Sabtu, April 20, 2024

Mengapa ISIS Tetap Diminati?

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah

isis-amrikSekitar 2 bulan lagi umat Islam akan menyambut dengan suka-cita datangnya bulan suci Ramadhan. Di bulan itu seluruh umat Islam di penjuru dunia akan menjalani ibadah puasa. Sementara itu, jika kelompok Negara Islam (ISIS) mampu bertahan hingga–melewati–datangnya Ramadhan tahun ini, itu artinya genap 2 tahun usia Khilafah (Islamic State) yang mereka dirikan.

Seperti tahun lalu biasanya mereka merayakan momen ini. Para simpatisannya di berbagai negara juga tak mau ketinggalan meramaikannya di media sosial.

Sekadar catatan, ISIS “memproklamirkan” Khilafah pada awal Ramadhan tahun 2014. Sejak itu ISIS meluaskan jangkauan operasi terornya tak sebatas di Suriah dan Irak, tapi juga global. Deretan teror dari skala ringan sampai mematikan seperti yang terjadi di Tunisia, Paris dan Brussels mengejutkan dunia internasional. Semua mengutuk ISIS karena kekejamannya, dan uniknya ISIS dengan bangga mengakui praktik kekejaman yang dituduhkan.

Berdasarkan pengamatan saya selama ini, ketika merespons ISIS, orang-orang Indonesia– khususnya di media sosial–bisa dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, orang-orang yang menolak ISIS secara tegas dan terang-terangan, syukurlah jumlah kelompok ini mayoritas.

Kelompok kedua, orang-orang yang menaruh simpati kepada ISIS. Mereka mendukung ISIS dengan konsisten dan jumlah kelompok ini sedikit. Kelompok ketiga, kombinasi keduanya, orang-orang yang tidak menaruh simpati pada ISIS tapi juga enggan bersikap tegas mengecam ISIS. Mereka cenderung memilih menghindari berbicara isu ISIS, jumlahnya tidak besar dan di atas kelompok kedua.

Saya hanya ingin menyinggung kelompok kedua, orang-orang yang menaruh simpati kepada ISIS. Mereka cukup unik. Mengapa orang-orang ini tetap mendukung ISIS yang jelas-jelas menjunjung brutalisme? Di saat semua orang mengutuk, kenapa mereka malah bersimpati pada ISIS? Padahal, nyaris tidak ada ampunan dalam realitas kehidupan bagi orang-orang yang bersimpati kepada ISIS.

Internet telah lama menjadi senjata berbahaya yang dimiliki ISIS, karena internet tidak mengenal batas geografi. ISIS menjadikan internet sebagai medium utama propaganda mereka dan terbukti berhasil menggiring puluhan ribu warga asing berperang bersamanya di Suriah–dan sisanya terpikat menjadi simpatisan ISIS di negaranya masing-masing.

ISIS memang bukan satu-satunya kelompok ektremis yang memanfaatkan internet. Tapi kenapa ISIS berhasil memenangi perang cyber dan lebih menarik orang-orang bersimpati bahkan mendukungnya secara konsisten?

ISIS telah menciptakan saluran informasi sendiri untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi simpatisannya. ISIS memiliki sayap media, salah satunya bernama Al-Hayat “Media Center”, Al Hayat menyebarkan propaganda dalam format majalah, video dan audio. Majalah yang diterbitkan Al-Hayat adalah Dabiq yang terbit 2 bulan sekali, tebalnya 50 halaman. Dabiq telah terbit 14 edisi secara online, biasanya versi terjemahan bahasa Indonesia akan terbit menyusul.

Secara desain, Dabiq digarap secara profesional dengan lay out seperti majalah populer lainnya. Saya sudah membaca majalah ini mulai edisi 1-13. Kesimpulan saya majalah ini cukup memenuhi kebutuhan primer simpatisan ISIS dalam menyerap informasi. Majalah Dabiq hanya salah satunya. Al-Hayat juga secara rutin merilis video-video pendek dari berbagai wilayah ISIS dengan durasi 10-15 menit, durasi yang ramah bagi pengguna smartphone.

Semua video yang dirilis diterjemahkan dalam multibahasa, termasuk Indonesia. Selain Al- Hayat, ada juga Al-Furat Foundation yang juga rutin merilis video ISIS dengan ciri khas yang berbeda. Yang terbaru Al-Furat merilis video dengan pemeran asal Indonesia.

Semua video ISIS yang diterbitkan corong medianya memiliki kualitas gambar yang tinggi dan pesan-pesan yang mudah dipahami. Ada 4 jenis video. Pertama, video eksekusi hukuman. Kedua, video peperangan, latihan militer, dan penaklukan.

Ketiga, video tentang gambaran kehidupan di bawah kekuasaan ISIS. Keempat, video ceramah atau pesan. Dari semua video itu, ISIS terlihat sangat pandai menggunakan citra positif dan negatif yang melekat pada dirinya untuk menarik perhatian.

Format audio yang diterbitkan media ISIS tak melulu soal pidato dan khotbah. ISIS juga memanjakan pengikutnya dengan menciptakan soundtrack lagu-lagu “kebangsaan” ISIS. Semua nyanyian ISIS bergenre Nasyid, sebab menurut ISIS menggunakan alat musik itu dilarang agama. Nasyid ISIS lirik-liriknya mengandung seruan bergabung, berperang, memuji ISIS dan merendahkan musuh.

Nasyid besutan ISIS juga selalu terdengar sebagai pemanis dalam video-video ISIS. ISIS belakangan meluncurkan Nasyid berbahasa Mandarin dan Indonesia.

Sebelum diluncurkan, semua jenis propaganda ISIS (video, majalah, dan audio) diumumkan terlebih dulu 1-3 hari dari waktu perilisan melalui akun-akun media sosial ISIS dengan tagar “coming soon”. ISIS sadar materinya yang diedarkan hanya bertahan beberapa jam sebelum akhirnya dihapus. Karenanya ISIS mengumumkan terlebih dahulu agar simpatisannya memiliki kesiapan untuk mengunduhnya saat dirilis.

ISIS menyebarkan materi propaganda melalui Google.drive, Archive.org, dan laman-laman gratis lainnya. Salah satunya yang paling sering mereka manfaatkan di Juspaste.it.

Jika dulu propaganda kelompok jihadis era Usamah bin Ladin masih melalui kaset, saat ini jihadis era ISIS menjalankan sebuah “media center” yang sulit ditaklukkan di dunia cyber. Saya menilai Indonesia masih gagap dan tidak siap menghadapi ISIS di dunia maya, dan ini juga salah satu faktor kenapa ISIS masih diminati.

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.