Senin, April 29, 2024

Menyigi Aksi Rujuk Saudi-Iran

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas

Kesepakan damai antara Arab Saudi dan Iran yang dimediasi oleh China memang menimbulkan kegemparan. Di satu sisi banyak pihak yang menyambut aksi rujuk ini dengan nada gembira. Bukankah kemenangan terbesar adalah perdamaian. Tapi ada juga pihak yang gigit jari dengan peristiwa ini, terutama Amerika Serikat dan Israel. Pertanyaannya, kenapa sekarang? Padahal Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu sudah menggembar-gemborkan akan menormalisasikan hubungan dengan pihak Arab Saudi.

Berbicara tentang Timur Tengah, hal krusial bukanlah seperti yang kita lihat melainkan apa yang berlangsung di belakang layar. Hal terbesar di sini bukanlah kesepakatan damai Saudi-Iran melainkan kemunduran Amerika Serikat dan kebangkitan Cina di Timur Tengah. Ini adalah persoalan serius. Iran dan Saudi sudah memiliki hubungan diplomatik sebelum 2016, hingga kemudian Saudi mengeksekusi mati ulama Syiah kenamaan, yaitu Syekh Nimr al-Nimr. Ini membawa kerusuhan di Teheran dan merusak misi diplomatik Saudi di Iran. Ini berakibat putusnya hubungan diplomatik antara kedua belah pihak. Jadi ini bukan sesuatu yang luar biasa karena kedua negara tersebut sudah memiliki ikatan sebelumnya. Mereka memutuskannya selama beberapa tahun dan sekarang kedua pihak berupaya merajutnya kembali.

Pertanyaannya bahwa siapa yang menengahi kesepakatan ini adalah sesuatu yang harus diperhatikan. Saudi sebenarnya memberi isyarat kepada Amerika Serikat dan Israel; bila Anda tidak berbuat sesuatu maka kami akan harus berlari menuju tangan terbuka dari China dan Iran. Pesan ini masih potensial merubah banyak keadaan karena perjanjian ini belum akan berlaku sampai dua bulan ke depan. Artinya dalam dua bulan ke depan pelbagai kemungkinan bisa terjadi.

Dalam kesepakatan damai tersebut, China bersikeras bahwa semua negosiasi dan perjanjian tidak akan menggunakan bahasa Inggris. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Arab, Persia dan Mandarin. Ini sungguh menakjubkan bagaimana bahasa Inggris tidak diizinkan untuk digunakan di sana. China betul-betul ingin mendepak Amerika Serikat lewat aksi rujuk ini.

Perlu juga menjadi cacatan bahwa aksi rujuk ini tak bisa dilepaskan dari fakta bahwa Saudi sangat kecewa dengan Amerika Serikat karena beberapa hal. Pertama, Amerika Serikat tidak berbuat banyak untuk membantu negera petro dolar itu ketika fasilitas minyaknya Aramco diserang oleh Iran langsung dari negara Iran pada tahun 2019. Benar bahwa Presiden Trump kemudian memerintahkan pembunuhan Qasim Sulaimani, tetapi itu bukan karena faktor Aramco tapi disebabkan adanya rencana aksi untuk menyerang kedutaan Amerika Serikat di Baghdad.

Kedua, Amerika Serikat selalu berbicara tentang pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Tetapi perlu diingat bahwa Iran sebenarnya bukanlah santo, lihatlah apa yang mereka lakukan terhadap rakyatnya sendiri. China bukan orang suci, namun Amerika Serikat tampaknya lebih toleran terhadap Iran dan China daripada terhadap Arab Saudi.

Ketiga, Arab Saudi boleh saja menyatakan bahwa mereka mensyaratkan isu Palestina dengan Yerusalem sebagai ibukota Palestina dalam normalisasi dengan Israel, tapi nyatanya di balik layar Arab Saudi sama sekali tidak tertarik dengan masalah Palestina.

Sejumlah sumber Israel menyatakan bahwa dalam negosiasi (di balik layar) beberapa minggu lalu antara Israel dan Arab Saudi disebutkan bahwa yang dinginkan oleh Arab Saudi agar mereka diizinkan memiliki program nuklir untuk tujuan sipil dan mendapatkan status di NATO, setidaknya seperti yang dimiliki oleh Israel, Qatar dan Yordania. Jadi Arab Saudi menginginkan jaminan keamanannya. Isu Palestina sama sekali tidak pernah menjadi syarat untuk kesepakatan antara Israel dan Arab Saudi.

Justru pemerintahan Bidenlah yang mendorong masalah Palestina ke dalam perundingan Arab Saudi dan Isarel, pemerintahan Bidenlah yang meminta pemerintah Israel agar memberitahukan Amerika Serikat sebelum Israel menyerang Iran dan pemerintahan Biden pula yang selalu “ngomel” kepada Arab Saudi tentang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya. Dalam situasi ini, pihak Saudi seolah hendak mengatakan, “Hey! Kesabaran kami hampir habis. Anda perlu melakukan sesuatu sebelum kami menyambut tangan terbuka dari China dan Iran!”

Rujuk Saudi-Iran ini (yang masih menyisakan 60 hari sebelum sepenuhnya berlaku) bisa saja berubah, termasuk batal bila Amerika Serikat datang dengan tawaran yang menjanjikan terpenuhinya kepentingan Arab Saudi yang lebih besar, dan Saudi menyetujuinya.

Secara geopolitik, kemungkinan Saudi untuk tegak satu kubu dengan Amerika Serikat-Israel sebetulnya jauh lebih besar dibandingkan berada di posisi China dan Iran. Kenapa? Lagi-lagi ini faktor sejarah. Konflik antara Iran dan Arab Saudi berusia lebih dari 1200 tahun. Ini bukan konflik antara dua negara, tapi friksi akut antara dua faksi dalam satu Islam; Syiah dan Sunni. Itulah mengapa hubungan antara kedua negara terputus pada tahun 2016 karena tindakan Saudi (rezim Sunni) yang mengeksekusi ulama Syiah, dan kaum Syiah di Iran menyerang kedutaan Arab Saudi yang notabene Sunni. Tembok permusuhan dan kebencian antara kedua negara tidak runtuh dan tetap masih ada.

Dalam konteks ini, susah menafikan fakta bahwa Saudi akan jauh lebih memilih Israel untuk menjadi sekutu ketimbang Iran. Arab Saudi hanya membutuhkan jaminan keamanan atau kesepakatan yang dapat mereka pegang. Itulah mengapa 60 hari ke muka sangat kritis karena ini bisa dimanfaatkan oleh Israel dan Amerika untuk mengambil tindakan bersama dan merebut kembali Saudi.

Iran sendiri juga menghadapi persoalan internal. Ada ada dua kubu di sana: moderat dan garis keras, yaitu Garda Revolusi. Sepertinya kaum moderatlah yang mendorong tercapainya kesepakatan ini. Garda Revolusi tidak menyukainya karena kelompok ini tidak mau mengadakan kerjasama apapun dengan Sunni. Mereka melihat Sunni sebagai kafir. Bahkan di internal Iran sendiri kita tak bisa memastikan bagaimana aksi rujuk Saudi-Iran tersebut bisa diterima dan dicerna baik oleh masyarakatnya.

Donny Syofyan
Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.