Kwartal ini saya mengajar dua mata kuliah: Reading the Quran dan Islam in Southeast Asia. Saya lagi menilai makalah-makalah mahasiswa saya ini. Break sebentar, mau cerita sedikit saja. Para mahasiswa saya ini berasal dari berbagai latar belakang agama dan keyakinan, ras, jender, juga bidang studi.
Tujuan setiap mata kuliah di jurusan saya, adalah pemahaman (understanding), bukan indoktrinasi atau mengajak mereka masuk Islam (ini pertanyaan dan bahkan harapan yang selalu saya dengar dari banyak orang di Indonesia. Semua mata kuliah di kampus riset seperti UCR bertujuan akademis.
Tujuan pemahaman berarti siapa pun bisa memahami, membaca, menyimak, dan menjelaskan apa itu Al-Quran, apa itu Islam, bagaimana dan mengapa Muslim beriman atau beribadah, apa dampaknya, bagaimana persamaan dan perbedaan dengan keyakinan dan keberagaman mereka jika mereka punya, bagaimana Islam tetap dan berubah dari waktu ke waktu, dan seterusnya.
Seorang yang mengaku Muslim belum tentu memahami atau menjelaskan Islam dan seluk beluknya secara baik. Seorang yang mengaku bukan Muslim dan tidak punya agama tertentu ternyata memahami dan menjelaskan Islam dan seluk beluknya dengan baik.
Makalah mereka dinilai secara ilmiah sesuai dengan kriteria ilmiah dan rubrik yang sudah dijelaskan. Di antara mahasiswa Muslim misalnya, kadang mengalami kesulitan menjelaskan apa itu Islam, apa itu Al-Quran, apa itu haji, secara baik karena sudah menjadi bagian dari keyakinan dan praktek mereka.
Orang beragama belum tentu bisa menjelaskan agamanya secara baik. Tapi banyak juga mahasiswa Muslim yang baik sekali menjelaskan dan menulis, karena mereka terus belajar menulis dan mengasah critical thinking mereka.
Critical thinking artinya mahasiswa mampu berpikir dan mempertanyakan pernyataan-pernyataan dan menilai sumber atau bukti dari pandangan yang berbeda. Memahami perbedaan dan kompleksitas ternyata bersifat transformatif, mengubah cara pandang seseorang tentang sesuatu.
Beberapa mahasiswa yang awalnya anti-Islam, atau belum tahu Islam, setelah proses belajar, dia akan memahami perbedaan dan kompleksitas Islam dan umat Islam. Dia pun tidak akan berhenti belajar. Setiap mahasiswa memiiliki potensi dan kesempatan yang sejajar dan setara dalam proses pembelajaran. Dan setiap pembelajaran adalah proses tanpa akhir.
Ketika saya mengajar mata kuliah berbagai kitab suci (scriptures) dan berbagai agama, termasuk agama-agama lokal, tujuan pemahaman itu makin terasa penting. Setiap mahasiswa belajar bagaimana memahami berbagai dimensi keagamaan yang bukan agama mereka, tapi mereka belajar memahami dan menghormati seluk beluknya. Saya yakin mereka menjadi lebih siap menjalani kehidupan yang sangat majemuk.
Hal yang sangat penting adalah memahami suatu agama tidak bisa dan tidak cukup dengan memahami bagaimana agama lain melihat atau mempersepsinya. Misalnya, kita tidak bisa memahami Kristen dengan cara membaca Al-Qur’an saja. Kita jangan atau tidak bisa memahami Trinitas secara menyeluruh dari mengutip ayat-ayat Al-Qur’an.
Kita tidak juga bisa memahami Tauhid Islam dari memahami ajaran ketuhanan agama lain. Kita tentu bisa membandingkan, dan memahami keragaman perspektif, tapi kita akan memahami seluk beluk setiap ajaran atau praktek agama tertentu hanya dengan persepsi dan representasi yang lain.
Kita tidak bisa memahami Islam dengan cara membaca atau mengajar bagaimana kaum Kristen melihat Islam. Kita tidak bisa memahami Syiah, dengan membaca buku-buku Sunni melihat Syiah. Dan seterusnya. Setiap agama dan aliran dalam agama memiliki sejarah, dinamika, dan kemajemukan yang luar biasa, yang tidak bisa direduksi oleh cara agama atau orang lain melihat agama atau aliran itu.
Sebagai dosen, saya merasakan kebahagiaan luar biasa, mengajar bidang yang kita geluti kepada berbagai mahasiswa yang sangat majemuk, dan mau belajar, dan mengikuti bagaimana mereka bertambah pengetahuan dan menjadi manusia-manusia yang siap menghadapi kompleksnya kehidupan dengan lebih bijaksana, apapun profesi dan karir mereka nanti setelah lulus.
Di saat yang sama, saya selalu belajar dari mahasiswa-mahasiswa saya. Dan untuk itu, saya tidak pernah berhenti bersyukur dan berterima kasih.