Merapatnya Essien ke Persib adalah berkah. Bagi Persib, bagi sepakbola Indonesia, dan tentu saja bagi jurnalis olahraga. Hampir semua media olahraga ternama di dunia memberitakan kepindahan Si Bison ke Persib. Kehebohan juga terjadi di sini. Media lokal secara masif melempar segala sesuatu tentang Essien ke publik bahkan sejak kabar kedatangan Essien masih sebatas isu belaka.
Keputusan gelandang asal Ghana ini menerima pinangan Persib memang jadi sesuatu yang sensasional dan layak diberitakan. Bagaimana tidak, pemain yang pernah membela beberapa tim elite Eropa tiba-tiba saja mau bermain di liga yang belum benar-benar stabil secara pengelolaan. Spekulasi tentang alasan Essien menerima pinangan Persib kemudian menyeruak. Namun, hanya satu alasan yang menurut saya layak diterima akal sehat. Yakni, tentang keinginan Essien mempertahankan eksistensinya sebagai pemain bintang.
Kerinduan Essien pada teriakan puluhan ribu suporter yang mengelu-elukan namanya sepertinya sudah memuncak. Entah dari siapa, pemain yang pernah jadi “anak emas” Mourinho itu tentu saja sudah mendengar tentang kabar keriuhan suporter Persib. Sebelum mendarat di negara yang statusnya baru dipulihkan sebagai anggota FIFA ini, Essien sepertinya sudah membayangkan bakal bisa kembali tampil di hadapan puluhan ribu suporter loyal yang terus bernyanyi sepanjang 90 menit lebih.
Di sepakbola, kabar tentang transfer pemain bakal menuai sensasi jika dibumbui dengan hal-hal yang kontradiktif. Pogba misalnya. Namanya ramai diperbincangkan bukan hanya karena sukses jadi pemain termahal dunia. Namanya semakin santer dibicarakan lebih karena banyak yang menyebut jika nilai transfernya kelewat mahal.
Belakangan kepindahan Teves ke liga Tiongkok juga menjadi buah bibir. Di samping nilai kontraknya yang sangat tidak masuk akal, obrolan tentang Teves jadi semakin hangat karena dia dianggap menjilat ludah sendiri. Label tentang Teves yang tak mau menghamba pada uang seketika sirna setelah dia tak kuasa menolak tawaran menggiurkan dari klub Shanghai Shenhua.
Okelah kita sepakat kalau Persib adalah tim besar yang kenyang prestasi. Tapi di telinga Essien dan publik sepakbola dunia, bisa jadi Persib adalah tim yang sangat asing. Itu yang kemudian menjadi kontradiksi dalam cerita berlabuhnya Essien ke Persib. Obrolan di luar sana bukan lagi tentang kenapa Essien mau bermain di Persib. Tapi sudah bergeser ke pertanyaan tentang Persib itu sendiri.
Secara otomatis publik sepakbola dunia akan penasaran dengan tim bernama Persib. Informasi tentang Persib terus diburu berkat Essien effect. Diakui atau tidak, Persib sejatinya mendompleng popularitas nama Essien. Dan hal itu adalah sebuah berkah yang niscaya. Bukan hanya untuk Persib, tapi juga untuk sepakbola Indonesia. Sederhananya, kehadiran Essien terbukti mampu menciptakan lahan promosi gratis tentang geliat sepakbola Bandung, bahkan Indonesia.
Jauh-jauh hari, Persib tentu sadar betul tentang peluang mendapatkan lahan promosi itu. Keberanian Persib menggelontorkan dana fantastis untuk mendatangkan Essien pastinya sudah melalui perhitungan bisnis yang matang. Sebagai klub yang sudah terbukti lihai mengatur neraca keuangan, Persib lagi-lagi layak jadi percontohan, terlebih ketika mampu mengelola investasi besar dalam diri Essien.
Memanfaatkan nama besar pemain untuk menggaet sponsor sudah menjadi hal lumrah dalam sepakbola. Di seberang sana, Bali United sudah membuktikan itu. Dana besar yang dikeluarkan untuk memboyong Irfan Bacdhim hanya dalam hitungan hari kabarnya sudah bisa kembali setelah salah satu produk kopi ternama resmi menjadi sponsor. Dan perlu diketahui juga jika produk kopi instan itu hanya satu dari sekitar 13 sponsor resmi Bali United. Pemain sekelas Irfan Bachdim saja efeknya sudah luar bisa, apalagi seorang Essien.
Di luar hitung-hitungan bisnis itu, keberanian Persib mendatangkan Essien juga bisa dipandang sebagai bukti keseriusan klub kepada pemerintah. Persib seolah ingin menunjukkan bahwa mereka sangat serius mempersiapkan diri untuk Liga 1 nanti. Lalu pesan itu juga ditangkap dengan baik oleh federasi sepakbola kita (PSSI). Kehadiran Essien memantik petinggi PSSI mengeluarkan peraturan baru untuk Liga 1 dengan menambahkan satu slot pemain asing berlabel marquee player atau pemain top.
Istilah marquee player merujuk pada pemain asing yang setidaknya pernah berkiprah di tiga edisi Piala Dunia terakhir. Dalam peraturan itu juga tertulis jika usia marquee player tidak boleh lebih dari 35 tahun. Keberadaan marquee player juga tak mengurangi jumlah kuota maksimal 2 (non Asia) plus 1 (Asia) pemain asing di tiap-tiap klub. Persib sudah memiliki itu, tinggal kita tunggu klub mana lagi yang bakal berani mendatangkan pemain berlabel marquee player lainnya.
Essien effect bisa saja terus meluas, di luar maupun di dalam lapangan. Untuk saat ini, kita memang baru bisa merasakan efek di luar lapangannya saja. Tapi kabar baik tentang kick off Liga 1 sudah ada. Tak lama lagi kita sudah bisa melihat sepak terjang Si Bison di lapangan. Namun ada baiknya kita jangan buru-buru menaruh espektasi tinggi. Karena kita sama-sama tahu jika Essien sudah melewati masa keemasannya.