Jumat, April 26, 2024

Nasib Partai Islam dan Perjuangan PPP di Pusaran Pemilu Serentak 2019

Ahmad Baidowi
Ahmad Baidowi
Wasekjen PPP, Anggota DPR RI

Salah satu pertanyaan yang kerap saya terima belakangan adalah, bagaimana nasib partai Islam? khususnya PPP dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang dilaksanakan serentak.

Asumsi dasar mereka mengajukan pertanyaan tersebut, karena rata-rata dari hasil survei elektabilitas sejumlah lembaga survei politik, bahwa partai Islam termasuk PPP masih di bawah ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Serta karena tidak mengusung Calon Presiden (Capres) atau Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang dianggap memiliki efek ekor jas bagi partai dalam meningkatkan elektabilitasnya.

Jawaban saya, tidak perlu khawatir dengan hasil survei. Karena survei sebatas potret politik saat ini dan prediksi, bukan suratan lauhul mahfuz. Sewaktu-waktu bisa berubah. Bahkan antar lembaga survei hasilnya bisa berbeda satu sama lain.

Yang terpenting dari lembaga survei adalah kebenaran metodologinya. Agar hasilnya bisa digunakan sebagai navigator untuk membaca tren politik yang berkembang di publik, sehingga strategi pemenangan yang disusun bisa benar-benar tepat ke sasaran.

Itulah yang PPP lakukan di pemilu-pemilu sebelumnya dalam menyikapi hasil survei. Kami tidak berjuang untuk mencapai survei tertinggi, tapi untuk memenangkan pemilu dengan mengembangkan strategi dari hasil survei.

Hasilnya, dulu, di pemilu 2009 dan 2014 banyak lembaga survei memprediksi PPP tak bakal lolos ke parlemen. Faktanya, kami lolos ke parlemen di dua pemilu tersebut. Pada 2014 kami mendapatkan 39 kursi atau setara 6,53 persen suara nasional.

Oleh karena itu, saya yakin di pemilu serentak 2019 nanti, PPP dan partai Islam lainnya yang saat ini sudah masuk parlemen tetap akan mampu mencapai ambang batas parlemen.

Lalu efek ekor jas. Saya sepakat bahwa memenangkan pemilu serentak akan lebih mudah jika mendapat limpahan elektoral dari sosok Capres dan Cawapres. Akan tetapi itu bukanlah hal mutlak.

Kembali lagi, yang terpenting adalah kreativitas dalam merancang strategi mendekatkan konstituen dengan pasangan Capres-Cawapres yang diusung partai, meskipun bukan berasal dari internalnya. Dalam hal ini, PPP mengusung pasangan nomor urut 01, Jokowi-Ma’ruf Amin.

PPP, misalnya,  sudah merancang strateginya sejak memutuskan mendukung pasangan nomor urut 01 tersebut. Misalnya, untuk di basis-basis pemilih Jokowi-Ma’ruf seperti Jawa Timur, kami benar-benar memaksimalkan sosok mereka. Utamanya Kiai Ma’ruf Amin yang memang sudah memiliki irisan dengan konstituen PPP: umat Islam.

Sementara, di luar basis-basis Jokowi-Ma’ruf, kami mengedepankan program-program yang telah kami susun. Tanpa memaksakan konstituen dan calon pemilih untuk memilih Jokowi-Ma’ruf Amin. Tapi ini  tidak bisa diartikan kami mengampanyekan Prabowo-Sandiaga juga. Justru dengan cara itu, kami secara halus menyentuh kedekatan mereka dengan PPP untuk mengurangi gairah memilih Prabowo-Sandiaga.

Umpamanya kemudian muncul anggapan PPP tidak bisa solid mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin, toh, dalam pemilu serentak split voters adalah keniscayaan. Tidak ada partai yang benar-benar solid.

Trilogi Pemenangan Pemilu PPP    

Terlepas dari itu, PPP juga telah menyiapkan konsep trilogi pemenangan pemilu berlandaskan kaidah yang mafhum dipelajari di pesantren, yakni almuhafadhotu ala qadimi salih wal akhdzu bil jadidil aslah. Dalam bahasa Indonesia berarti, mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik.

Aplikasinya adalah kami tetap mempertahankan pemilih yang mengantarkan PPP ke parlemen pada pemilu 2014 untuk tahap pertama. Tahap kedua, mempertahankan pemilih yang mengantarkan kami ke parlemen pada pemilu 1999, 2004 dan 2009. Terakhir, kami menggaet pemilih-pemilih baru yang mungkin sebelumnya belum mengenal PPP, seperti generasi milenial.

Guna merealisasikan tahap pertama dan kedua, tentunya dengan terus mengikat para konstituen tersebut bahwa PPP tidak pernah berubah dan berpindah dari garis perjuangan umat Islam. Dengan kata lain, selalu konsisten dalam memperjuangkan kepentingan umat Islam, seperti halnya yang telah dilakukan sejak era Orde Baru sampai saat ini.

Sementara untuk menggaet pemilih-pemilih baru, kami telah mencanangkan 10 program atau janji politik yang siap direalisasikan ketika PPP kembali masuk ke parlemen, yaitu:

Satu, peningkatan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Rp1.800.000 menjadi Rp3.780.000 untuk setiap Kepala Keluarga (KK) per tahun. Dua, perluasan KK penerima PKH dari 10 juta KK menjadi 28 juta KK. Tiga, meningkatkan pinjaman tanpa agunan Program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (MEKAAR) dari 2 juta rupiah  menjadi 5 juta rupiah per nasabah secara bertahap.

Empat, menyediakan sarana dan prasarana pertanian seperti traktor tangan, sprayer dan pemanen otomatis untuk setiap kelompok tani (Gapoktan). Lima, memberikan sarana dan prasarana penangkapan ikan kepada nelayan. Enam, peningkatan dana desa menjadi Rp1,4 miliar per desa. Tujuh, melaksanakan program bedah rumah tidak layak huni (RUTILAHU) bagi keluarga pra sejahtera.

Delapan, meningkatkan tunjangan profesi guru honorer dari 250 ribu rupiah  per bulan menjadi Rp1 juta per bulan serta memberikan tunjangan kepada pemangku kepentingan keagamaan seperti guru madrasah, diniyah, TPQ dan pesantren sampai dengan pengangkatan sebagai PNS.

Sembilan, mewujudkan program tahfiz sehingga terbentuk satu hafiz setiap desa di 74.957 desa seluruh Indonesia untuk menjadi imam masjid jami’ setiap desa. Sepuluh, NKRI bersyariah, yaitu menciptakan kehidupan beragama yang menjunjung persaudaraan sesama muslim, sesama anak bangsa, dan sesama manusia dengan menghasilkan peraturan perundang-undangan bernuansa syariah dalam bingkai NKRI termasuk mengawal terbentuknya UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan serta RUU Anti-Miras.

Secara simbolik, sepuluh program tersebut juga dimaksudkan untuk semakin melekatkan nomor urut PPP, 10, di benak calon pemilih. Jadi, 10 program dari partai nomor 10 di pemilu ke-10.

Setelah membaca kesepuluh program tersebut, tentu akan ada yang bertanya, “apakah PPP sekadar ingin memanfaatkan agama Islam di tengah populisme agama yang menguat?”.

Tidak. Memperjuangkan Islam dan memanfaatkan Islam adalah dua hal yang berbeda. Yang dilakukan PPP adalah memperjuangkan Islam. Agar nilai-nilai dan konsepnya bisa mendapat ruang praktikal dalam kehidupan bernegara. Sehingga, dengan begitu umat Islam bisa bernegara dan beragama secara nyaman.

Kami juga bukan bertujuan untuk mengubah dasar konstitusi Indonesia. Karena itu sudah menjadi kesepakatan para founding father, termasuk para ulama. Melainkan, kami ingin meneruskan perjuangan para ulama agar agama dan negara tidak dibenturkan dan selalu bisa berjalan selaras seiringan. Hasilnya adalah kehidupan harmonis.

Sementara memanfaatkan agama Islam, adalah menggunakan Islam sebagai alasan untuk memusuhi pemeluk agama lain dan mendiskreditkan satu kelompok dalam ruang demokrasi. Ketika itu dilakukan, yang terjadi adalah segregasi.

Akan tetapi, segala hal tersebut di atas tidak akan berarti apapun tanpa kesadaran umat Islam untuk mempercayakan kepentingannya kepada partai Islam. Terutama PPP sebagai partai Islam tertua di negeri yang selama puluhan tahun terbukti mampu menjadi rumah besar umat Islam.

Ahmad Baidowi
Ahmad Baidowi
Wasekjen PPP, Anggota DPR RI
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.