Berita bohong harus kita lawan, karena dampaknya bagi kehidupan sosial dan politik sangat destruktif, bisa mengoyak keharmonisan bangsa dan menyuburkan tradisi yang buruk di tengah kehidupan masyarakat.
Berita bohong menjadi menjadi topik yang terus-menerus diperbincangkan, terlebih setelah “tragedi” Ratna Sarumpaet. Peristiwa Ratna kita sebut tragedi karena melibatkan banyak kalangan. Hampir semua tokoh yang berada di barisan oposisi terlibat dalam tragedi ini. Tragedi nasional yang unik yang sejatinya tidak masuk akal.
Betapa tidak, tokoh-tokoh sekaliber Prabowo Subianto, Amien Rais, dan lain-lain terjebak dalam drama yang benar-benar naif, sulit diterima nalar. Mengapa terjadi seperti itu? Banyak dugaan. Mungkin ada skenario besar yang memang melibatkan orang-orang itu, dan skenario inilah yang tengah dilacak kebenarannya.
Mudah-mudahan saja tidak sejauh itu. Sekadar untuk memenangkan kompetisi politik, terlalu besar risiko yang harus ditanggung jika ternyata dugaan itu benar adanya. Bukan risiko harta atau yang bersifat material lainnya, tapi soal etika, soal karakter bangsa yang dikorbankan demi segenggam kekuasaan. Ini tragedi yang luar biasa.
Dugaan lain, mungkin karena tokoh-tokoh itu terlalu mempercayai dan bersimpati pada Ratna, dibarengi keinginan besar untuk mendiskreditkan lawan, sehingga tanpa check and recheck terlebih dahulu, langsung percaya dan mendesak kepolisian untuk segera mengusut pelakunya.
Untungnya, aparat kepolisian bergerak cepat (bahkan kecepatannya di luar dugaan) dan berhasil mengungkap kebohongan Ratna sehingga “memaksa” yang bersangkutan, tanpa pilihan lain, untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada publik berikut orang-orang yang terlibat dalam lingkaran drama yang telah dibuatnya.
Terlepas ada apa di balik tragedi Ratna dan bagaimana babak selanjutnya, yang terpenting bagi kita adalah bagaimana agar berita bohong serupa tidak terulang dan tidak berdampak destruktif bagi bangsa kita. Berita bohong harus kita lawan dengan langkah-langkah yang sistematis, strategis, dan taktis.
Pertama, langkah sistematis bisa melalui pendidikan politik yang melibatkan semua stakeholders pendidikan yang ada di Indonesia. Kementerian pendidikan dan kebudayaan bisa menjadi leading sector dengan memasukkan kurikulum pendidikan anti berita bohong dengan guru-guru yang mengerti betul apa dan bagaimana cara berita bohong diproduksi dan disebarluaskan. Guru-guru juga harus bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Langkah sistematis ini berjangka panjang, hasilnya tidak bisa dilihat seketika, tapi bisa berdimensi luas dan komprehensif karena didukung oleh infrastruktur pendidikan berikut perangkat-perangkatnya. Terintegrasi dengan sistem pendidikan secara umum.
Kedua, langkah strategis bisa dilakukan melalui diskusi-diskusi, seminar, workshop, atau temu wicara di berbagai media yang membahas bahaya berita bohong dan dilakukan secara masif sehingga makin tertutup ruang gerak orang-orang yang memiliki kegemaran menyebar berita bohong, baik yang dilakukan karena adanya kepentingan politik, atau pun sekadar iseng yang berpotensi mengeruhkan suasana.
Ketiga, langkah taktis, bisa dilakukan dengan membentuk hoaks hanter (pemburu berita bohong) dengan melibatkan komponen masyarakat. Hoaks hanter ini dalam melakukan aksinya bisa bekerjasama dengan aparat kepolisian, terutama satuan cyber crime yang tugasnya menelisik setiap berita bohong yang tersebar di berbagai media, terutama media sosial.
Yang tidak kalah penting, upaya melawan berita bohong yang sangat efektif adalah melalui penegakkan hukum yang dilakukan secara pro aktif, tidak sekadar menunggu laporan dari masyarakat. Pembuat dan penyebar berita bohong adalah kejahatan kriminal yang dalam penindakannya tidak membutuhkan pengaduan masyarakat.
Ada atau tidak adanya korban berita bohong tidak menjadi pertimbangan yang urgen dalam melakukan penindakan, karena berita bohong sudah pasti akan membahayakan kohesi sosial. Keutuhan bangsa bisa terkoyak karena hoaks. Infrastruktur sosial politik yang kita bangun, terutama sejak era reformasi, bisa kembali porak poranda, karena penyebaran berita bohong sudah pasti akan melahirkan masyarakat tuna kepercayaan (distrust society).
Sudah banyak contoh berita bohong yang berkembang sehingga memicu perang. Sejak zaman nabi-nabi, hingga kehidupan di era modern saat ini, bahaya berita bohong tidak pernah surut oleh perkembangan zaman. Oleh karena itu, melawan berita bohong adalah kewajiban setiap orang.