Kamis, Desember 5, 2024

Mengajak Hijrah Para Pekerja Seks Komersil

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.
- Advertisement -

PENJEMPUT saya di Bandara Adi Sumarmo berkata, sedianya lokasi pengajian malam itu adalah Pendopo Kecamatan Pilangkenceng. Namun, Bupati Madiun Ahmad Dawami tiba-tiba memerintahkan agar lokasi dipindahkan ke Pasar Pilangkenceng. Malam itu, Pak Kaji Mbing, sapaan akrab Pak Bupati, mendadak datang juga ke pengajian di pasar yang dulu kawasan prostitusi legendaris tersebut.

Sesampai di lokasi, setelah menyalami para masyayikh, saya duduk di sebelah seorang pemuda parlente. Ia tiba-tiba membisikiku, “Kita perlu mengubah stigma negatif warga. Oleh karena itulah, pengajian harus diadakan di Pilangkenceng.” Oh, ini ternyata Pak Kaji Mbing yang fenomenal itu. Dia duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, tak mengambil jarak elitis dengan siapa pun di hadapannya.

Tanpa menarik perhatian awak media, tidak pula melempar umpan lambung kontroversi, bupati yang ternyata masih memiliki darah nasab Kiai Hasan Besari Tegalsari dari garis ibunya ini bekerja dalam diam. Dia tak mau hanya menerima laporan sepihak dari anak buah, tetapi lebih suka turun gunung meski harus bekerja di luar jam kantor. Kaji Mbing sendirian keluar-masuk kawasan prostitusi.

“Dalam tempo satu bulan, saya tutup lima lokasi prostitusi di Kabupaten Madiun, yakni di Saradan, Pilangkenceng, Muneng, Jiwan, dan Sambirejo,” ujarnya. Tapi, bupati tidak memberi stempel “sampah masyarakat” kepada para pelakunya. “Boleh membenci perilakunya, namun tidak boleh membenci pelakunya. Mereka telah berhijrah,” tegas Kaji Mbing. Saya manggut-manggut saja.

Menurut bupati, satu di antara faktor yang menyebabkannya bisa fokus bekerja untuk masyarakat adalah ia tidak memiliki akun media sosial. Oleh karena itulah, ia tidak merasa perlu terlibat dalam intrik di dunia maya tersebut. “Saya lebih mengandalkan kekuatan silaturahmi, bertemu dan bicara dari hati ke hati dengan siapa pun,” ujarnya. Alhasil, jadilah Kaji Mbing bupati populer.

Seusai pengajian, sambil makan nasi pecel dan ngopi, kami melanjutkan obrolan. Kaji Mbing menceritakan bagaimana ia datangi para germo satu per satu sebelum menutup lokalisasi. Ada yang bisa diajak bicara halus, katanya, ada pula yang perlu pendekatan lain agar mau kooperatif. Para eks pekerja seks komersil dipekerjakan di pabrik, sebagian lainnya dipulangkan ke daerah asalnya.

Ketika kita mengenal Gus Miftah, Maulana Miftah Habiburrahman, pendakwah yang keluar-masuk dunia malam di bawah sorot lampu dan ingar-bingar publisitas, ada saja orang-orang yang bekerja diam-diam dan menjadi lilin-lilin kecil di tengah kegelapan. Ahmad Dawami, yang pada saya mengaku tak fasih mengaji, toh tak bisa mengabaikan darah ‘alim dalam tugasnya sebagai ‘umara.

Bupati Madiun Ahmad Dawami (kanan) dan Wakil Bupati Madiun Hari Wuryanto (kiri)

Tak banyak yang tahu, ia sowan pada para kiai sepuh. Dua di antaranya ialah mendiang KH Maimoen Zubair dan mendiang KH Umar Tumbu. Pada beliau-beliau itulah, Kaji Mbing memohon bimbingan dan doa, bahkan jauh sebelum ia memutuskan mengikuti pilkada dan menjadi Bupati Madiun. “Madiun juga menghadapi stigma negatif PKI. Padahal, Madiun itu banyak ulama besar,” jelasnya.

Satu di antara ulama besar yang makamnya berada di Kuncen, Caruban, Madiun, adalah Kiai Anom Besari, leluhur dari Kiai Hasan Besari di Tegalsari, yang berarti juga leluhur Tjokroaminoto, guru Soekarno sejak masih tinggal di Surabaya. Bahkan, Inggit, putri Tjokroaminoto, dipersunting oleh Soekarno. “Kami ingin mengembalikan lagi kejayaan itu. Hijrah lagi, bersama masyarakat,” serunya.

Tahun Baru Islam 1441 Hijriyah telah tiba. Di saat hijrah dimaknai perjalanan ruhani untuk berpindah dari masa kegelapan kembali ke masa terang-benderang, Bupati Dawami tak ingin masyarakat di Madiun tetap berada di bawah bayang-bayang era 1948-1965 yang gelap. Juga tak ingin anak-anak, generasi berikutnya, dibiarkan terperosok ke dalam pergaulan bebas, narkoba, dan prostitusi.

- Advertisement -

Dalam pengajian yang dihadiri masyarakat, pejabat, dan para eks pekerja seks komersil, saya menyitir QS al-Baqarah ayat 257. Allah SWT berfirman, “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan.”

Hidup memang adalah perjalanan. Pada episode tertentu, kita mengalami suka duka. Bisa berupa kecelakaan batiniah pula, yaitu kejadian-kejadian yang kita tak kuasa untuk memilih sesuatu yang lebih baik. Terjebak, terjepit, oleh keadaan yang tak diinginkan. Bukan tugas kita untuk menghakimi hidup orang lain, apalagi menghukum. Tugas kita mengajak hijrah. Menuju hidup lebih baik.

Kolom terkait

Hijrah dalam Perspektif Revisionis

Hijrah dan Pesan Persaudaraan Lintas Agama

Hijrah ala ISIS, Caesar, dan Nabi

Hijrah dan Kebebasan Beragama

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.