Selasa, Oktober 8, 2024

New Normal: Antara Pro-Kontra dan Sektor Pendidikan

Yuli Zuardi Rais, M.Si
Yuli Zuardi Rais, M.Si
Mantan aktivis mahasiswa 1998, sekarang sebagai Wakil Direktorat Infrastruktur DPP Partai Solidaritas Indonesia.

Saat ini seringkali publik berdebat soal pemahaman kata-kata di ranah media sosial seperti di facebook, instagram, dan twitter dan lainnya, misalnya saat presenter menanyakan statement Presiden Jokowi dalam suatu wawancara di acara Mata Najwa mengenai istilah mudik dan pulang kampung, masyarakat turut ramai membahasnya di sosmed.

Lagi, ketika Jokowi mengeluarkan jargon untuk kehidupan normal baru dengan memulai upaya hidup “berdamai dengan corona”, Jusuf Kalla pun menanggapi bahwa kalimat itu tidak tepat karena analoginya keliru dengan alasan logis bahwa saat kita ingin berdamai namun covid-19 tetap menyerang, maka itu bukan berdamai namanya. JK lebih menyukai himbauan tersebut diganti dengan kalimat yang kurang mudah diingat yaitu menjalankan pola hidup yang berbeda.

Memang sejak reformasi ‘98 hingga masa pemerintahan Jokowi, masyarakat Indonesia menjadi lebih terbuka dalam mengeluarkan pendapat, hal tersebut wajar saja karena telah lama mengalami keterbatasan berekspresi dan berpendapat di masa lalu. Ibarat softdrink botolan yang mengandung gas ketika dikocok lalu dilepas tutupnya, maka isinya akan menyembur kemana-mana. Demikian fenomena cara mengeluarkan pendapat masyarakat Indonesia di medsos.

Apapun jargonnya, bukankah yang paling penting adalah maksud dari istilah itu sendiri. Berawal dari kesamaan pemahaman masyarakat, maka saat ini yang paling utama ialah bersama-sama mengatasi wabah dengan melakukan upaya terbaik apapun yang dapat dilakukan oleh setiap komponen semampunya. Tanggungjawab memutus mata rantai covid-19 berada di tangan pemerintah, tapi pemikiran yang dituangkan dalam perilaku masyarakat sehari-hari berupa sikap tidak mau peduli dan masa bodoh akan menghambat keberhasilan penanganan covid-19.

New Normal

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai new normal ada baiknya kita membangun kesamaan pandangan terlebih dahulu, karena banyak orang yang menyamakan antara relaksasi dengan new normal. Istilah relaksasi aturan tidak sama halnya dengan new normal.

Relaksasi merupakan pengenduran atas pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), misalnya saja memberikan kelonggaran bagi masyarakat yang ingin pulang kampung dengan alasan yang kuat, atau memulai aktivitas kerja bagi mereka yang berusia 45 tahun kebawah.

Sedangkan new normal merupakan pola hidup baru ketika manusia telah menerima kenyataan bahwa kita sedang hidup berdampingan dengan covid-19 yang tak kasat mata dengan tetap hati-hati menjalankan protokol kesehatan. Protokol kesehatan tersebut seperti menggunakan masker saat keluar rumah, sering mencuci tangan, menggunakan handsanitizer, menghindari kerumunan, tetap menjaga jarak dengan orang lain minimal 1,5 meter, menjaga kesehatan tubuh melalui asupan gizi yang seimbang dan berolahraga, dll.

Akibat adanya pola hidup baru tersebut, maka seluruh sektor harus menyesuaikan diri dengan perubahan metode dan teknis di lapangan. Jadi, perlu ditekankan masa new normal bukan berarti pencabutan PSBB begitu saja tanpa protokol kesehatan, seperti pembiaran terjadinya kerumunan di pasar tradisional maupun di mall.

Kehidupan new normal di beberapa negara Eropa seperti Italia, Jerman, Polandia, Spanyol, dan lainnya sudah dimulai sejak awal Mei 2020 yang ditandai dengan membuka lockdown yang bertujuan mengatasi dampak krisis ekonomi. Indonesia sebagai negara kepulauan mulai bersiap melakukan hal serupa. Pengamatan Siti Fadhilah Supari sebagai mantan menteri kesehatan menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam hal beradaptasi dengan virus.

Sejauh ini pemerintah masih belum merubah status PSBB yang sedang berlangsung, kecuali untuk beberapa sektor yang menjadi prioritas saat pemberlakuan PSBB, antara lain: kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar (objek vital), dan kebutuhan sehari-hari.

Dengan tetap mempertimbangkan 11 sektor tersebut, maka fase new normal direncanakan akan dimulai secara bertahap di beberapa wilayah Indonesia. Bali, Yogyakarta, dan kepulauan Riau (Batam) merupakan 3 wilayah pilot project pada masa new normal, sedangkan wilayah lainnya akan menyusul.

Pro-kontra Kebijakan

Langkah pemerintah yang memilih beraktivitas berdampingan dengan covid-19 pada masa new normal telah menuai kontroversi. Bagi yang sepakat berargumen, memang tidak ada pilihan lain yang tepat agar negara tidak bangkrut dengan pertimbangan kondisi ekosospol yang disandingkan setara pentingnya dengan kesehatan, karena untuk menjaga kesehatan dengan baik masyarakat membutuhkan biaya hidup minimal.

Lagipula anti virus covid-19 belum melewati tahapan uji klinis yang sempurna hingga detik ini. Berbeda dengan kelompok yang kontra yang berpendapat bahwa kesehatan harus lebih diutamakan daripada ekosospol dengan alasan bahwa nyawa yang hilang tidak dapat dibangkitkan sementara krisis ekonomi dapat diupayakan melalui pertumbuhan ekonomi nantinya.

Kedua pendapat ini masuk akal dan sama-sama beralasan kuat, hanya saja bila tetap memperpanjang pemberlakuan PSBB, maka ketersediaan dana social safety net untuk masyarakat harus memadai. Dan, keputusan final pemerintah Indonesia adalah dengan mantap tetap akan menjalankan aktivitas publik secara bertahap pada masa new normal.

Keputusan pemerintah melakukan aktivitas seperti sediakala pada masa new normal tentu telah memperhitungkan potensi dan kekuatan menyeluruh dari berbagai sudut pandang yang dianggap paling sesuai dengan situasi Indonesia.

Pemerintah juga tetap membuka pintu saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan, kendati tidak semua masukan dapat diakomodir. Indonesia bisa mengamati kebijakan apa saja yang diambil oleh negara lain, walaupun belum tentu cocok jika konsep tersebut diterapkan sama persis. Semua negara memang terus berproses mencari formula baru yang paling tepat untuk menghadapi persebaran covid-19, termasuk negara yang berpenduduk 271 juta jiwa ini (BPS, 2020).

Pelaksanaan pola hidup baru pada masa new normal tanpa adanya dukungan solid dari masyarakat berupa kepatuhan dan kedisiplinan atas ketentuan berlaku, tentu saja akan mengalami kesulitan bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 34 provinsi. Penyebabnya terdapat culture dan cara hidup yang berbeda antar daerah.

Memperhatikan berbagai pelanggaran selama relaksasi PSBB yang dilakukan oleh oknum dan masyarakat, telah mengakibatkan para pemangku kebijakan, pejabat, dan stakeholders di setiap daerah turut memiliki tanggungjawab baru yang berat yaitu mendukung dan mendorong penerapan kebijakan terkait masa new normal.

Jumlah pasien terpapar covid-19 yang melandai bukan berarti mata rantai persebaran virus telah terputus, bisa jadi setelah hari raya Idul Fitri totalnya akan berfluktuasi semakin naik ataupun turun. Disisi lain, kini dunia sedang memasuki fase new normal, ketika permasalahan vaksin belum tuntas manakala kondisi ekosospol dan kesehatan yang meresahkan dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir.

Tidak ada yang tahu kapan tepatnya covid-19 lenyap, persebaran virus melalui mutasi secara terus-menerus telah membingungkan para virolog yang melakukan pengamatan. Virus ini mulai menyerang manusia dengan tidak menampakkan gejala sama sekali, seperti kasus di Sidoarjo, sebanyak 15 orang reaktif terpapar covid-19.

WHO (World Health Organization) memprediksi covid-19 menjadi virus yang akan tetap berada di bumi selamanya, sama halnya dengan jenis virus lainnya seperti influenza, ebola, campak, TBC (Tubercolosis), HIV, dan lain-lain.

Adapun kebijakan pemerintah yang selama ini telah dilakukan hanya sebatas menekan laju persebaran covid-19 saja. Andai vaksin yang layak sudah tersedia, barulah masyarakat dapat menjalani pola hidup normal kembali walaupun tetap akan mengalami perubahan pola interaksi dalam masyarakat dan pemahaman praktis tentang pentingnya menjaga kesehatan.

Menurut WHO saat ini terdapat 110 vaksin yang sedang dikembangkan di berbagai negara, 8 diantaranya telah memasuki tahapan pengujian klinis awal. Masalahnya adalah karena adanya mutasi covid-19 secara terus-menerus, maka kemungkinan vaksin yang sedang dalam tahapan uji klinis hanya dapat efektif bila berkesesuaian dengan tipe virus di wilayah tertentu.

Virolog Ian Jones dari University of Reading, Inggris menjelaskan virus RNA seperti corona akan bermutasi secara terus menerus dikarenakan adanya kecacatan dalam proses replikasi. Berarti semakin banyak virus tersebut menginfeksi manusia, maka semakin banyak pula mutasi yang akan muncul.

GISAID (Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data), Jerman; menyatakan bahwa ada 3 tipe utama covid-19 yaitu tipe S, G, dan V. Namun Menristek (Menteri Riset dan Teknologi), Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan covid-19 yang tersebar di Indonesia berbeda dari 3 tipe utama tersebut, karena telah bermutasi.

Hal itu menyebabkan vaksin yang sedang dalam masa uji klinis di negara lain belum tentu sesuai digunakan untuk negara lainnya, sehingga Indonesia harus mengalokasikan anggaran yang cukup agar peneliti tetap aktif melakukan pengembangan vaksin dan uji klinis yang berkesesuaian dengan tipe covid-19 yang berada di Indonesia.

Sektor Pendidikan

Salah satu sektor terpenting dalam realisasi new normal di Indonesia ialah bidang pendidikan. Pendidikan menjadi prioritas negara yang dapat dilihat dari postur APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).

Pemerintah menganggarkan dana untuk sektor pendidikan sebesar 508,1 triliun rupiah atau 20% dari total APBN 2020. Sektor ini mendapat perhatian serius karena merupakan sistem yang terstruktur, terhubung dengan sektor-sektor publik lainnya yang akan menjadi modal utama bagi negara untuk menghasilkan SDM (Sumber Daya Manusia).

Melalui SDM yang handal maka akan tercipta konsep dan teori baru dalam bidang social science dan natural science. Saat ini jumlah peserta didik secara nasional lebih 45,3 juta mulai dari SD, SLTP dan SLTA serta 7 juta mahasiswa di berbagai perguruan tinggi (BPS, 2018). Sebab itu, pendidikan ini, yang merupakan sektor vital harus mendapatkan perhatian khusus pada fase new normal.

Wabah telah membawa sejumlah perubahan-perubahan baru di dunia pendidikan, mulai dari penerapan teknologi dan perubahan pola pikir. Metode pembelajaran di ruang kelas dan di rumah, berupa tatap muka dan online diharapkan menjadi lebih efektif. Kualitas pendidikan diharapkan semakin bagus pada masa new normal karena terjadi proses percepatan perpaduan model pembelajaran antara digital dan nondigital.

Tantangan Bidang Pendidikan

Pembelajaran secara face to face membutuhkan pengaturan teknis di tempat belajar yang mempertimbangkan jarak sehingga berapa orang murid yang dapat berada di setiap ruang kelas terbatas, pengaturan jam istirahat akan berada dimana di luar kelas, pengaturan tempat jajan, standar kesehatannya, dll.

Sedangkan metode online pada masa new normal membutuhkan peran orang tua selain guru. Orang tua diharapkan dapat menemani anaknya di rumah untuk membantu kelancaran proses pembelajaran, sementara para guru diharapkan lebih menguasai materi dan metode yang baik dalam pembelajaran.

Mengalami perubahan dan menjalani hal baru bukan hal yang mudah. Keberhasilan metode pendidikan pada masa new normal memiliki tantangan tersendiri karena akan lebih banyak menggunakan akses secara online dari masa sebelumnya. Ketersediaan perangkat teknologi dan kemampuan menggunakannya menjadi tuntutan. Penggunaan akses online membutuhkan sinyal internet yang baik.

Oleh sebab itu paling mendesak peningkatan kualitas layanan provider teknologi informasi, peningkatan kecepatan internet, serta harganya terjangkau bagi konsumen. Data BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) menunjukkan kecepatan rata-rata internet kabel di Indonesia adalah 15,5 Mbps, sedangkan kecepatan internet kabel dunia 54,3 Mbps dan kecepatan internet seluler di Indonesia adalah 10,5 Mbps, sedangkan rata-rata kecepatan internet seluler dunia 25,1 Mbps.

Hal tersebut menunjukkan Indonesia masih memiliki PR untuk meningkatkan jaringan internet secara nasional. Khusus di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) malah lebih parah, karena masih sangat terbatas untuk memperoleh aksesnya.

Kebutuhan atas akses internet kabel dan seluler menjadi penting pada masa pandemi, sehingga pemerintah harus memprioritaskannya. Sebagai warga negara, masyarakat memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses dengan adil dan merata. Apabila ketersediaan pelayanan masih minim, maka bukan hanya kualitas pendidikan yang akan tertinggal jauh, dibandingkan dengan kualitas pendidikan di negara asing. Tapi juga daya saing SDM Indonesia semakin merosot.

Permasalahan pendidikan tentu tidak hanya semata urusan Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), namun juga Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), Kemenristek (Kementerian Riset dan Teknologi), Kemenkeu (Kementerian Keuangan), Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri), peran para kepala daerah (provinsi, kabupaten/kota), masyarakat, serta leading sector terkait turut berperan penting.

Dengan semangat beradaptasi yang tinggi, semoga fase new normal dengan protokol kesehatan dapat dijalani bangsa Indonesia secara patuh dan disiplin, dan performa dunia pendidikan semakin membaik.

Yuli Zuardi Rais, M.Si
Yuli Zuardi Rais, M.Si
Mantan aktivis mahasiswa 1998, sekarang sebagai Wakil Direktorat Infrastruktur DPP Partai Solidaritas Indonesia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.