, Sergio Ramos.

Kemenangan itu terasa sangat sempurna mengingat satu dari dua gol keunggulan Sevilla lahir dari gol bunuh diri Sergio Ramos. Kegigihan suporter Sevilla untuk terus mengintimidasi Ramos akhirnya berbuah manis. Emosi para fans Sevilla pada pemain belakangan yang identik dengan nomor punggung empat itu setidaknya agak mereda.

Empat hari sebelumnya, Ramos menjadi aktor utama tersulutnya sumbu emosi para pendukung Sevilla. Dia seolah membuka luka lama. Ingatan tentang sebuah pengkhiatan kembali dihadirkan Ramos dengan cara yang sungguh tak pantas. Setelah sukses mengeksekusi tendangan penalti ala Panenka ke gawang Sevilla, Ramos dengan penuh gairah melakukan aksi selebrasi ke arah pendukung garis keras Sevilla. Sebuah tindakan yang tak beretika dari pemain yang sejatinya lahir dari rahim Sevilla.

Sejarah mencatat jika Ramos adalah pemain mulai belajar menendang bola di akademi Sevilla. Karir sepakbola Ramos juga berkembang pesat kala ia berseragam klub berjuluk Los Rojiblancos itu. Nama Ramos kian bersinar setelah dirinya memutuskan hijrah ke Real Madrid pada 2005 silam. Di benak para pendukung Sevilla, momen kepindahan Ramos ke Madrid dicatat dengan tinta tebal sebagai sebuah tindakan pengkhiatan.

Setelah memutuskan menerima pinangan Madrid, bagi Ramos, Stadion Sanchez Pizjuan adalah venue pertandingan paling tidak ramah. Teror dan intimidasi dari puluhan ribu suporter Sevilla selalu mengarah kepadanya tiap kali dirinya menginjak kaki di rumput stadion yang melambungkan namanya itu. Tapi pertandingan di pekan ke-18 La Liga Spanyol tentu punya kadar intimidasi yang berbeda. Bahkan intimidasi itu sudah muncul dini, bahkan ketika bus tim yang membawa Ramos baru keluar dari penginapan.

Nada-nada hujatan, spanduk mencemooh, dan ekspresi kekesalan suporter Sevilla mengantarkan Ramos ke Stadion Sanchez Pizjuan. Intimidasi itu berlanjut di lapangan, sejak sang pemain melakukan pemanasan. Ketika pertandingan dimulai, teriakan berbunyi “huuuuuu” menggema secara otomatis sejak bola pertama kali mendarat di kaki Ramos. Saking bisingnya cemoohan itu, media Spanyol Marca menulis jika suara yang ditimbulkan puluhan ribu suporter Sevilla saat itu mencapai angka 100 desibel atau setara dengan raungan pesawat terbang saat akan tinggal landas. Sebebal apa pun telinga Anda, pastinya akan terganggu dengan kebisingan model begitu.

Petaka bagi Ramos akhirnya terjadi di menit ke-85. Dia gagal menghalau dengan baik bola hasil tendangan bebas lawan. Sial bagi Ramos, bola halauan kepalannya malah mengarah ke gawang sendiri dan gagal diselamatkan kiper. Momen itu sekaligus menjadi puncak drama dari sekuel terbaru perseteruannya dengan suporter Sevilla. Pesta di Stadion Sanchez Pizjuan menjadi semakin meriah setelah di ujung laga Stevan Jovetic berhasil mencetak gol kemenangan bagi Los Rojiblancos.

Momen perseteruan Ramos dengan suporter Sevilla kembali mengajarkan kita tentang bagaimana cara memperlakukan masa lalu. Ada batasan-batasan tertentu yang tak boleh dilampaui. Sebagai pemain yang tumbuh besar di Sevilla, Ramos semestinya tahu bagaimana cara menghargai sejarah. Ramos juga harus sadar jika dirinya saat ini adalah kapten tim dari salah satu klub terbaik dunia yang harusnya bisa menjadi contoh yang baik.

Di sepakbola, perpindahan pemain seringkali menyisakan banyak kekecewaan. Apalagi jika proses transfer itu melibatkan sang anak emas. Label pemain yang paling dicintai akan seketika berubah menjadi pemain yang paling dibenci. Ramos menjadi contoh riil bagaimana kecintaan dengan sekejap berubah menjadi kebencian akibat keputusan berganti jersey.

Namun tak selamanya kebencian itu berada pada titik paling krusial. Ada kalanya kadar kebencian itu pelan-pelan memudar seiring munculnya rasa hormat yang ditunjukkan sang pemain pada mantan klub. Tak melakukan selebrasi usai membobol gawang mantan klub menjadi ritual umum sebagai bentuk penghormatan.

Masih ada waktu bagi Ramos untuk memperbaiki hubungannya dengan keluarga besar Sevilla. Setidaknya hingga dia masih aktif bermain bola. Syukur-syukur dia mau pulang ke klub asal dan pensiun di sana. Jika Sevilla masih mau menerima tentunya.

Muhammad Qomarudin
Muhammad Qomarudin
Penikmat sepakbola layar kaca dan sesekali menulis tentang sepakbola
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.