Kamis, April 25, 2024

Mengapa Banyak Perempuan Terpikat ISIS?

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
khansaa-isis
Tentara perempuan Brigade al-Khansaa (ISIS).

Aparat keamanan Indonesia berhasil menggagalkan 7 warga negara Indonesia yang hendak berangkat ke Suriah di Bandara Soekarno-Hatta untuk bergabung dengan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Tiga di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka, salah satunya seorang perempuan yang diduga kuat sebagai penyandang dana (22/9).

Penangkapan itu merupakan hasil pengintaian polisi yang mendapat informasi dari intelijen.
Tentu kita tak habis pikir kenapa masih ada saja orang yang berkeinginan pergi ke negara Suriah yang kacau balau karena peperangan, dan lucunya lagi mereka ingin bergabung dengan kelompok teroris seperti ISIS.

Meski berkali-kali aparat keamanan di Indonesia berhasil mengagalkan kasus serupa, rupanya masih ada saja orang-orang yang nekat mencoba menempuh perjalanan maut itu. Padahal, kalaupun mereka berhasil lolos dari aparat keamanan Indonesia dan kemudian terbang ke Turki, peluang mereka menerobos perbatasan Turki guna bergabung ke ISIS juga terbilang kecil.

ISIS terus dikabarkan mengalami kemerosotan di Irak dan Suriah. Satu-satunya jalur perbatasan Turki-Suriah yang tersisa sebagai pintu masuk bergabung ISIS bahkan sudah direbut militer Turki pada awal September 2016.

Fakta di lapangan memang masih ada orang-orang yang ngotot ingin pergi ke Suriah dan terlebih beberapa di antaranya adalah kaum perempuan. Timbul pertanyaan, apa sebenarnya daya tarik ISIS bagi kaum perempuan? Ada lusinan kelompok jihad di Suriah, tapi kenapa ISIS yang menjadi tujuan?

Kasus semacam ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Sepanjang tahun 2014-2016, misalnya, banyak diberitakan gadis-gadis dari Eropa yang menghilang dan belakangan diketahui hijrah ke Suriah hidup bersama ISIS. Tujuan mereka hijrah tak lain tak bukan adalah berjihad. Selama ini ada asumsi publik bahwa partisipasi perempuan dalam kelompok-kelompok ekstrimis adalah fenomena yang tidak biasa.

Jika dicermati, salah satu faktor utama kesuksesan ISIS memikat perempuan dari berbagai negara tidak lepas dari kecanggihan doktrin jihad yang dibangun ISIS. ISIS sangat menyadari di luar sana banyak perempuan yang mengimani gagasan negara syariah khilafah. Gadis-gadis itu memiliki hasrat luhur untuk berjihad di Suriah.

Kalau ditelisik lebih mendalam, ada perbedaan argumen ideologi antara ISIS dan kelompok jihad lainnya, misalnya al-Qaidah, mengenai posisi perempuan dalam mengamalkan jihad.
Aymain az-Zawahiri, pemimpin spiritual al-Qaidah, berpendapat bahwa perempuan tidak diperbolehkan kehadirannya untuk menjadi bagian tim taktis di medan jihad (perang).

Abu Muhammad al-Jaulani, pemimpin Front Penakluk Syam (eks Jabhat Nusrah cabang al- Qaidah Suriah), dalam tulisannya melarang para perempuan berhijrah ke Suriah, meski alasannya jihad, dengan dalih banyaknya bahaya yang akan mereka hadapi di perjalanan, seperti pelecehan seksual.

Abu Muhammad al-Maqdisi, ideolog Salafi Jihadi asal Yordania yang condong kepada al-Qaidah, menyatakan perempuan yang hendak hijrah untuk berjihad harus disertai mahram (laki-laki yang dianggap bisa melindungi si perempuan). Namun, sebaliknya, ISIS tak hanya memungkinkan perempuan untuk berpartisipasi dalam operasi tempur. ISIS bahkan mendorong kaum perempuan untuk berhijrah, minggat dari negara “kafir” ke negara khilafah yang mereka dirikan pada 2014 lalu.

Sebuah artikel berjudul Al-Muhkam fie Hijrati al-Mar’ati Bighoiri Mahram (Hukum Berhijrah Perempuan tanpa Mahram) yang disebarkan ISIS di situs-situs jihad menjelaskan kewajiban perempuan menurut agama untuk berhijrah, melakukan perjalanan bergabung ISIS, meski tanpa mahram.

Selama ini dalam kelompok teroris mana pun, perempuan berperan penting, meski sangat terbatas, seperti menjaga kerahasiaan gerakan. Selain itu, mereka membantu menyediakan makanan dan logistik bagi para “pejuang”.

Doktrin jihad ISIS menjanjikan “kesetaraan” bagi kaum perempuan untuk ikut ambil bagian dalam proyek jihad dan berperan dalam negara khilafah. Brigade al-Khansaa, unit bersenjata ISIS yang anggotanya seluruhnya perempuan, dibentuk pada awal tahun 2014 berbasis di Raqqa, Suriah.

Keanggotaan al-Khansaa kebanyakan dari perempuan Barat yang berhijrah. Kesatuan ini punya peran penting dalam melestarikan peraturan ketat yang diberlakukan ISIS. Al-Khansaa semacam satuan “polisi moral” yang dipersiapkan untuk menindak perempuan yang melanggar aturan.

Foto dan video para anggota al-Khansaa yang menenteng senapan serbu atau berpose dengan latar mobil mewah yang beredar di internet berhasil mencuri perhatian publik untuk mengenal lebih jauh kiprah brigade ini. Al-Khansaa telah menjadi role model perempuan ISIS di seluruh dunia, di mana perempuan bisa berpartisipasi lebih luas dalam proyek jihad, seperti pelatihan senjata.

Contoh lokalnya adalah kelompok teroris Poso bernama Mujahidin Indonesia Timur (MIT), yang telah berbaiat kepada ISIS. Seperti disebut aparat keamanan, ada tiga perempuan yang ikut bergerilya angkat senjata di Poso bersama MIT.

Meskipun secara fisik kini MIT semakin melemah dan gelombang WNI yang hendak bergabung ISIS juga beberapa kali berhasil digagalkan, publik harus tetap diingatkan dan terus disadarkan akan bahaya ISIS. Dimulai dari hal yang paling sederhana, dengan tetap membicarakan isu ISIS: bahwa doktrin radikalisme ISIS tidak mengenal umur dan gender.

Terutama bagi aparat berwenang dalam kontraterorisme, sangat penting bagi mereka memahami pola pikir ISIS agar bisa menangkalnya dengan cara yang elegan.

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.