Jumat, Oktober 11, 2024

Netizen dan Nazi Hari Ini

Anzi Matta
Anzi Matta
Hobi menulis dan menggambar
eichmann
Adolf Eichmann. Foto: carolynyeager.net

Jika Anda punya banyak waktu luang atau beberapa kesempatan menonton program-program di televisi kita, mungkin Anda akan menemukan beberapa bagian program infotainment di mana host memberikan komentar-komentar terhadap selebriti yang disuguhkan. Seperti kebanyakan dari kita yang mendengarkan gosip, kita akan menganggukkan kepala dan mengikuti apa yang orang-orang televisi katakan.

Beberapa waktu lalu, aktor Hollywood yang telah memerankan film-film besar seperti Good Will Hunting, The Bourne Identity, dan The Martian, Matt Damon, membacakan sebuah pidato “Kepatuhan Sipil” yang ditulis Profesor Howard Zinn, sejarawan Amerika yang juga aktivis.

Selain merupakan tetangga Howard Zinn semasa kecil, Matt Damon tahu betul apa yang Howard Zinn lakukan, ia tak sekadar membacakan pidato membosankan. Ia membicarakan bagaimana kita membentuk mentalitas domba, yang selalu patuh dan mengikuti tanpa menggunakan nalar kita—seperti netizen hari ini.

Mungkin banyak dari kita mengalami kejadian ini dan mulai bertanya-tanya bagaimana sebuah pendapat satu orang dapat diikuti oleh satu orang lainnya, hingga tak sadar sudah ada belasan orang atau ratusan orang membicarakan dan menyetujui opini seseorang yang bahkan dari awal tidak ada hubungan intim dan penting dalam hidup kita.

Anda tidak perlu begitu kaget, karena ini yang disebut konformitas. Bahwa mengikuti arus atau mengikuti opini populer adalah sesuatu yang paling penting untuk dapat bertahan hidup.

Salah satu yang membentuk dan menyetir opini publik adalah media. Jadi, media jugalah yang berpengaruh membentuk opini populer. Anda tidak akan menemukan analisa yang cukup mengenai peristiwa yang diberikan.

Bagaimana Anda menemukan isi berita berkualitas jikalau tajuk-tajuk berita yang tertulis begitu norak dan sering tak berkaitan dengan isi dan fakta yang ada. Ngomong-ngomong, media tidak peduli akan perkembangan otak Anda.

Para peneliti yang mempelajari konformitas dan kepatuhan membangun miniatur dunia sosial—laboratorium microcultures yang menyederhanakan dan mensimulasi karakteristik penting dari pengaruh sosial sehari-hari. Dari penelitian-penelitian klasik menyediakan metode untuk mempelajari konformitas, salah satunya adalah penelitian Sherif mengenai pembentukan norma. Muzafer Sherif (1935, 1937) ingin mengetahui apakah mungkin mengamati munculnya norma sosial di dalam laboratorium.

Seperti seorang ahli biologi yang mencari cara untuk mengisolasi sesuatu virus, hingga nantinya mereka dapat menemukan sebuah eksperimen itu, Sherif ingin mengisolasi dan kemudian bereksperimen dengan pembentukan norma. Di mana jawaban asli dari keyakinan seorang partisipan akan berubah begitu mereka mendengar jawaban-jawaban lain dari partisipan lainnya setelah prosedur dan pertanyaan yang sama berulang kali ditempuh.

Penelitian klasik lainnya adalah Eksperimen Kepatuhan Milgram (1965, 1974). Milgram melakukan percobaan kepatuhan kepada otoritas, di mana ada dua orang yang dipilih oleh Milgram yang berperan sebagai the experimenter (otoritas) dan student (subyek yang sudah memahami eksperimen tersebut dan berperan menjadi pelajar atau “subyek eksperimen”). Satu individu lagi adalah relawan yang berperan sebagai “pengajar” yang memberikan pertanyaan sekaligus memberikan hukuman berupa kejutan listrik apabila si pelajar atau subyek eksperimen ini salah dalam menjawab pertanyaan.

Untuk tiap pertanyaan berikutnya yang salah, hukuman kejutan listrik akan dinaikkan 15 volt – 450 volt. Setiap jumlah volt kejutan listrik dinaikkan sesuai yang diinstruksikan otoritas, kebanyakan dari pengajar akan merasa keberatan dan mempertanyakan apakah yang dilakukannya benar. Namun, ketika otoritas mengatakan untuk melanjutkannya, kebanyakan dari pengajar akan tetap melanjutkannya, meski hal tersebut bertentangan dengan prinsip mereka.

Hal ini yang kemudian dapat disimpulkan dari eksperimen Milgram bahwa kebanyakan orang akan mengikuti instruksi apa pun selama instruksi tersebut berasal dari otoritas.

Kita lebih baik mempertahankan budaya yang salah (yang kadang kita juga mengetahui itu salah) untuk memenuhi rasa aman yang diciptakan, agar kita dapat diterima oleh masyarakat, teman-teman, atau kerabat yang memiliki relasi dari lingkar pertemanan yang sama.

Dan pada umumnya, seperti tipikal netizen, lebih mudah bagi kita untuk memperlakukan seseorang dengan kejam jika orang tersebut memiliki hubungan yang tidak dekat dan tidak terikat secara personal dengan kita. Seperti halnya ketika banyak netizen yang menuliskan komentar-komentar kasar di media sosial selebriti.

Netizen layaknya seorang algojo. Dan sepanjang sejarah, orang yang mengeksekusi seringkali menghilangkan ikatan personal dengan orang yang dieksekusi dengan memakaikan penutup kepala. Etika perang memperbolehkan seseorang menjatuhkan bom untuk diledakkan di sebuah desa dari ketinggian 40.000 kaki, tetapi tidak boleh menembak penduduk desa.

Padget (1989) mengatakan dalam pertempuran, banyak prajurit yang tidak menembak, tetapi prajurit akan melaksanakan perintah untuk membunuh dengan adanya persenjataan atau senjata pesawat terbang yang dapat digunakan dari jauh.

Heinrih Himmler, arsitek genosida Nazi, merencanakan pembunuhan “yang lebih manusiawi” dengan membuat ruang gas beracun, dengan maksud memisahkan ikatan atau terjadinya hubungan personal antara eksekutor dan orang-orang yang dieksekusi karena tidak dapat melihat orang-orang Yahudi yang ketakutan.

Seperti halnya sanggahan yang dilakukan Adolf Eichmann, Nazi Jerman, Letnan William Calley dari Amerika Serikat yang memimpin pasukan pembunuhan massal terhadap ratusan warga Vietnam di desa My Lai, dan pelaku pembersihan etnis lainnya di Irak, Rwanda, Bosnia, dan Kosovo pun memiliki alasan yang sama: “Saya hanya mematuhi perintah yang diberikan.”

Kita mungkin akan mengatakan orang seperti Eichmann dan komandan-komandan dari Auschwitz merupakan psikopat, monster. Mesikipun demikian, kejahatan yang mereka lakukan didorong oleh tekanan antisemit. Dan kita, netizen, juga hanyalah orang biasa, karena Eichmann jugalah orang biasa yang tidak dapat dibedakan dari orang-orang umum yang memiliki pekerjaan biasa.

Akhirnya kita dapat melihat kembali apa yang telah disebutkan Milgram, “Pelajaran paling mendasar dari penelitian kita adalah bahwa orang-orang yang terlihat biasa, sekadar melakukan pekerjaan mereka, dan tidak memiliki penampilan untuk melakukan kekerasan tertentu dalam hidup mereka, dapat menjadi agen dalam suatu proses perusakan yang mengerikan.”

Silakan ketik nama selebriti (khususnya selebriti dengan berita panas) hari ini di Instagram, maka Anda akan menemukan potret netizen sebagai Nazi hari ini.

Anzi Matta
Anzi Matta
Hobi menulis dan menggambar
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.