Malam itu, Kamis, 7 Juli 2016, saya baru saja sampai di rumah seorang sahabat karib di Batusangkar, Sumatera Barat, untuk silaturahmi Lebaran. Waktu di jam dinding menunjukkan sekitar pukul 21.50 WIB. Sesaat setelah bercengkrama dengan tuan rumah, saya melihat siaran di salah satu televisi swasta yang ada di ruang tengah rumah.
Sama-samar terlihat wajah Ferry Kurnia Rizkiyansyah, salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum RI, yang sedang diwawancarai by phone oleh penyiar televisi. Melihat ada kode “live” di sisi kanan bawah televisi, saya tergerak untuk berdiri dan melihat lebih dekat dan jelas ke arah televisi. Pertanyaan pertama dalam benak saya ketika itu adalah, ada perkembangan isu penting apa terkait dengan kelembagaan KPU.
Dugaan saya, Ferry diwawancarai terkait persiapan Pemilihan Kepala Daerah 2017 yang tahapannya sudah mulai berjalan. Tapi di dalam dugaan itu tetap saja ada tanda tanya yang jauh lebih besar. Ada apa ini sampai-sampai ada siaran live di waktu yang sudah hampir menunjukkan pukul 10 malam. Apalagi itu terjadi tepat di hari kedua Lebaran 1437 H.
Ketika sudah berdiri tepat di depan televisi, saya terperanjat dan terdiam. Breaking news televisi tersebut menuliskan “Ketua KPU Wafat”. Di dalam diam itu, membaca tulisan “Ketua KPU”, bayangan saya langsung terbang ke sosok Husni Kamil Manik. Sosok Ketua KPU periode 2012-2017 yang terakhir kali saya jumpai dan berbicara langsung dengannya persis pada hari kedua puasa Ramadhan sebulan lalu.
Pada kesempatan itu, saya datang mewakili Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), lembaga tempat saya bergiat, memenuhi undangan KPU dalam melaksanakan Uji Publik beberapa rancangan Peraturan KPU untuk pelaksanaan Pilkada 2017. Cukup lama kita berbincang perihal beberapa poin krusial terkait hasil revisi kedua Undang-Undang Pilkada.
Saya pada kesempatan itu juga mengkonfirmasi kepada Husni terkait dukungan masyarakat sipil, setidaknya Perludem, tentang rencana KPU yang akan melakukan judicial review atas ketentuan konsultasi rancangan Peraturan KPU dengan DPR yang putusannya bersifat mengikat. Basis argumentasinya jelas. Pengaturan itu merusak kemandirian KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Lalu, benarkah Husni berpulang? Saya langsung membuka ponsel dan melihat beberapa grup percakapan whatsapp yang saya ikuti. Ternyata benar. Ada pesan singkat dari Hadar Nafis Gumay, komisioner KPU RI, yang isinya membenarkan bahwa Husni telah berpulang sekitar pukul 21.00 di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan.
Innalillahi wainnaillaihi rajiun. Sontak kalimat itu yang terucap di bibir saya. Indonesia jelas kehilangan salah satu putra terbaiknya di waktu yang relatif sangat cepat. Husni berpulang di usia menjelang 41 tahun. Masih sangat muda, untuk ukuran seorang pimpinan lembaga negara, apalagi sekelas KPU. Sosok Husni sebagai Ketua KPU memang tidak diduga dari awal.
Ya, dari 7 komisioner KPU periode 2012-2017, Husni adalah satu di antara yang paling muda.
Namun dalam perjalanannya setelah terpilih menjadi Ketua KPU, Husni terbukti mampu menjaga dan membangun soliditas kelembagaan KPU sebagai penyelenggara pemilu. Maka, tidak berlebihan kemudian, banyak kalangan, termasuk saya, menyebutkan bahwa formasi KPU periode 2012-2017 adalah formasi the dreams team, dan paling ideal setidaknya sejak penyelenggaraan Pemilu 1999.
Bukti sahih terhadap tesis itu bisa dilihat dari bagaimana KPU Periode 2012-2017 menyelenggarakan Pileg 2014, Pilpres 2014, dan terakhir Pilkada 2015. Meskipun ada catatan, KPU 2012-2017 yang dinakhodai Husni mampu menjaga integritas penyelenggaran tiga pemilu tersebut tersebut dengan baik.
Setidaknya ada tiga sisi penting yang dimiliki oleh KPU periode 2012-2017 yang membuat lembaga ini sangat dipercayai hingga hari ini. Pertama, tujuh komisioner KPU selama hampir lima tahun menjabat mampu menjaga integritas pribadi mereka sebagai personal yang mesti mandiri dan profesional sebagai penyelenggara pemilu. Karena itu, ketika cerminan integritas personal itu baik, maka kepercayaan publik terhadap kelembagaan KPU tumbuh.
Kedua, soliditas tujuh komisoner KPU yang terus terjaga. Meski hampir tidak mungkin tidak ada perdebatan, soliditas tim KPU tetap terjaga dengan baik. Setidaknya perdebatan yang terjadi di internal tidak pernah keluar sehingga mengganggu “kenyamanan” KPU dalam bekerja. Pada titik ini, peran Husni sebagai ketua saya yakin sangat sentral.
Sebagai ketua, Husni berhasil dengan baik mengelola dan menjaga keseimbangan di dalam kelembagaan KPU. Husni tidak one man show. Itu terlihat jelas, dalam banyak kesempatan, pembagian tugas dan porsi kerja masing-masing komisioner tertata dengan baik.
Ketiga, KPU periode 2012-2017 di bawah kepemimpinan Husni sangat terbuka dan berkomitmen memanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemilu.
Sebagai orang yang bergiat untuk isu pemilu dan demokrasi, saya merasakan betul bagaimana keterbukaan KPU dalam menampung dan mengelola masukan serta aspirasi dari luar tubuh penyelenggara pemilu.
Banyak kesempatan dan ruang yang dibukakan oleh KPU untuk bisa mendengar dan mencatat langsung masukan, setidaknya dari kami kelompok masyarakat sipil. Salah satu hal yang paling saya ingat adalah ketika Husni menerima koalisi masyarakat sipil memberikan masukan terkait proses pencalonan Jimmy Rimba Rogi. Bakal calon wali kota Manado pada Pilkada 2015 lalu, yang berstatus terpidana bebas bersyarat, namun dinyatakan lolos verifikasi oleh KPU Kota Manado.
Sadar ada kekeliruan yang dilakukan oleh jajarannya, Husni menerima langsung kami anggota koalisi di ruang kerjanya untuk mendengar pemaparan terkait ketentuan terpidana bebas bersyarat yang semestinya tidak memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah.
Semua langkah dan kinerja baik itu niscaya akan diparipurnakan pada penyelenggaraan pilkada serentak gelombang kedua pada Februari 2017 nanti. Menjadi paripurna, karena momentum itulah yang akan menjadi helat dan pengabdian terakhir anggota KPU periode 2012-2017 dalam menyelenggarakan pemilu. Karena masa jabatan 7 komisioner akan berakhir pada April 2017.
Namun ternyata Tuhan punya rencana lain. Husni menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya lebih cepat; dia dipanggil yang empunya kehidupan pada 7 Juli 2016 lalu. Persis 2 Syawal 1437 H. Bagi saya, bangsa ini mesti mencatat dan melanjutkan fondasi baik yang sudah dibangun Husni dan rekan komisioner yang lain dalam penataan kelembagaan KPU.
Selain itu, contoh integritas yang betul-betul dijaga Husni selama menjadi penyelenggara pemilu adalah teladan yang baik untuk diikuti oleh penerusnya.
Semoga pengabdian dan apa yang telah dilakukan Husni sepanjang hidup menjadi amal baik yang akan mengantarkannya ke tempat terbaik oleh Tuhan Yang Maha Esa. Selamat jalan Husni Kamil Manik. Beristirahatlah dengan tenang. Budi baikmu akan dicatat sebagai pembelajaran bangsa ini ke depan.