Sengketa kasus KLB-PD masih riuh. Tak satupun opini publik yang terbilang jernih, khususnya dari kalangan non partisan, membenarkan atau mentolerir KLB yg telah memilih Muldoko sebagai Ketua Partai Demokrat.
Selain itu, ada dugaan (tak eksplisit), Presiden tak mungkin tak tahu menahu karena Muldoko adalah Ketua KSP alias lingkaran terdalam presiden. Kalau mau dieksplisitkan presiden diduga terlibat. Ini sama sekali tak elok.
Apa yang bisa saya bayangkan (emang saya siapa?) agar kisruh PD ini tak membawa mudarat lebih besar dan kehormatan semua pihak terpelihara? Ini bayangan saya:
Pertama, lepas dari segala pertimbangan teknis hukumnya nanti, Menhunkam, karena alasan keadilan substabsial, tidak mengesyahkan atau menolak hasil KLB itu. Jika tidak, dugaan ihwal keterlibatan presiden semakin mengeras. Ini mudarat yang tak sederhana dampaknya.
Kedua, Presiden langsung atau orang yang ditunjuknya memberi klarifikasi secara lebih eksplisit terkait dugaan keterlibatan dirinya. Gunakan penjelasan yg seelok mungkin tapi tidak menimbulkan banyak interpretasi. Sebab jika tidak, justru berakibat mengkonfirmasi kebenaran dugaan itu.
Ketiga, terkait dengan diri Pak Muldoko, saya cocok dengan saran Pak Hamid Awaludin (lewat TV). Katanya, kalau memang Pak Muldoko punya minat besar memimpin partai, bisa belajar dari jenderal-jenderal senior sebelumnya: bikin partai baru, seperti yg pernah dilakukan Pak Edi Sudradjat, Pak Wiranto, Pak Prabowo. (ada keringat, pikiran, dan biaya yang dipertaruhkan).
Jika skema penyelesaian di atas dilakukan, setidaknya yang pertama dan kedua, seiring waktu yang tak lama, kisruh itu akan surut dan kembali normal. Persis seperti pentas “opera sabun”, karena energi kita tak cukup utk mengingatnya terus menerus, terlebih di tengah situasi pandemik yang bikin puyeng ini.
Manfaatnya, presiden selamat kehormatannya sabagai Kepala Negara, karena ia terbebas dari dugaan campur tangan dan bertindak tak adil terhadap PD. Ini penting jadi bagian dari happy ending periode kekuasaannya yang ke dua.
Lalu, Pak Muldoko dapat kembali fokus menunaikan tugas resminya di KSP agar beban presiden benar-benar merasa terbantu. Dan AHY melanjutkan tugas kepemimpinannya sebagai Ketua PD hasil kongres 2020, seraya mengambil hikmat lebih positif di balik peristiwa KLB yg sempat membuatnya geram itu.
Kalau mau objektif, lepas yg ditempuhnya keliru, KLB-PD mesti sedikit banyak ada konteks alasan internalnya sendiri. Entah apa. Ini juga bagian yg harus dimengerti untuk bebenah.
Sebagai ketua yang terbilang muda utk ukuran partai yang tdk kecil, dan mengalami banyak sosiaslisasi di militer awalnya, gonjang-ganjing KLB memberi pengalamqn empirik yang penting bagi kematangannya sebagai pemimpin. Seperti kata pepatah: “Nakhoda yg tangguh tidak pernah lahir dari laut yang tenang”.
Bukan hanya PD, kita punya kepentingan langsung dan mendesak terhadap partai-partai politik di negri ini punya gengsi dan kehormatan. Bukan semata-mata kehormatan personal para elite-nya atau institusinya, tapi di atas segalanya kehormatan rakyat yang telah memberinya kepercayaan untuk menjadi para wakilnya, baik di legislatif mamupun di eksekutif. Tanpa alasan yang disebut terakhir ini, partai tak lebih dari permainan duniawi yang sarat dengan mudarat.
Sebagai catatan, penting disadari, menurut survey dari waktu ke waktu, di antara lembaga-lembaga negara, DPR adalah yang terendah mendapatkan kepercayaan publik: Kurang dari separuh!.
Butuh lebih banyak “bedak” untuk dandani wajah partai-partai politik kita. Agaknya.